Jakarta (ANTARA) - Ratna, pemilik Ratna Collectionterpaksa harus memutar otak agar usahanya tidak sampai gulung tikar di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Menurut Ratna, mengingat bisnisnya banyak bergerak dalam penyediaan seragam kantor membuatnya agak sulit di tengah banyak perusahaan yang mengharuskan bekerja dari rumah.

Ratna akhirnya banting stir agar industri rumahan di bidang konveksinya tetap bisa jalan dan karyawan tetap dapat bekerja. Sejak awal 2021, dia mulai menjahit masker kain dengan desain kekinian.

Dengan mengandalkan perusahaan "e-commerce", Ratna mulai memberanikan diri untuk memasarkan masker buatannya. Animo masyarakat ternyata sangat tinggi lantas dia juga memproduksi busana kantor khusus untuk bekerja dari rumah dan peminatnya cukup banyak.

Namun tak semua pengusaha bisa seberuntung Ratna. Tak sedikit sampai saat ini yang masih mengalami kesulitan untuk menyesuaikan dengan kebijakan PPKM.

Sebagai contoh pengusaha makanan dan minuman masih banyak yang kesulitan untuk beralih dengan memanfaatkan layanan daring.

Baca juga: Wamenkeu: Penerima BPUM gunakan 88,5 persen bantuan untuk bahan baku
Perajin menyelesaikan proses pembuatan motif batik di Rumah Batik Palbatu, Jakarta Selatan, Kamis (1/10/2020). . ANTARA FOTO/Galih Pradipta/nz
PEN
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UMKM Fiki Satari mengakui pandemi COVID-19 yang berkepanjangan telah memberikan pukulan kepada para pelaku usaha.

Pada satu sisi mereka harus memastikan keberlangsungan usahanya. Namun di sisi lain juga mengedepankan perlindungan kesehatan.

Padahal UMKM sampai saat ini masih menjadi tulang punggung perekonomian nasional yang memiliki pangsa 99.99 persen dari total populasi pelaku usaha di Indonesia pun, tentu saja tidak kebal dari dampaknya.

Menyadari hal tersebut, pemerintah meluncurkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang ditujukan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional pada masa pandemi termasuk bagi UMKM.

Program ini bertujuan agar pelaku usaha agar dapat terus melanjutkan usahanya dan juga sebagai upaya untuk menekan potensi pengurangan tenaga kerja.

Sebagai stimulus dan dukungan bagi UMKM, pemerintah menggulirkan beragam bantuan dari hulu ke hilir.

Fiki Satari mengatakan salah satu bantuan itu adalah Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) yang mendapat respon antusias dari 12,8 juta pelaku usaha mikro yang menjadi targetnya.

Selain itu, Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah terserap hingga 54 persen, dengan relaksasi bunga mencapai nol persen bila ada kendala dari penerima bantuan.

Masyarakat juga dapat mengecek cara mendapatkan bantuan tersebut melalui laman resmi www.kemenkopumkm.go.id atau akun media sosial Kemenkopumkm.

Pemerintah juga menetapkan berbagai kebijakan untuk memudahkan para pelaku UMKM.

Dalam upaya membantu akses pasar, 40 persen dari belanja pemerintah wajib dilakukan bagi UMKM, dan hingga saat ini lebih dari 200 ribu UMKM telah bergabung.

Sedangkan untuk membantu akses pemasaran, terdapat kebijakan mengalokasikan 30 persen ruang publik sebagai tempat usaha UMKM disertai pemotongan biaya sewa.

Saat PPKM Darurat hampir semua sektor usaha hampir tidak ada yang mampu beroperasi kecuali untuk sektor yang esensial dan kritikal saja. Seperti pedagang di pasar Tanah Abang yang terpaksa harus libur sementara dulu. Padahal biaya sewa kios haruslah tetap di bayarkan setiap bulan.

Dengan adanya fasilitas keringanan ini tentunya akan membuat pelaku UMKM dapat sedikit bernafas di tengah tekanan akibat pandemi. Diskon biaya sewa itu mendapat dukungan pelaku UMKM bahkan berharap dapat terus diperpanjang hingga pandemi berakhir.

Baca juga: Sri Mulyani salurkan banpres produktif Rp3,6 triliun mulai Juli 2021
Perajin menyelesaikan kerajinan anyaman rotan di salah satu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Senin (26/7/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.
Digitalisasi
Dengan adanya pembatasan aktivitas dan mobilitas serta protokol kesehatan yang harus dijalankan, digitalisasi dinilai dapat menjadi salah satu solusi berlangsungnya usaha semasa pandemi.

Apalagi bila mengingat bahwa bagi masyarakat, kini media sosial sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan orang Indonesia terbilang aktif menggunakan internet.

Founder Kopi Tuku, Andanu Prasetyo
​​​​​​​menyebutkan, beragam manfaat yang bisa dinikmati pengusaha manakala menggunakan platform digital. Di antaranya adalah memperluas jangkauan pasar dan meringankan modal usaha.

Pembiayaan menjadi lebih hemat lantaran pelaku usaha tidak memerlukan dana untuk menyewa kios riil. Manfaat lain adalah mempermudah sistem dan pendataan.

Sebagai contoh, saat menggunakan layanan "market place", pengusaha tidak perlu mencatat daftar pemesanan, juga terdapat data pelanggan yang sangat diperlukan saat melakukan inovasi produk/layanan sesuai kebutuhan konsumen.

Karena itu, pemerintah terus aktif mendorong UMKM di tanah air untuk mulai memanfaatkan fasilitas digital, terutama dalam upaya mendongkrak pemasaran.

Fiki menjelaskan, usaha mikro didorong masuk ke penggunaan media sosial dan aplikasi sederhana. Misalnya, pedagang pasar basah menerima pesanan melalui panggilan video, kemudian melakukan pengiriman melalui transportasi daring.

Usaha kecil diharapkan dapat terjun ke "market place" homogen atau lokal, sedangkan usaha menengah didorong masuk ke "e-commerce" yang lebih besar atau berskala nasional.

Menurut Fiki, dengan masuknya pelaku UMKM ke dalam pasar digital maka pemerintah memberi kesempatan bagi mereka untuk masuk rantai pasok industri dan BUMN.

Baca juga: KemenkopUKM targetkan 1,5 juta orang terima BPUM hingga akhir Juli
Perajin menyelesaikan pembuatan sepatu di kawasan Setiabudi, Jakarta, Jumat (23/10/2020). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Peluang
Sementara itu, pelaku usaha industri kreatif, Christine Laifa selaku pendiri The Finery Report mengatakan, di masa pandemi ini peluang akan tetap ada dan tidak ada batas untuk berinovasi.

Menurut Christine, pelaku dituntut kreatif secara bisnis. Kreatif itu artinya mampu memecahkan masalah, bisa menemukan solusi dan paham yang dibutuhkan orang.

Christine mencontohkan inovasi bisnis Kopi Tuku yang mengeluarkan botol literan sehingga pelanggan tetap bisa menikmati kopi walaupun tanpa keluar rumah.

Pelaku usaha harus lincah (agile), adaptif, inovatif dalam menghadapi hal-hal yang menjadi tantangan abadi pelaku usaha.

Kendati demikian, Andanu menyebutkan bahwa situasi sulit seperti pandemi bahkan bisa dianggap sebagai berkah bagi pelaku usaha karena mendorong efek "kepepet" yang justru memunculkan ide-ide baru dan menyadarkan pengusaha akan aset yang patut disyukuri, seperti pelanggan yang sangat loyal.

Agregasi, sinergi, kolaborasi dan semangat gotong royong yang khas bangsa Indonesia juga disebut sebagai unsur penting dalam membangun iklim usaha sehat bagi UMKM.

Namun di atas itu, Andanu menggarisbawahi kata kunci yang dipandang krusial untuk mendukung UMKM, yakni harus mampu bangkit, mandiri dan bisa naik kelas di masa pandemi. Yaitu, harapan yang tidak terputus serta sikap optimis.

Dengan selalu berpola pikir optimis dan menyimpan harapan, maka setiap permasalahan, bahkan pandemi pun akan dapat dikalahkan.