Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan menaikkan cukai hasil tembakau atau rokok pada 2011 menyusul kenaikan target penerimaan cukai yang meningkat dari Rp59,3 triliun pada APBNP 2010 menjadi Rp60,7 triliun pada RAPBN 2011.

Dokumen Nota Keuangan dan RAPBN 2011 yang diperoleh di Jakarta, Kamis, menyebutkan, salah satu faktor yang berpengaruh pada peningkatan target penerimaan cukai adalah peningkatan tarif cukai rokok sesuai dengan roadmap cukai hasil tembakau.

Faktor lain yang berpengaruh pada peningkatan penerimaan cukai adalah peningkatan tarif cukai minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) dan ethil alkohol (EA), perbaikan administrasi kepabeanan dan cukai, dan extra effort untuk mengurangi peredaran barang kena cukai secara ilegal.

Target penerimaan cukai pada tahun 2011 adalah sebesar Rp60,7 triliun, terdiri atas cukai hasil tembakau sebesar Rp58,1 triliun dan cukai MMEA dan EA sebesar Rp2,7 triliun.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Thomas Sugijata mengakui adanya rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok, namun kenaikannya tidak akan terlalu signifikan.

"Akan ada penyesuaian tarif cukai, tetapi penyesuaian itu masih dalam tahap moderat. Artinya kalau dinaikan tidak akan terlalu signifikan," kata Thomas.

Menurut dia, kenaikan target penerimaan cukai akan dipenuhi dari cukai rokok, bukan dari cukai MMEA atau minuman keras dan EA. Tarif cukai miras sudah mengalami kenaikan lebih dari 100 persen pada 2010 sehingga tidak mungkin dinaikkan kembali pada 2011.

Jika kenaikan cukai itu disetujui DPR maka kenaikan tarif cukai rokok akan mulai berlaku sejak semester pertama 2011.

Thomas menyebutkan, untuk menutup kenaikan terget penerimaan cukai rokok, pemerintah tidak mungkin melakukannya dengan menaikkan jumlah produksi rokok karena pemerintah sudah menentukan pembatasan produksi rokok.

"Secara alamiah produksi rokok memang naik, tetapi akan ada pembatasan sehingga yang dinaikkan tarifnya," katanya.

Sementara mengenai besaran kenaikan tarif cukai rokok, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Agus Supriyanto mengungkapkan besarannya akan disesuaikan dengan perkiraan laju inflasi selama 2011 yaitu sekitar lima persen.

"Sebesar lima persen, ya... inflasilah, sekadar menjaga nilai riilnya tidak turun, dinaikkan lima persen rata-rata," katanya.

Menurut Agus, kenaikan tersebut akan berbeda-beda berdasarkan jenis rokoknya.

"Tapi distribusi untuk tiap jenis rokok beda-beda. Untuk rokok putih lain, rokok kretek lain, untuk yang banyak nyerap tenaga kerja juga lain," katanya.

Sebelumnya pada awal 2010, pemerintah juga memberlakukan kebijakan cukai hasil tembakau. Dalam kebijakan cukai 2010, sistem tarif cukai meneruskan kebijakan yang telah diambil pada tahun 2009, yaitu sistem tarif spesifik untuk semua jenis hasil tembakau dengan tetap mempertimbanqkan batasan produksi dan batasan harga jual eceran.

Pertimbangan atas batasan harga jual eceran ini dilakukan mengingat varian harga jual eceran yang masih berlaku dalam sistem tarif cukai sebelumnya sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan disimplifikasikan secara langsung melainkan dilakukan secara bertahap.

Namun demikian, beban cukai secara keseluruhan mengalami kenaikan dengan besaran kenaikan beban cukai cukup bervariasi.

Kenaikan yang dilakukan pada golongan I dimaksudkan untuk mencapai target penerimaan negara dan pengendalian konsumsi hasil tembakau.

Kenaikan tarif cukai yang lebih besar pada sigaret putih mesin (SPM) diambil dalam rangka menghapus konversi atau menuju tarif cukai yang sama dengan sigaret kretek mesin (SKM).

Besaran kenaikan tarif cukai tahun 2010 untuk sigaret adalah SKM I rata-rata sebesar Rp20, SKM II sebesar Rp20, SPM I sebesar Rp35, SPM II sebesar Rp28, sigaret kretek tangan (SKT) I sebesar Rp15, SKT II sebesar Rp15, dan SKT III sebesar Rp25 per batang.
(ANT/A024)