Bandung (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, mengatakan bahwa pihaknya tidak terlalu memusingkan membengkaknya defisit neraca BI pada tahun ini akibat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.

"BI tidak sepantasnya hanya mengurusi neracanya saja, tetapi lebih melihat pada kepentingan ekonomi nasional," kata Darmin di Bandung, Rabu.

Sumber di BI menyebutkan dengan derasnya arus modal asing yang masuk, diperkirakan defisit BI bisa melebihi target yang direncanakan sebesar Rp22,4 triliun.

"Defisit sampai akhir tahun bisa melebihi target karena besarnya tekanan capital inflow," kata sumber itu.

Darmin mengatakan derasnya arus modal asing yang masuk ke Indonesia telah membuat tekanan dan ketegangan di dalam ekonomi Indonesia.

Dijelaskannya, sejak krisis 2008 sampai saat ini banyak arus dana asing masuk ke negara-negara emerging market termasuk Indonesia karena belum pulihnya ekonomi dunia dan menariknya pertumbuhan ekonomi negara-negara itu.

"Dolar AS menyebar ke banyak negara sehingga nilainya turun sementara mata uang negara lain menguat termasuk rupiah. Ini terjadi di seluruh dunia," katanya.

Pelemahan dolar AS ini kalau dibiarkan, akan membuat mata uang negara-negara emerging market termasuk Indonesia akan terlalu kuat sehingga bisa keluar dari nilai fundamentalnya dan bisa mengganggu perekonomian.

Sehingga, untuk menjaga rupiah tidak berfluktuasi terlalu tinggi BI akan membeli valas dari pasar uang sehingga akan menambah pasokan rupiah agar nilainya tidak terlalu menguat.

Namun, dengan banyaknya rupiah maka BI harus menariknya untuk mencegah inflasi dengan Sertifikat Bank Indonesia.

"Itu memang menjadi biaya bagi BI dan mempengaruhi neraca BI," katanya.

Arus modal asing pada pertengahan tahun ini masuk ke Indonesia dalam jumlah yang sangat besar, terutama masuk ke investasi portofolio SUN, SBI dan pasar saham.

Seiring kondisi iti, kurs rupiah sejak awal tahun terus menguat dan pada semester kedua menembus Rp9.000 per dolar AS dan akhir-akhir ini berada di posisi Rp8.975 per dolar AS.
(T.D012/A011/P003)