Artikel
Warteg dan sertifikat vaksinasi
Oleh Sri Muryono
31 Juli 2021 20:59 WIB
Pekerja menyiapkan lauk pauk di Warteg Subsidi Bahari, Pejaten, Jakarta, Kamis (22/7/2021). Pemerintah akan memberikan insentif usaha untuk warteg, warung dan pedagang kaki lima (PKL) sebesar Rp1,2 juta untuk satu juta penerima pada saat penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Jakarta (ANTARA) - Bagi publik Jakarta, keberadaan tempat makan merakyat seperti warung Tegal (warteg) tidak asing lagi.
Beberapa hari terakhir, pembahasan dan pro kontra mengenai waktu makan 20 menit bagi pengunjungnya ketika bersantap, sebagaimana tertuang dalam penyesuaian Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 2 Agustus sempat menghangat.
Namun, tak hanya itu, perbincangan seputar warteg agaknya juga memasuki babak baru.
Hal itu adalah kewajiban bagi pengunjung dan pemilik beserta pelayannya telah divaksin COVID-19, termasuk di dalamnya adalah mampu menunjukkan sertifikat vaksinasi.
Kewajiban itu juga berlaku bagi restoran, kafe, lapak-lapak jajanan atau tenda kuliner serta pedagang makanan skala kaki lima.
Artinya, syarat memiliki sertifikat vaksinasi kini menjadi tren dalam beragam aktivitas publik di Ibu Kota.
"Pelaku usaha, pedagang dan pengunjung harus sudah divaksin COVID-19,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (PPKUMK) DKI Jakarta Andri Yansah.
Kewajiban tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Dinas PPKUMK DKI Jakarta Nomor 402 tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 COVID-19.
Ketentuan itu berlaku hingga 2 Agustus 2021.
Baca juga: Pedagang dan pengunjung warteg di DKI wajib sudah divaksin
Selain itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) juga menerbitkan aturan untuk restoran dan kafe yakni Surat Keputusan Kadis Parekraf Nomor 495 Tahun 2021 yang berlaku hingga 2 Agustus 2021.
Adapun maksimal jumlah pengunjung yang diperkenankan di tempat-tempat makan tersebut adalah sebesar 50 persen dari total kapasitas dan maksimal jam operasional hingga pukul 20.00 WIB.
Selanjutnya, maksimal pengunjung yang makan di tempat adalah sebanyak tiga orang. Untuk alokasi waktu makan maksimal 20 menit dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) ketat.
Aturan itu juga mewajibkan pedagang dan pengunjung di pasar tradisional sudah harus divaksin dengan pengaturan jam buka hingga pukul 15.00 WIB kecuali pasar induk seperti Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Beras Cipinang dapat beroperasi sesuai jam operasionalnya.
Sedangkan maksimal kapasitas pengunjung di pasar tradisional/pasar rakyat yang diperkenankan adalah sebesar 50 persen.
Begitu pula kurir yang mengantar makanan diwajibkan sudah divaksin untuk layanan pengantaran di restoran atau kafe yang berada di mal atau pusat perbelanjaan dan hanya diperbolehkan menerima layanan antar (take away).
Pegawai/karyawan toko swalayan jenis minimarket, supermarket dan hypermarket, perkulakan dan toko/warung kelontong juga harus sudah divaksin COVID-19. Maksimal kapasitas pengunjung adalah 50 persen dengan maksimal jam operasional sampai pukul 20.00 WIB.
Pengawasan
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan kewajiban pengunjung rumah makan atau restoran menunjukkan surat vaksinasi bertujuan agar masyarakat mau divaksin sekaligus disiplin protokol kesehatan.
Penerapannya sederhana saja. Pokoknya siapa yang datang (untuk makan) harus menunjukkan surat vaksinasi atau sertifikat vaksinasi.
Baca juga: Sertifikat vaksinasi COVID-19 jadi instrumen baru protokol kesehatan
Pemilik rumah makan atau kafe tampaknya harus memahami bahwa ini menjadi aturan agar mendorong semua orang melaksanakan vaksinasi.
Untuk restoran, kafe dan rumah makan di dalam gedung atau di dalam mal tidak diperkenankan melayani makan di tempat, namun hanya layanan antar dengan operasional hingga pukul 22.00 WIB.
Aturan-aturan tersebut juga mengatur sanksi bagi pelaku usaha atau pengunjung yang melanggar.
Sanksinya administratif sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan COVID-19.
Saat ini, perda tersebut sedang dalam tahap pembahasan untuk revisi di DPRD DKI Jakarta. Salah satunya terkait pemberian sanksi.
Pasal 32A dan 32B untuk direvisi terkait pengaturan jenjang sanksi bagi pelanggar prokes selama masa pandemi COVID-19. Mulai dari sanksi sosial, denda administratif Rp500 ribu, Rp50 juta hingga kurungan pidana maksimal tiga bulan.
Siapa yang mengawasi pelaksanaan aturan tersebut? Apa pula sanksi bagi pelanggarnya?
Dalam lingkup perda, penegak aturan dan pengawasan dilakukan oleh Satuan Polisi pamong Praja (Satpol PP).
Baca juga: Sertifikat vaksinasi COVID-19 tersedia versi terbaru
Selain itu Satuan Tugas COVID-19 di setiap wilayah hingga tingkat RT berwenang mengawasi aktivitas pengunjung di tempat makan seperti restoran, lapak-lapak kuliner, rumah makan dan warteg.
Pengawasan dilakukan untuk memastikan tidak terjadi kerumunan. Kerumunan adalah momok terjadinya penularan virus corona (COVID-19).
Di sisi lain, aturan tersebut akan mendorong warga DKI Jakarta untuk segera melaksanakan vaksinasi agar lebih aman ketika melakukan aktivitas di ruang-ruang publik.
Akses untuk mendapatkan vaksin, kini semakin luas sehingga jumlah warga yang telah divaksin terus bertambah setiap hari.
Syarat aktivitas
Berdasarkan data dari corona.jakarta.go.id pada Sabtu (31/7) tercatat vaksinasi untuk dosis pertama telah diberikan kepada 7.507.340 orang atau 85,2 persen dari target 8,81 juta orang.
Untuk vaksinasi dosis kedua mencapai 2.667.299 orang. Sedangkan dosis ketiga khusus untuk tenaga kesehatan sebanyak 3.547 orang.
Dari 7,5 juta orang yang sudah divaksin dosis pertama di Jakarta, sekitar 4,5 juta lebih adalah warga ber-KTP DKI Jakarta.
Sisanya, sekitar tiga juta adalah warga dengan KTP non DKI Jakarta. Sekitar 1,3 juta orang di antaranya adalah warga ber-KTP Jawa Barat dan sekitar 500 ribu warga ber-KTP Banten yang juga divaksin di Jakarta.
Baca juga: Sertifikat vaksinasi yang semakin penting
Bagian terbesar dari warga ber-KTP non DKI Jakarta yang divaksin di Jakarta adalah petugas publik yang bekerja di sini. Mereka jumlahnya 1,6 juta orang.
Jadi, cukup banyak petugas publik yang bekerja di Jakarta, tapi mereka memiliki KTP luar Jakarta. Data itu juga menunjukkan masih banyak warga ber-KTP DKI Jakarta yang belum divaksin.
Karena itu, Gubernur Anies Baswedan mengingatkan, mengajak Ibu Kota masyarakat untuk melakukan vaksinasi secara lengkap.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan kemudahan akses untuk vaksinasi melalui aplikasi JAKI atau mendaftar langsung di fasilitas kesehatan terdekat.
Agaknya kenyataan ini, selama pandemi masih belum bisa dikendalikan sepenuhnya, maka warga Ibu Kota, tak bisa menghindari lagi untuk tidak vaksin COVID-19.
Apalagi nantinya akan semakin banyak aktivitas di ruang-ruang publik di DKI Jakarta mensyaratkan telah divaksin dengan menunjukkan sertifikat vaksinasi yang dimiliki, termasuk ketika makan di warteg.
Beberapa hari terakhir, pembahasan dan pro kontra mengenai waktu makan 20 menit bagi pengunjungnya ketika bersantap, sebagaimana tertuang dalam penyesuaian Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 2 Agustus sempat menghangat.
Namun, tak hanya itu, perbincangan seputar warteg agaknya juga memasuki babak baru.
Hal itu adalah kewajiban bagi pengunjung dan pemilik beserta pelayannya telah divaksin COVID-19, termasuk di dalamnya adalah mampu menunjukkan sertifikat vaksinasi.
Kewajiban itu juga berlaku bagi restoran, kafe, lapak-lapak jajanan atau tenda kuliner serta pedagang makanan skala kaki lima.
Artinya, syarat memiliki sertifikat vaksinasi kini menjadi tren dalam beragam aktivitas publik di Ibu Kota.
"Pelaku usaha, pedagang dan pengunjung harus sudah divaksin COVID-19,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (PPKUMK) DKI Jakarta Andri Yansah.
Kewajiban tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Dinas PPKUMK DKI Jakarta Nomor 402 tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 COVID-19.
Ketentuan itu berlaku hingga 2 Agustus 2021.
Baca juga: Pedagang dan pengunjung warteg di DKI wajib sudah divaksin
Selain itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) juga menerbitkan aturan untuk restoran dan kafe yakni Surat Keputusan Kadis Parekraf Nomor 495 Tahun 2021 yang berlaku hingga 2 Agustus 2021.
Adapun maksimal jumlah pengunjung yang diperkenankan di tempat-tempat makan tersebut adalah sebesar 50 persen dari total kapasitas dan maksimal jam operasional hingga pukul 20.00 WIB.
Selanjutnya, maksimal pengunjung yang makan di tempat adalah sebanyak tiga orang. Untuk alokasi waktu makan maksimal 20 menit dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) ketat.
Aturan itu juga mewajibkan pedagang dan pengunjung di pasar tradisional sudah harus divaksin dengan pengaturan jam buka hingga pukul 15.00 WIB kecuali pasar induk seperti Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Beras Cipinang dapat beroperasi sesuai jam operasionalnya.
Sedangkan maksimal kapasitas pengunjung di pasar tradisional/pasar rakyat yang diperkenankan adalah sebesar 50 persen.
Begitu pula kurir yang mengantar makanan diwajibkan sudah divaksin untuk layanan pengantaran di restoran atau kafe yang berada di mal atau pusat perbelanjaan dan hanya diperbolehkan menerima layanan antar (take away).
Pegawai/karyawan toko swalayan jenis minimarket, supermarket dan hypermarket, perkulakan dan toko/warung kelontong juga harus sudah divaksin COVID-19. Maksimal kapasitas pengunjung adalah 50 persen dengan maksimal jam operasional sampai pukul 20.00 WIB.
Pengawasan
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan kewajiban pengunjung rumah makan atau restoran menunjukkan surat vaksinasi bertujuan agar masyarakat mau divaksin sekaligus disiplin protokol kesehatan.
Penerapannya sederhana saja. Pokoknya siapa yang datang (untuk makan) harus menunjukkan surat vaksinasi atau sertifikat vaksinasi.
Baca juga: Sertifikat vaksinasi COVID-19 jadi instrumen baru protokol kesehatan
Pemilik rumah makan atau kafe tampaknya harus memahami bahwa ini menjadi aturan agar mendorong semua orang melaksanakan vaksinasi.
Untuk restoran, kafe dan rumah makan di dalam gedung atau di dalam mal tidak diperkenankan melayani makan di tempat, namun hanya layanan antar dengan operasional hingga pukul 22.00 WIB.
Aturan-aturan tersebut juga mengatur sanksi bagi pelaku usaha atau pengunjung yang melanggar.
Sanksinya administratif sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan COVID-19.
Saat ini, perda tersebut sedang dalam tahap pembahasan untuk revisi di DPRD DKI Jakarta. Salah satunya terkait pemberian sanksi.
Pasal 32A dan 32B untuk direvisi terkait pengaturan jenjang sanksi bagi pelanggar prokes selama masa pandemi COVID-19. Mulai dari sanksi sosial, denda administratif Rp500 ribu, Rp50 juta hingga kurungan pidana maksimal tiga bulan.
Siapa yang mengawasi pelaksanaan aturan tersebut? Apa pula sanksi bagi pelanggarnya?
Dalam lingkup perda, penegak aturan dan pengawasan dilakukan oleh Satuan Polisi pamong Praja (Satpol PP).
Baca juga: Sertifikat vaksinasi COVID-19 tersedia versi terbaru
Selain itu Satuan Tugas COVID-19 di setiap wilayah hingga tingkat RT berwenang mengawasi aktivitas pengunjung di tempat makan seperti restoran, lapak-lapak kuliner, rumah makan dan warteg.
Pengawasan dilakukan untuk memastikan tidak terjadi kerumunan. Kerumunan adalah momok terjadinya penularan virus corona (COVID-19).
Di sisi lain, aturan tersebut akan mendorong warga DKI Jakarta untuk segera melaksanakan vaksinasi agar lebih aman ketika melakukan aktivitas di ruang-ruang publik.
Akses untuk mendapatkan vaksin, kini semakin luas sehingga jumlah warga yang telah divaksin terus bertambah setiap hari.
Syarat aktivitas
Berdasarkan data dari corona.jakarta.go.id pada Sabtu (31/7) tercatat vaksinasi untuk dosis pertama telah diberikan kepada 7.507.340 orang atau 85,2 persen dari target 8,81 juta orang.
Untuk vaksinasi dosis kedua mencapai 2.667.299 orang. Sedangkan dosis ketiga khusus untuk tenaga kesehatan sebanyak 3.547 orang.
Dari 7,5 juta orang yang sudah divaksin dosis pertama di Jakarta, sekitar 4,5 juta lebih adalah warga ber-KTP DKI Jakarta.
Sisanya, sekitar tiga juta adalah warga dengan KTP non DKI Jakarta. Sekitar 1,3 juta orang di antaranya adalah warga ber-KTP Jawa Barat dan sekitar 500 ribu warga ber-KTP Banten yang juga divaksin di Jakarta.
Baca juga: Sertifikat vaksinasi yang semakin penting
Bagian terbesar dari warga ber-KTP non DKI Jakarta yang divaksin di Jakarta adalah petugas publik yang bekerja di sini. Mereka jumlahnya 1,6 juta orang.
Jadi, cukup banyak petugas publik yang bekerja di Jakarta, tapi mereka memiliki KTP luar Jakarta. Data itu juga menunjukkan masih banyak warga ber-KTP DKI Jakarta yang belum divaksin.
Karena itu, Gubernur Anies Baswedan mengingatkan, mengajak Ibu Kota masyarakat untuk melakukan vaksinasi secara lengkap.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan kemudahan akses untuk vaksinasi melalui aplikasi JAKI atau mendaftar langsung di fasilitas kesehatan terdekat.
Agaknya kenyataan ini, selama pandemi masih belum bisa dikendalikan sepenuhnya, maka warga Ibu Kota, tak bisa menghindari lagi untuk tidak vaksin COVID-19.
Apalagi nantinya akan semakin banyak aktivitas di ruang-ruang publik di DKI Jakarta mensyaratkan telah divaksin dengan menunjukkan sertifikat vaksinasi yang dimiliki, termasuk ketika makan di warteg.
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021
Tags: