Beijing (ANTARA News) - Indonesia mendesak China segera merealisasikan kesepakatan currency swap arrangement guna mendukung peningkatan kerja sama perdagangan dan investasi kedua negara.
"Ini penting untuk mendukung peningkatan volume perdagangan dan investasi RI-China," kata Wakil Presiden Boediono usai bertemu PM China Wen Jiabao di Beijing, Rabu.
Pada 23 Maret 2009 RI-China melalui Bank Indonesia dan The People`s Bank of China menandatangani Perjanjian Bilateral Currency Swap Arrangement.
Pada saat itu, Boediono yang masih menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia dan Gubernur People`s Bank of China (PBC), Zhou Xiaochuan menandatangani perjanjian Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA), yang merupakan kerjasama Rupiah/Renmimbi swap line yang setara dengan Rp175 triliun/RMB100 miliar dan berlaku efektif selama 3 tahun dengan kemungkinan perpanjangan atas persetujuan kedua belah pihak.
Keuntungan kerja sama ini, para pelaku pasar ekspor impor kedua negara tidak perlu lagi bertransaksi menggunakan dolar AS.
"Selama ini kan, transaksi dilakukan dari rupiah dikonversi ke dolar baru ke RMB Yuan. Jika kerja sama ini bisa direalisasikan maka bisa langsung tidak perlu menggunakan dolar AS terlebih dulu," kata Wapres Boediono.
Ia mengatakan, meski payung kerja sama sudah disepakati kedua negara namun belum ada realisasi operasionalnya.
Pada kesempatan itu pula, Wapres Boediono juga meminta agar China membuka kesempatan bagi Bank Mandiri membuka cabang di negara Tirai Bambu itu.
"Selama ini Indonesia telah memberikan ijin bagi pembukaan cabang dua bank China yakni Bank of China dan CIBC," ujarnya.
(R018/D012/S026)
RI Desak China Realisasikan "Currency Swap Arrangement"
20 Oktober 2010 16:30 WIB
Wakil Presiden Boediono (ANTARA/Saptono)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010
Tags: