Jakarta (ANTARA) - Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini mengatakan Indonesia harus mendorong keterhubungan atau linkage antara usaha besar dengan usaha mikro dan kecil yang saat ini baru mencapai 19 persen.

“Negara besar seperti Jepang dan Korea, seluruh usaha besar itu didukung oleh ribuan usaha kecil. Jadi kita harus linkage industri besar dan kecil agar (usaha kecil) bisa lebih berkelanjutan bisnisnya,” kata Hendri dalam webinar bertajuk “50 Tahun Nalar Ajar Terusan Budi” di Jakarta, Rabu

Menurut dia, pemerintah harus turut dalam menghubungkan usaha yang ukurannya berbeda ini, antara lain dengan membuat daftar produk bahan baku usaha besar yang bisa dibuat oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri.

“Kalau kita harus mengimpor tepung tapioka dan tepung kelapa, sementara bisa diproduksi, saya kira bisa dilakukan,” ucapnya.

Baca juga: Sebanyak 260 ribu pelaku UMKM ikut gabung dalam Jakpreneur

Dengan cara ini, ia meyakini pertumbuhan ekonomi yang sejak tahun 2000 sampai 2001 sebesar sekitar 5,2 persen per tahun bisa lebih inklusif, karena sebanyak 56 persen dari tenaga kerja Indonesia berpendidikan SD dan SMP yang kemudian banyak bergerak di sektor UMKM.

Dengan menghubungkan usaha besar dan kecil, Indonesia bisa sekaligus mengatasi persoalan industri manufaktur yang kosong di antara hulu dan hilirnya.

Usaha mikro dan kecil yang mencapai 62 juta dari total 63 juta UMKM pun bisa mengisi kekosongan tersebut. Mereka bisa mengolah bahan baku menjadi setengah jadi, untuk kemudian diolah lagi oleh pelaku usaha besar di hilir.

“Jadi kalau kita mau inklusif, kita mesti menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja yang sebagian besar bergerak di usaha kecil dan menengah. Kita harus memilih cara-cara supaya mereka bisa diberi kesempatan untuk bisa ikut berproduksi,” ucapnya.

Baca juga: Manufaktur Asia Tenggara terhantam varian Delta, lambatnya vaksinasi

Indonesia juga perlu menarik lebih banyak investasi di sektor manufaktur yang menyerap lebih banyak tenaga kerja daripada sektor jasa. Hal ini diharapkan dapat membuat Indonesia berhasil menjadi negara maju pada 2045 atau 24 tahun lagi dari sekarang, dengan pendapatan per kapita 12 ribu dolar AS.

“Kita tidak mungkin mencapai Indonesia emas, atau mencapai negara maju dengan 12 ribu dolar AS per kapita dengan kondisi yang seperti ini. Jadi memang betul, paradigma menciptakan lapangan pekerjaan ini menjadi penting,” ucapnya.