Jakarta (ANTARA News) - Doktor Ekonomi Pembangunan yang juga Ketua Umum DPP Partai Damai Sejahtera, Denny Tewu mengatakan, data orang miskin versi Badan Pusat Statistik banyak menimbulkan kontroversi di ranah publik.

"Karenanya, Badan Pusat Statistik (BPS) perlu memberikan penjelasan secara transparan yang dimaksud dengan jumlah penduduk miskin kini sebesar 13,33 persen atau 31,02 juta orang pada Maret 2010 dengan asumsi pendapatan hanya Rp7.050 per hari," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Data BPS itu, menurut dia menunjukkan angka pendapatan per kapita per bulan sebesar Rp211.726 atau cuma Rp7.050 per hari.

"Ini sudah termasuk pendapatan untuk kebutuhan makanan dan bukan makanan. Pertanyaannya, apakah layak dan manusiawi dengan hanya perolehan seperti itu," tanya doktor ilmu ekonomi dan pembangunan jebolan Universitas Hawai ini.

Pasalnya, menurut Denny Tewu, bila menggunakan standar PBB yang dua dolar AS per hari, berarti jumlah penduduk miskin kita otomatis meningkat jadi 34,03 persen atau 78,27 juta orang.

"Apalagi kalau kita mengacu kepada jumlah sumberdaya alam Indonesia yang melimpah, sehingga dipakai rata-rata upah minimum regional untuk kelas buruh kasar atau di level `office boy` Rp30 ribu per hari, yang dalam sejumlah penelitian, status sosial ini dikategorikan miskin.

Maka jumlah kategori penduduk miskin di Indonesia bisa menjadi 56,72 persen atau 130 juta lebih.


Kemiskinan Sistemik

Denny Tewu mengingatkan Pemerintah agar jangan salah kaprah dalam menggunakan data kemiskinan dari mana pun.

"Yang jelas sekarang kita harus akui, bahwa kemiskinan sistemik terus terjadi di mana-mana dengan latar macam-macam, tetapi utamanya kini akibat dari serbuan perekonomian ala kapitalis yang liberalis," katanya.

Ia mengingatkan apa pun data yang tergambar dari berbagai sumber, itu merupakan cerminan kondisi kemiskinan sesungguhnya.

"Artinya, semua elemen bangsa harus berjuang keluar dari kemiskinan yang sistemik ini dan tidak terkelabui dengan angka-angka yang mungkin ada yang tidak relevan dan tidak manusiawi serta yang seharusnya di negara kaya sumberdaya alam seperti kita, itu tidak perlu terjadi," tegasnya.

Denny Tewu menyayangkan manajemen perekonomian dan sosial kemasyarakatan yang sangat tidak pro rakyat, sehingga terus memunculkan kemiskinan sistemik di mana-mana.

"Kok di negara yang tidak punya sumberdaya alam bisa lebih kaya dari kita. Ini perlu saya tegaskan dan merupakan kritik untuk membangun, sehingga kita bangun dan bangkit, tidak terlena dengan kesusahan yang sering ditutup dengan angka-angka yang tidak manusia dan tidak cocok di Indonesia," katanya.

Denny Tewu mengajak semua elemen bangsa untuk terus bekerja keras, bangkit dari keterpurukan, karena potensi tersedia di mana-mana, tinggal menunggu garapan secara cerdas, bermartabat serta beradab. (M036/K004)