Jakarta (ANTARA News) - BPPT, pertengahan November 2010, akan meluncurkan kembali alat sensor gelombang tsunami (buoy) di Kepulauan Mentawai sebagai bagian dari sistem peringatan dini tsunami.

"Buoy ini merupakan yang sebelumnya sudah dipasang di lokasi sama namun rusak akibat vandalisme atau hambatan alam, lalu pada September 2010 ditarik untuk diperbaiki," kata Deputi bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Alam BPPT Dr Ridwan Djamaluddin kepada pers di Jakarta, Jumat.

Buoy itu akan letakkan antara pantai barat Padang Sumatera Barat dan Pulau Siberut.

Menurut dia, sebelumnya buoy itu rusak pada dua antena satelit dan kabel sistem komunikasi bawah air.

Posisi penempatan buoy tersebut, menurut dia, dipilih karena gempa laut akhir-akhir ini banyak terjadi di sekitar Kepulauan Mentawai yang berpusat di antara kepulauan itu dan pantai barat Padang.

Namun diakui seandainya sudah terpasang, untuk mendeteksi gempa 7,2 SR di 78 km barat Kecamatan Pagai Selatan, pada Senin (25/10) malam pukul 21.42.20 WIB tetap terhalang oleh Pulau Pagai sehingga memerlukan waktu 15 menit untuk gelombang tsunami tertangkap buoy Mentawai.

Ridwan mengatakan, sejak 2007 BPPT sudah memasang lebih dari 12 buoy tsunami, yang sebagian besar adalah pemasangan kembali buoy yang rusak.

Pemasangan itu antara lain di perairan Pulau Simeuleu, Kepulauan Mentawai, Selat Sunda, antai Cilacap, perairan Flores, Banda dan Halmahera.

Buoy yang berada di Selat Sunda bahkan sudah lima kali dipasang, tetapi sekali hilang dan beberapa kali lagi rusak.

Ia juga mengakui, semua buoy yang telah terpasang tersebut kini tidak dalam kondisi baik dan tak mengirim data seperti yang diharapkan.

"Karena itu kami masih perlu terus menguji dan mengembangkan buoy yang ada," katanya.

Sebelumnya, ujar dia, buoy tsunami BPPT di Simeuleu berfungsi dengan baik yang dibuktikan dengan pendeteksian gelombang tsunami pada saat tsunami di Bengkulu 5 Mei 2010, tsunami Meulaboh 9 Mei 2010 dan tsunami akibat gempa Nicobar 13 Juni 2010.

Sistem peringatan dini tsunami menggunakan tiga sensor yakni sensor seismograf, sensor gelombang tsunami dan sensor pasang-surut.

Jika terjadi gempa di laut maka awalnya sensor seismograf akan menangkap gelombang seismik dan berdasarkan karakteristik pusat gempa maka BMKG akan mengeluarkan peringatan paling lama lima menit sejak gempa.

Gelombang tsunami yang terjadi di lautan lalu akan dideteksi buoy tsunami sedangkan sensor pasang-surut akan mendeteksi gelombang tsunami ketika gelombang tersebut mencapai pantai. Data dari ketiga sensor ini lalu digabungkan dalam "Decision Support System" (DSS) yang dikelola BMKG sebagai pusat peringatan dini tsunami.

Pascagempa Aceh (2004) rencananya pemerintah Indonesia akan memasang 23 buoy di sepanjang "ring of fire" perairan Indonesia, 10 di antaranya oleh Jerman, dua milik AS dan satu milik Malaysia serta Indonesia memasang 10 buoy. Namun 10 milik Jerman masih perlu menuntaskan teknis analisis datanya.(*)
(T.D009/B/s018/r009)