Menkeu: Pendalaman sektor keuangan ciptakan ekonomi berkelanjutan
3 Agustus 2021 13:20 WIB
Tangkapan layar - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam diskusi daring Literasi Keuangan Indonesia Terdepan di Jakarta, Selasa (3/8/2021). ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah/am.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong pendalaman dan kestabilan sektor keuangan dalam rangka menciptakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
“Jika suatu negara memiliki sektor keuangan dan pasar keuangan yang dalam dan stabil maka mereka akan lebih bisa mampu membangun secara berkelanjutan,” katanya dalam diskusi daring Literasi Keuangan Indonesia Terdepan di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani menyatakan pendalaman sektor keuangan harus dilakukan agar tidak mudah terpengaruh oleh gejolak global maupun regional sehingga pembangunan dan perekonomian Tanah Air menjadi lebih stabil.
Ia menjelaskan terkadang ketika pemerintah sedang fokus membangun namun tiba-tiba ada sebuah perubahan kebijakan atau gejolak di suatu negara lain maka progres perekonomian dalam negeri terpengaruh.
Selain itu, pendalaman juga harus dilakukan mengingat 70 persen dari sektor keuangan didominasi oleh sektor perbankan yang pada masa krisis pandemi COVID-19 ketahanannya sedang sangat rentan.
Banyak sektor perbankan di masa pandemi yang mencatatkan pertumbuhan kredit negatif karena tidak dapat menyalurkan kredit sehingga akan menyebabkan pemulihan ekonomi menjadi sangat sulit.
Ia melanjutkan, pendalaman sektor keuangan juga dapat dilakukan dengan memperluas investor terutama di level ritel karena jumlah investor baru di Tanah Air masih tergolong kecil.
Ia mencontohkan, pada penawaran instrumen Surat Utang Negara (SUN) ritel yaitu Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR010 hanya terdapat 9.068 investor baru.
“Jika dibandingkan penduduk Indonesia atau para pekerja Indonesia maka angka ini masih kecil,” ujarnya.
Oleh sebab itu, perluasan investor baru hanya bisa terwujud jika pemerintah gencar melakukan edukasi kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan literasi dan inklusi sektor keuangan.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan 76,19 persen.
Sementara pemerintah menargetkan inklusi keuangan dapat mencapai 90 persen pada 2024 sehingga Sri Mulyani mendorong peningkatan literasi tersebut agar masyarakat mendapat pemahaman dan menjaga aset yang dimiliki.
“Kita masih punya kesempatan untuk terus mendorong literasi keuangan dan pendalaman pasar dengan terus memperluas basis investor,” katanya.
Baca juga: Tingkatkan inklusi keuangan, Kemenko Perekonomian gulirkan Seruni
Baca juga: BI terbitkan dua aturan perkuat penyelenggaraan sistem pembayaran
Baca juga: Survei Nasional Keuangan Inklusif : inklusi keuangan 2020 meningkat
“Jika suatu negara memiliki sektor keuangan dan pasar keuangan yang dalam dan stabil maka mereka akan lebih bisa mampu membangun secara berkelanjutan,” katanya dalam diskusi daring Literasi Keuangan Indonesia Terdepan di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani menyatakan pendalaman sektor keuangan harus dilakukan agar tidak mudah terpengaruh oleh gejolak global maupun regional sehingga pembangunan dan perekonomian Tanah Air menjadi lebih stabil.
Ia menjelaskan terkadang ketika pemerintah sedang fokus membangun namun tiba-tiba ada sebuah perubahan kebijakan atau gejolak di suatu negara lain maka progres perekonomian dalam negeri terpengaruh.
Selain itu, pendalaman juga harus dilakukan mengingat 70 persen dari sektor keuangan didominasi oleh sektor perbankan yang pada masa krisis pandemi COVID-19 ketahanannya sedang sangat rentan.
Banyak sektor perbankan di masa pandemi yang mencatatkan pertumbuhan kredit negatif karena tidak dapat menyalurkan kredit sehingga akan menyebabkan pemulihan ekonomi menjadi sangat sulit.
Ia melanjutkan, pendalaman sektor keuangan juga dapat dilakukan dengan memperluas investor terutama di level ritel karena jumlah investor baru di Tanah Air masih tergolong kecil.
Ia mencontohkan, pada penawaran instrumen Surat Utang Negara (SUN) ritel yaitu Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR010 hanya terdapat 9.068 investor baru.
“Jika dibandingkan penduduk Indonesia atau para pekerja Indonesia maka angka ini masih kecil,” ujarnya.
Oleh sebab itu, perluasan investor baru hanya bisa terwujud jika pemerintah gencar melakukan edukasi kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan literasi dan inklusi sektor keuangan.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan 76,19 persen.
Sementara pemerintah menargetkan inklusi keuangan dapat mencapai 90 persen pada 2024 sehingga Sri Mulyani mendorong peningkatan literasi tersebut agar masyarakat mendapat pemahaman dan menjaga aset yang dimiliki.
“Kita masih punya kesempatan untuk terus mendorong literasi keuangan dan pendalaman pasar dengan terus memperluas basis investor,” katanya.
Baca juga: Tingkatkan inklusi keuangan, Kemenko Perekonomian gulirkan Seruni
Baca juga: BI terbitkan dua aturan perkuat penyelenggaraan sistem pembayaran
Baca juga: Survei Nasional Keuangan Inklusif : inklusi keuangan 2020 meningkat
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021
Tags: