BI: Kebijakan moneter pada 2022 akan fokus kepada stabilitas
29 Juli 2021 16:18 WIB
Tangkapan Layar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (29/07/2021) (ANTARA/Agatha Olivia)
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) akan mengarahkan kebijakan moneter pada 2022 kepada stabilitas setelah sebelumnya seluruh instrumen kebijakan bank sentral dikerahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.
"Sementara kebijakan makroprudensial ataupun sistem pembayaran pada 2022 masih akan bersifat akomodatif untuk pertumbuhan ekonomi," ungkap Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.
Destry menjelaskan, kebijakan moneter tersebut terdiri dari stabilisasi nilai tukar rupiah melalui triple intervention yakni pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Baca juga: BI perkirakan Bank Sentral AS mulai lakukan tapering pada awal 2022
Stabilisasi tersebut diperlukan untuk mengantisipasi dampak tapering off atau pengurangan pembelian aset Bank Sentral AS, The Fed yang kemungkinan dilakukan pada awal 2022.
Selanjutnya, kebijakan moneter yang akan difokuskan kepada stabilitas yakni suku bunga rendah dan likuiditas longgar sampai munculnya indikasi awal kenaikan inflasi secara permanen.
"Suku bunga rendah ini akan terus kami pertahankan walaupun beberapa negara di Amerika Latin dan Rusia sudah mulai menaikkan suku bunga, tapi memang fundamentalnya berbeda dengan Indonesia," ujar Destry.
Kemudian, melalui perubahan kebijakan moneter BI yang kemungkinan baru terjadi pada awal 2022 akan dimulai dari pengurangan likuiditas sebelum kenaikan suku bunga acuan.
Baca juga: BI ungkap sektor yang siap mendukung pertumbuhan kredit pada 2021
Ia melanjutkan, kebijakan stabilitas ini juga akan melalui penguatan sinergi kebijakan, khususnya dengan pemerintah, maupun Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Kendati demikian, kebijakan makroprudensial masih akan tetap akomodatif pada 2022 yang meliputi, melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar seperti Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Loan to Value (LTV) untuk mendorong kredit dan pertumbuhan ekonomi, serta melanjutkan inovasi kebijakan makroprudensial longgar lanjutan untuk mendorong sektor prioritas dan UMKM.
Begitu pula dengan kebijakan digitalisasi sistem pembayaran yang akan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, melalui akselerasi digitalisasi sistem pembayaran melalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia, pengembangan infrastruktur FPMI dan operasional sistem pembayaran, serta efisiensi dan daya saing industri, termasuk pricing policy.
Baca juga: BI paparkan empat hal yang bisa mengakselerasi pertumbuhan kredit 2021
Baca juga: Gubernur BI paparkan empat kunci sukses tingkatkan peran UMKM
"Sementara kebijakan makroprudensial ataupun sistem pembayaran pada 2022 masih akan bersifat akomodatif untuk pertumbuhan ekonomi," ungkap Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis.
Destry menjelaskan, kebijakan moneter tersebut terdiri dari stabilisasi nilai tukar rupiah melalui triple intervention yakni pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Baca juga: BI perkirakan Bank Sentral AS mulai lakukan tapering pada awal 2022
Stabilisasi tersebut diperlukan untuk mengantisipasi dampak tapering off atau pengurangan pembelian aset Bank Sentral AS, The Fed yang kemungkinan dilakukan pada awal 2022.
Selanjutnya, kebijakan moneter yang akan difokuskan kepada stabilitas yakni suku bunga rendah dan likuiditas longgar sampai munculnya indikasi awal kenaikan inflasi secara permanen.
"Suku bunga rendah ini akan terus kami pertahankan walaupun beberapa negara di Amerika Latin dan Rusia sudah mulai menaikkan suku bunga, tapi memang fundamentalnya berbeda dengan Indonesia," ujar Destry.
Kemudian, melalui perubahan kebijakan moneter BI yang kemungkinan baru terjadi pada awal 2022 akan dimulai dari pengurangan likuiditas sebelum kenaikan suku bunga acuan.
Baca juga: BI ungkap sektor yang siap mendukung pertumbuhan kredit pada 2021
Ia melanjutkan, kebijakan stabilitas ini juga akan melalui penguatan sinergi kebijakan, khususnya dengan pemerintah, maupun Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Kendati demikian, kebijakan makroprudensial masih akan tetap akomodatif pada 2022 yang meliputi, melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar seperti Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Loan to Value (LTV) untuk mendorong kredit dan pertumbuhan ekonomi, serta melanjutkan inovasi kebijakan makroprudensial longgar lanjutan untuk mendorong sektor prioritas dan UMKM.
Begitu pula dengan kebijakan digitalisasi sistem pembayaran yang akan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, melalui akselerasi digitalisasi sistem pembayaran melalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia, pengembangan infrastruktur FPMI dan operasional sistem pembayaran, serta efisiensi dan daya saing industri, termasuk pricing policy.
Baca juga: BI paparkan empat hal yang bisa mengakselerasi pertumbuhan kredit 2021
Baca juga: Gubernur BI paparkan empat kunci sukses tingkatkan peran UMKM
Pewarta: Agatha Olivia Victoria/Satyagraha
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2021
Tags: