Letusan Merapi Dikhawatirkan Berubah Arah
25 Oktober 2010 17:19 WIB
Kepala Balai Penyidikan dan Pengembangan Kegunungapian (BPPTK), Subandriyo memberikan penjelasan mengenai gempa vulkanik Gunung Merapi yang semakin sering dan semakin besar di Kantor BPPTK Yogyakarta, Senin (18/10). (ANTARA/Regina Safri)
Yogyakarta (ANTARA News) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) mengkhawatirkan kemungkinan berubahnya arah letusan Gunung Merapi yang berbeda dari letusan 2006.
Kekhawatiran itu muncul karena sifat letusan Merapi yang sifatnya eksplosif dan bisa berubah arah, kata Kepala BPPTK Yogyakarta Subandriyo di Yogyakarta, Senin.
Kemungkinan letusan berbah arah bisa terjadi karena berdasarkan perkembangan seismik, gempa multiphase dan vulkanik meningkat, guguran lava juga cukup tinggi, namun sampai sekarang belum muncul titik api yang menandakan magma sudah sampai ke permukaan.
Sementara itu, perubahan arah letusan dimungkinkan dari semula ke selatan yaitu masuk ke Kali Gendol menjadi ke arah barat menuju ke Kali Kuning dan Kali Boyong.
Subandriyo mengatakan, deformasi yang cenderung mengarah ke selatan belum bisa menjadi penanda bahwa letusan gunung setinggi 2.980 meter di atas permukaan laut tersebut akan mengarah ke selatan.
"Apabila arah letusan tersebut menuju ke Kali Kuning atau Kali Boyong akan menimbulkan banyak kerugian karena di bawah kali tersebut ada sumber daya air, permukiman, dan juga tempat wisata," katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengatakan, kekhawatiran adanya letusan eksplosif juga diperkuat dengan tidak terbentuknya kubah lava, berbeda dengan letusan dalam 30 tahun terakhir.
"Tetapi sampai sekarang kubah lava itu belum terlihat, padahal parameter kegempaan sudah mengalami kenaikan yang sangat signifikan," katanya.
Berdasarkan data seismik yang terpantau di BPPTK pada Senin hingga pukul 12.00 WIB telah terjadi 148 kali guguran, 395 kali gempa multiphase, 94 kali gempa vulkanik.
"Kekhawatiran ini tidak ditujukan untuk menakuti masyarakat tetapi menjadi pengetahuan agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan atas seluruh kemungkinan terburuk," kata Sukhyar.
BPPTK telah mengeluarkan rekomendasi agar seluruh pemerintah daerah di sisi selatan-tenggara dan barat daya Merapi segera mengungsikan warganya yang bermukim dengan jarak 10 kilometer (km) dari puncak Merapi.
Menghentikan seluruh aktivitas masyarakat di sejumlah alur sungai seperti Kali Bebeng, Krasak, Bedog, Boyong, Kuning, Gendol dan Woro.
Gunung Merapi dinyatakan berstatus "waspada" sejak 20 September kemudian naik menjadi "siaga" pada 21 Oktober, dan sejak Senin (25/10) pukul 06.00 WIB dinyatakan berstatus "awas".
(E013/S018/S026)
Kekhawatiran itu muncul karena sifat letusan Merapi yang sifatnya eksplosif dan bisa berubah arah, kata Kepala BPPTK Yogyakarta Subandriyo di Yogyakarta, Senin.
Kemungkinan letusan berbah arah bisa terjadi karena berdasarkan perkembangan seismik, gempa multiphase dan vulkanik meningkat, guguran lava juga cukup tinggi, namun sampai sekarang belum muncul titik api yang menandakan magma sudah sampai ke permukaan.
Sementara itu, perubahan arah letusan dimungkinkan dari semula ke selatan yaitu masuk ke Kali Gendol menjadi ke arah barat menuju ke Kali Kuning dan Kali Boyong.
Subandriyo mengatakan, deformasi yang cenderung mengarah ke selatan belum bisa menjadi penanda bahwa letusan gunung setinggi 2.980 meter di atas permukaan laut tersebut akan mengarah ke selatan.
"Apabila arah letusan tersebut menuju ke Kali Kuning atau Kali Boyong akan menimbulkan banyak kerugian karena di bawah kali tersebut ada sumber daya air, permukiman, dan juga tempat wisata," katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar mengatakan, kekhawatiran adanya letusan eksplosif juga diperkuat dengan tidak terbentuknya kubah lava, berbeda dengan letusan dalam 30 tahun terakhir.
"Tetapi sampai sekarang kubah lava itu belum terlihat, padahal parameter kegempaan sudah mengalami kenaikan yang sangat signifikan," katanya.
Berdasarkan data seismik yang terpantau di BPPTK pada Senin hingga pukul 12.00 WIB telah terjadi 148 kali guguran, 395 kali gempa multiphase, 94 kali gempa vulkanik.
"Kekhawatiran ini tidak ditujukan untuk menakuti masyarakat tetapi menjadi pengetahuan agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan atas seluruh kemungkinan terburuk," kata Sukhyar.
BPPTK telah mengeluarkan rekomendasi agar seluruh pemerintah daerah di sisi selatan-tenggara dan barat daya Merapi segera mengungsikan warganya yang bermukim dengan jarak 10 kilometer (km) dari puncak Merapi.
Menghentikan seluruh aktivitas masyarakat di sejumlah alur sungai seperti Kali Bebeng, Krasak, Bedog, Boyong, Kuning, Gendol dan Woro.
Gunung Merapi dinyatakan berstatus "waspada" sejak 20 September kemudian naik menjadi "siaga" pada 21 Oktober, dan sejak Senin (25/10) pukul 06.00 WIB dinyatakan berstatus "awas".
(E013/S018/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010
Tags: