Jakarta (ANTARA) - Penyidik Polda Metro Jaya menangkap 24 orang lantaran diduga terlibat tindak pidana penimbunan obat terapi COVID-19 untuk kemudian dijual kembali dengan harga yang sangat tinggi.

"Ada 24 orang yang kita amankan termasuk satu perawat," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Kriminalitas sepekan, dugaan timbun obat hingga selundup benih lobster

Dijelaskan Yusri modus para tersangka ini adalah membeli dari apotek dan farmasi dengan harga standar dengan cara memalsukan surat dokter dan bekerja sama dengan oknum petugas apotek.

Sedangkan oknum perawat yang diketahui berinisial RS itu terlibat dengan modus mengumpulkan obat milik pasien COVID-19 yang meninggal dunia untuk kemudian dijual dengan harga tinggi.

"Ada modus perawat yang bermain, dia mengambil sisa obat pasien COVID-19 yang meninggal dunia. Jadi ada pasien yang meninggal dunia obatnya dikumpulkan, nanti kalau udah terkumpul dia mainkan dengan harga eceran tertinggi," tutur Yusri.

Baca juga: Polisi periksa Direktur PT ASA sebagai tersangka penimbun obat

Yusri juga menyebut tindakan para pelaku penimbunan ini sangat meresahkan masyarakat yang banyak membutuhkan obat terapi COVID-19 di tengah pandemi.

"Kita ketahui memang banyak masyarakat yang membutuhkan obat terapi COVID-19, namun ternyata banyak penjahat yang memikirkan kantong sendiri tanpa memikirkan dampak yang sangat besar, " ujar Yusri.

Selain RS, adapun inisial para tersangka lain, yakni BC, MS, AH, LO, RH, TF, NN, SJ, MS, MH, RB, AH, SO, YN, HH, AA, UF, LP, DW, MI, MR, DS, dan MD.

Sedangkan barang bukti yang disita para tersangka adalah berbagai obat terapi COVID-19 seperti Avigan Favipiravir, Actemra, Fluvir Oseltamivir, Azithromycin, dan Ivermectin.

Baca juga: Dua petinggi PT ASA jadi tersangka penimbunan obat

Atas perbuatannya para pelaku dipersangkakan dengan Pasal 196 dan atau Pasal 198 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan atau Pasal 62 Juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.