Jakarta (ANTARA News) - Sistem Asuransi Tenga Kerja Indonesia (TKI) yang baru berlaku saat ini dinilai sangat memadai bagi perlindungan TKI karena pihak asuransi akan mampu membayar klaim dengan cepat mengingat tidak ada lagi praktik perang diskon atau praktik jual beli blanko premi, kata Kepala Kepala BNP2TKI M Jumhur Hidayat.
"Saya tahu betul bahwa selama ini, ribuan TKI tidak bisa dibayar klaimnya atau dibayar hanya ala kadarnya saja," katanya di Jakarta, Senin.
Di samping itu, dengan sistem asuransi yang lama, mereka tidak mampu membuka perwakilannya di negara penempatan sehingga bila ada TKI bermasalah, maka tidak bisa ditangani dan akhirnya menjadi tugas KBRI atau KJRI.
Dengan kata lain, kata Jumhur, sistem yang lama hanya mau mengumpulkan uang premi auransi, tapi lalai dalam pembayaran klaimnya.
Sementara dengan sistem yang baru ini, mereka siap membuka perwakilannya di negara-negara tempat penempatan TKI, menerapkan sistem "online" dan dapat membayar klaim secara instan di Gedung Pendataan Kepulangan TKI di Bandara Soekarno Hatta.
Menanggapi adanya tuduhan monopoli dalam sistem baru itu, menurut Jumhur, bahwa tuduhan tersebut adalah "jauh panggang dari api", karena jumlah anggota konsorsium ada 10 perusahaan Asuransi, penyeleksiannya dilakukan secara ketat dan transparan serta hanya terbatas periode waktu tertentu.
Jumhur mengatakan, terlebih lagi mereka yang yang tidak setuju dengan sistem baru itu, adalah para oknum pengurus Asosiasi PPTKIS yangg paling diduga banyak mengeruk keuntungan dengan berbagai cara dengan berlindung pada aturan lama.
Dia menambahkan, walau pihaknya tidak terlibat dalam penyeleksian dalam konsosrsium asurani yang memang wewenang Menakertrans, tapi dirinya bisa memastikan bahwa proses seleksi dan sistem asuransi yang baru ini adalah sangat baik.
Oleh karena itu, kata Jumhur, BNP2TKI siap mlaksanakannya secara operasional termasuk dalam hal pengawasannya.(*)
Jumhur: Sistem Asuransi TKI Sekarang Sangat Memadai
25 Oktober 2010 17:56 WIB
M Jumhur Hidayat. (ANTARA)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010
Tags: