Jakarta (ANTARA News)- Tingkah lakunya mirip buronan. Di sebuah restoran masakan Ethiopia di distrik kumuh Paddington, London, Inggris, ia menemui wartawan New York Times. Suaranya dipelankan, mungkin menurut dia bisa berguna untuk menghindari "intel-intel".
Ia juga minta para pendukung setianya untuk menggunakan telepon selular bersandi dengan kode yang rumit. Harganya tak murah. Assange sendiri mengganti ponsel sesering dia mengganti baju.
Ia selalu menginap di hotel dengan nama palsu, mewarnai rambutnya, tidur di sofa dan lantai, serta selalu berbelanja menggunakan uang kontan, yang sering ia pinjam dari para sahabatnya, untuk menghindari pelacakan kartu kredit.
"Tetap di jalur ini dan tidak berkompromi membawa saya ke dalam ketegangan yang luar biasa," kata Assange dalam makan siang, Sabtu pekan lalu.
Ia mengenakan sebuah kupluk wol 'sporty' dan membawa serta sekelompok pengikut muda termasuk seorang pembuat film yang akan merekam jika ada kejadian tak terduga.
Dalam petualangannya menuju kemasyuran, Assange sang pendiri laman WikiLeaks, menilai beberapa pekan yang akan datang sebagai masa paling berbahaya dalam hidupnya.
Ia baru saja mengumbar 391.832 dokumen rahasia tentang perang Irak, bocoran yang paling memalukan tentang perang. Sabtu kemarin ia mengadakan konfrensi pers di London dan mengatakan bahwa bocorannya itu 'menjadi catatan yang paling komprehensif dan rinci tentang perang'.
Kira-kira 12 bulan yang lalu ia menayangkan sejumlah 77.000 dokumen rahasia milik Pentagon tentang perang Afghanistan di halaman web WikiLeaks.
Banyak yang telah berubah sejak 2006, ketika Assange mulai mengembangkan WikiLeaks. Pria Australia berusia 39 tahun itu sudah bertahun-tahun menjadi peretas komputer. Teman-temannya bilang dia "sedikit lagi masuk kategori genius".
Ia telah memberi definisi baru pada 'whistle blowing' dengan cara mengumpulkan bahan-bahan rahasia dan dengan enteng menyebarkannya kepada seluruh dunia.
Bukan hanya pemerintah saja yang mengecamnya. Beberapa rekan mengacuhkan Assange karena angkuh, tidak berpendirian, dan menyesatkan, serta tak peduli dengan kekhawatiran bahwa rahasia yang ia umbar bisa mengancam nyawa orang lain.
Beberapa rekannya di WikiLeaks mengatakan ia membuat keputusan sepihak karena menyiarkan rahasia perang Afghanistan tanpa menghilangkan nama-nama dari sumber-sumber intelejen Afghanistan yang digunakan pasukan NATO.
"Kami sangat-amat kecewa, ditambah lagi perkataannya setelah rahasia itu beredar,"kata Birgitta Jonsdottir, anggota inti dari WikiLeaks yang juga anggota parlemen Islandia.
"Seharusnya ia bisa fokus pada hal-hal penting saja," sambung Jonsdottir.
Assange juga tengah diperiksa terkait tuduhan perkosaan dan pelecehan seksual terhadap dua perempuan Swedia. Ia telah menyangkal tuduhan itu dan mengatakan bahwa hubungannya dengan kedua perempuan itu berdasarkan suka sama suka.
Tetapi para jaksa di Swedia belum secara resmi menghentikan atau meneruskan penyelidikan kasus itu.
Assange mengatakan skandal itu sebagai 'kampanye-kampanye kotor' yang semakin menambah tekanan atas hidupnya yang penuh selubung.
"Kadang saya sampai pada titik baik di penjara saja karena bisa menghabiskan satu hari untuk membaca buku dengan tenang," ujar Assange sambil menghabiskan santapannya dalam makan siang London itu.
Mengumbar Rahasia
Assange datang dari masa kecil yang tidak jelas di Australia karena , seperti yang diakuinya, ia mengalami ketidakcocokan sosial dan nyaris masuk penjara setelah terbukti bersalah dalam 25 kasus peretasan komputer pada 1995.
Sejarah selalu ditandai dengan mata-mata, pembelot, dan mereka yang membongkar rahasia paling sakral dari generasi mereka. Assange telah menjadi salah satu dari mereka di masa Internet ini, meski tanpa perhitungan yang matang atas konsekuensi yang akan diterimanya dan pemilik rahasia-rahasia dunia itu.
"Sudah 40 tahun saya menunggu orang yang membongkar informasi-informasi dalam skala yang bisa membuat perubahan," kata Daniel Ellsberg, yang pernah membeberkan 1.000 halaman lembaran studi rahasia tentang Perang Vietnam pada 1971. Dokumen itu dikenal dengan nama 'Pentagon Paper'.
Ellsberg mengatakan ia melihat semangat yang sama dalam diri Assange dengan Prajurit Satu Bradley Manning (22) mantan anggota intelejen AS yang kini ditahan di Quantico, Virginia, AS, yang dituduh membocorkan dokumen perang Irak dan Afghanistan.
"Mereka berani dipenjara seumur hidup atau hukum mati untuk membongkar informasi itu," ujar Ellsberg.
Belum jelasnya langkah yang akan diambil oleh pemerintah AS membuat Assange gundah. Pentagon dan departemen kehakiman AS mengatakan akan mengambil tindakan berdasarkan Undang-Undang Spionase tahun 1917.
Mereka telah mendesak Assange untuk mengembalikan semua dokumen pemerintah yang berada dalam penguasaanya, menekankan Assange untuk tidak menyiarkan setiap dokumen dokumen baru, dan agar tidak 'meminta' bahan-bahan (rahasia) AS lagi.
Assange menanggapi hal hal itu dengan melarikan diri, meski belum menemukan satu tempat pun untuk berlindung. Ketika kontroversi tentang dokumen perang Afghanistan menghangat ia terbang ke Swedia untuk meminta izin menetap dan mencari perlindungan. Permintaannya disambut hangat oleh negara itu.
"Mereka menyebut saya 'James Bond' dalam jurnalisme dan kemudian membuat saya digemari banyak orang meski beberapa dari mereka membuat saya terlibat dalam masalah," kenang Assange dengan kecut.
Hubungannya dengan beberapa perempuan Swedia membuatnya ditahan karena sangkaan pemerkosaan dan pelecehan seksual.
Karin Rosander, juru bicara kejaksaan di Swedia, pekan lalu mengatakan para polisi erus menyelidiki kasus itu.
September silam, Assange meninggalkan Stockholm, Swedia, menuju Berlin, Jerman. Sebuah tas yang ia bawa hilang padahal penerbangan itu sangat sepi hampir tanpa penumpang. Isi tas yang hilang adalah tiga laptop dan sampai kini tidak ditemukan. Assange memperkirakan barang-barangnya itu telah disita.
Dari Jerman ia berangkat ke London meski khawatir akan ditahan ketika tiba di bandara. Menurut hukum Inggris, paspor Australia-nya memberikan dia hak untuk menetap di negara itu selama enam bulan.
Sementara Islandia di mata Assange telah kehilangan daya tariknya. Negara itu sama seperti Inggris, yang terlalu mudah patuh pada Washington. Tanah airnya Australia pun setali tiga uang; mengisyaratkan akan bekerja sama dengan AS jika penuntutan atas Assange mulai dilakukan.
"Anda telah bermain di luar aturan dan Anda akan ditangani di luar aturan pula," kata seorang pejabat senior Australia kepadanya suatu ketika.
Ia pun menerima ancaman dari dalam lingkarannya sendiri. Setelah skandal di Swedia, ketegangan dalam tubuh WikiLeaks mencapai puncaknya. Beberapa rekan terdekat Assange mulai berpaling secara terbuka.
Harian The New York Times telah berbicara dengan belasan orang yang pernah bekerja dan mendukung Assange di Islandia, Jerman, Swedia, Inggris, dan AS.
Dari pembicaraan itu terungkap gambaran tentang sang pendiri WikiLeaks yang inovatif dan karismatis tetapi sebagai seorang yang semakin tersohor bak selebritis ia pun semakin mirip seperti diktator, yang eksentrik, dan punya gaya yang beubah-ubah.
Guncangan di Dalam
Sejak menjalani hidup sebagai buronan, Assange pun mulai menjalankan roda kepemimpinannya melalui internet. Saat memerintah dari jarak jauh pun konon lagaknya tetap angkuh.
Dalam sebuah perbincangan 'online' dengan salah satu sukarelawan mereka bulan lalu, Assange pernah sesumbar bahwa WikiLeaks akan hancur tanpanya.
"Kita sedang berada dalam situasi bersatu atau mati untuk beberapa bulan," ketik Assange dalam perbincangan yang salinannya dipegang oleh The Times.
Ketika Herbert Snorrason, seorang aktivis politik asal Islandia berusia 25 tahun mempertanyakan penilaian Assange dalam beberapa isu yang sudah lewat, Assange kelihatan geram.
"Saya tidak suka nada bicara Anda. Jika terus seperti itu, Anda akan dikeluarkan," tukasnya dalam perbincangan di dunia maya dengan Snorrason. Assange menganggap dirinya 'tidak tergantikan'.
"Saya adalah hati dan jiwa dari organisasi ini, pendiri, pemikir, juru bicara, penyusun aturan, organisator, pengatur dana, dan segalanya," imbuhnya kepada Snorrason. "Jika kamu tidak suka saya, kamu harus keluar," lanjutnya sembari memaki.
Dalam sebuah wawancara terkait perbincangan 'online' dengan Snorrason itu, ia hanya berkomentar ringan.
"Ia sedang error," seloroh Assange. Ia tidak begitu peduli dengan mereka yang mengkritisinya. "Mereka tidak penting," tukasnya.
Ada belasan yang baru-baru ini keluar dari organisasi itu, kata Smari McCarthy, sukarelawan asal Islandia. Musim panas silam Assange menghukum Daniel Domscheit-Berg, seorang Jerman yang sebelumnya bertugas sebagai juru bicara WikiLeaks dengan menggunakan nama samaran Daniel Schmit, karena 'prilaku yang buruk'. Menurut McCarthy masih banyak yang akan menyusul keluar.
Assange menyangkal banyak relawannya yang berhenti, kecuali Domscheit-Berg. Organisasi yang menurut Assange itu mempunyai 40 tenaga inti dan hampir 800 sukarelawan diyakini akan lumpuh jika lebih banyak lagi anggotanya yang keluar.
Para pekerja itu bertugas untuk merawat jaringan server dan untuk mengamankan sistem mereka dari jenis serangan yang juga digunakan oleh WikiLeaks untuk mendapatkan dokumen rahasianya.
Mereka yang membelot dari Assange juga menuduh dia berniat membalas dendam kepada AS. Di London Assange mengatakan AS adalah masyarakat militer yang terus berkembang dan karenanya menjadi ancaman terhadap demokrasi.
"Kita telah diserang oleh AS jadi kini kita dipaksa untuk mempertahankan diri," ia berujar lebih lanjut.
Di lain pihak, Assange tetap dapat pujian dari para penentangnya. Sistem komputer yang rumit dan arsitektur pendanaan yang digunakan WikiLeaks untuk membentengi organisasi itu dari musuh-musuhnya merupakan hasil kerja Assange.
"Dia sangat unik dan luar biasa berguna," aku Jonsdottir, perempuan anggota parlemen Islandia.
Gelombang Keraguan
Sebelum menayangkan dokumen perang Afghanistan dan Irak, WikiLeaks terlibat dalam usaha-usaha menggoyahkan pemerintahan berbagai negara.
Para pendukung organisasi itu bergembira ketika mereka menayangkan dokumen-dokumen terkait penjara Guantanamo Bay, isi email Yahoo mantan calon Wakil Presiden AS, Sarah Palin, laporan tentang pengadilan 'extrajudicial' kasus pembunuhan di Kenya dan Timor Leste, daftar anggota Partai Nasional Inggris yang berideologi neo-Nazi, dan rekaman pembantaian terhadap 12 warga Irak, termasuk dua wartawan Reuters, oleh sebuah helikopter Apache di Baghdad, Irak, pada 2007.
Tetapi kini WikiLeaks dihadapkan pada keragu-raguan yang baru. Lembaga Amnesty International dan kelompok 'Reporters Without Borders' kini bergabung dengan Pentagon untuk mengecam organisasi yang menggolongkan diri sebagai bagian dari jurnalisme itu.
Menurut mereka WikiLeaks membahayakan jiwa orang lain dengan menyiarkan daftar orang-orang Afghanistan yang bekerja untuk AS atau bertindak sebagai informan.
Seorang juru bicara Taliban yang menggunakan nama samaran Zabiullah Mujahid, misalnya, dalam sebuah wawancara telepon mengatakan Taliban telah membentuk sebuah komite yang terdiri dari sembilan orang untuk menemukan orang-orang yang bertindak sebagai mata-mata itu.
Menurutnya Taliban telah membuat sebuah daftar yang berisi 1800 nama orang Afghanistan setelah membandingkan dengan nama-nama yang disediakan oleh WikiLeaks.
"Setelah proses (pencarian) itu selesai, pengadilan Taliban akan memutuskan nasib orang-orang itu," kata juru sang juru bicara Taliban.
Menghadapi tudingan itu Assange mengatakan bahwa keputusannya menyebarkan informasi itu mendatangkan 'manfaat yang besar sekaligus pencegahan akan bahaya yang mungkin disebabkan tersiarnya informasi itu'.
"Tidak ada pilihan yang mudah bagi organisasi ini," tangkis Assange.
Namun, keepercayaan di antara para pengikutnya terus memudar. Suasana hatinya tertangkap dengan jelas dalam sebuah obrolan 'online' pada 20 September silam dengan seorang tokoh senior dari WikiLeaks.
Dalam pembicaraan yang dimiliki salinannya oleh The Times itu Assange menggambarkan mereka yang membelot sebagai 'sekelompok konfederasi orang tolol' dan kepada lawan bicaranya ia bertanya dengan kasar, "Apakah saya sedang berhadapan dengan seorang yang bego?"
Di London Assange marah ketika ditanyai tentang keretakan itu. Ia juga menjawab ketus ketika ditanyai tentang keuangan WikiLeaks yang semakin memburuk, nasib prajurit Manning, dan kurangnya akuntabilitas WikiLeaks. Ia menyebut pertanyaan macam itu 'tolol', 'murahan', dan mengingatkan akan pertanyaan dari anak TK.
Assange, ketika di London, berbicara tentang Manning dan menggambarkannya sebagai 'tahanan politik' karena harus dipenjara selama 52 tahun tanpa adanya pembuktian bahwa ia adalah sumber kebocoran rahasia-rahasia perang itu.
"Kami punya kewajiban untuk mendampingi Manning dan orang lain yang sedang menghadapi konsekuensi legal dan konsekuensi lainnya,' ujar Assange.
Tidak hanya itu bos WikiLeaks itu bahkan angkat kaki di tengah wawancara dengan Atika Shubert dari CNN ketika mulai ditanyai tentang perpecahan dalam tubuh WikiLeaks dan kepribadian Assange yang mempengaruhi kinerja organisasi itu.
"Saya akan keluar jika anda terus mencemari wawancara sangat serius ini dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan pribadi saya," kata Assange seperti yang dikutip Daily Mail.
Shubert memang menanyainya tentang hubungannya kurang harmonis dengan para relawannya dan skandal seksual yang membawa-bawa namanya di Swedia.
"Ini benar-benar menjijikkan, Atika. Saya akan berhenti jika Anda mencemari pengungkapan kematian 104.000 orang dengan menyerang saya," tukasnya sebelum akhirnya mencopot mikrofon dan beranjak pergi dari tempat wawancara.
Nasib Assange sendiri tampaknya tak akan jauh berbeda dari Manning. Senin silam Dewan Migrasi Swedia telah menolak permintaan izin menetapnya di negara itu. Sementara visa Inggris-nya akan habis tahun depan.
Sesaat sebelum ditelan bayang-bayang restoran di distrik kumuh London itu ia masih menolak mengatakan ke mana ia akan pergi.
Sekali lagi, laki-laki yang telah membuat institusi-istitusi terkuat ketar-ketir itu, melanjutkan petualangannya. (*)
Sumber: The New York Times dan Daily Mail
Julian Assange; Si Misterius Pengungkap Rahasia
Oleh
29 Oktober 2010 10:56 WIB
Julian Assange (ANTARA/REUTER/Andrew Winning)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010
Tags: