Suaka Margasatwa Padang Sugihan ditanami tumbuhan vegetasi gambut lagi
29 Juli 2021 16:19 WIB
FOTO ARSIP - Delegasi The First Asia Bonn Challenge High Level Roundtable Meeting mengunjungi Kebun Plasma Nutfah dan Demonstrasi Plot Restorasi Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran di Desa sepucuk, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel, Selasa (9/5/2017). (ANTARA FOTO/Dolly Rosana/Lmo/nz)
Palembang (ANTARA) - Tanaman khas vegetasi gambut ditanam kembali di Suaka Margasatwa (SM) Padang Sugihan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, sebagai upaya restorasi akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2019.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan Aziz Abdul Latif di Palembang, Kamis, mengatakan sebenarnya tanaman khas itu sudah ditanami sejak tahun 2016 dalam program restorasi gambut berupa memulihan hutan.
Namun, katanya, pada 2019 kawasan SM Padang Sugihan mengalami karhutla sehingga puluhan batang tanaman khas gambut yang sudah ditanam itu turut terbakar.
Karena itu, kata dia, sejak 2020 dilakukan penanaman kembali di kawasan tersebut dengan beragam jenis tanaman seperti pohon meranti, sungkai, belangeran dan jelutung.
“Tanaman-tanaman ini kami pantau terus perkembangannya, dan sejauh ini sesuai dengan harapan tumbuh subur,” katanya.
Hutan SM Padang Sugihan seluas 87 hektare ini sempat terbakar pada 2015 saat terjadi bencana karhutla yang cukup hebat ketika itu.
Kemudian, Badan Restorasi Gambut melalui program 3R (Rewetting, Revegetasi dan Revitalisasi) mencoba memulihkan kawasan ini sejak 2016 dengan menanam meranti, jelutung, bintaro, pile, tembesu, keranji, medang, merawan, salam, perang.
Menurut dia SM Padang Sugihan yang berada di jalur 21 ini berdampingan dengan belasan desa transmigran ini sangat rawan mengalami karhutla.
Karhutla ini bukan hanya mengancam ekosistem manusia tapi juga flora dan fauna di sana. Sebanyak 50 ekor gajah hidup di kawasan ini yang terdiri atas 31 ekor gajah di pusat konservasi dan sisanya merupakan gajah liar.
Pada Sabtu (24/7) sempat terjadi karhutla di area penggunaan lain (APL) atau di luar kawasan hutan yang hanya berjarak 1,5 kilometer meter dari kawasan konservasi SM Padang Sugihan.
Namun kobaran api dapat dipadamkan pada tiga hari kemudian dan belum sempat merambat ke dalam kawasan konservasi, demikian Aziz Abdul Latif.
Baca juga: BKSDA wajibkan warga sekitar SM Sugihan tanam pohon pascakarhutla
Baca juga: Kepala BRG tinjau pemulihan hutan SM Padang Sugihan
Baca juga: Anak gajah sumatera lahir di Suaka Margasatwa Padang Sugihan
Baca juga: Api di Air Sugihan Sumatera Selatan bergerak sangat cepat
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan Aziz Abdul Latif di Palembang, Kamis, mengatakan sebenarnya tanaman khas itu sudah ditanami sejak tahun 2016 dalam program restorasi gambut berupa memulihan hutan.
Namun, katanya, pada 2019 kawasan SM Padang Sugihan mengalami karhutla sehingga puluhan batang tanaman khas gambut yang sudah ditanam itu turut terbakar.
Karena itu, kata dia, sejak 2020 dilakukan penanaman kembali di kawasan tersebut dengan beragam jenis tanaman seperti pohon meranti, sungkai, belangeran dan jelutung.
“Tanaman-tanaman ini kami pantau terus perkembangannya, dan sejauh ini sesuai dengan harapan tumbuh subur,” katanya.
Hutan SM Padang Sugihan seluas 87 hektare ini sempat terbakar pada 2015 saat terjadi bencana karhutla yang cukup hebat ketika itu.
Kemudian, Badan Restorasi Gambut melalui program 3R (Rewetting, Revegetasi dan Revitalisasi) mencoba memulihkan kawasan ini sejak 2016 dengan menanam meranti, jelutung, bintaro, pile, tembesu, keranji, medang, merawan, salam, perang.
Menurut dia SM Padang Sugihan yang berada di jalur 21 ini berdampingan dengan belasan desa transmigran ini sangat rawan mengalami karhutla.
Karhutla ini bukan hanya mengancam ekosistem manusia tapi juga flora dan fauna di sana. Sebanyak 50 ekor gajah hidup di kawasan ini yang terdiri atas 31 ekor gajah di pusat konservasi dan sisanya merupakan gajah liar.
Pada Sabtu (24/7) sempat terjadi karhutla di area penggunaan lain (APL) atau di luar kawasan hutan yang hanya berjarak 1,5 kilometer meter dari kawasan konservasi SM Padang Sugihan.
Namun kobaran api dapat dipadamkan pada tiga hari kemudian dan belum sempat merambat ke dalam kawasan konservasi, demikian Aziz Abdul Latif.
Baca juga: BKSDA wajibkan warga sekitar SM Sugihan tanam pohon pascakarhutla
Baca juga: Kepala BRG tinjau pemulihan hutan SM Padang Sugihan
Baca juga: Anak gajah sumatera lahir di Suaka Margasatwa Padang Sugihan
Baca juga: Api di Air Sugihan Sumatera Selatan bergerak sangat cepat
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021
Tags: