Jakarta (ANTARA News) - Komposer Tony Prabowo menyatakan bangga karena akhirnya dapat mementaskan "Opera Tan Malaka" di Teater Salihara, Jakarta, 18-20 Oktober 2010.

"Akhirnya, gagasan sepuluh tahun lalu itu terwujud. Opera esai Tan Malaka ini memang lebih ekspresif ketimbang opera klasik yang semuanya serba dinyanyikan. Opera ini keluar dari pakem, lebih bebas," kata Tony di Jakarta, Rabu.

Dalam "Opera Tan Malaka" itu, Tony menggarap musiknya dari karya sastra penyair/esais Goenawan Mohammad.

Tony yang juga kurator Komunitas Salihara mengatakan, pada 5 November 2000, gagasan opera esai itu lahir dan hari itu juga ia menawarkan konsep ini kepada Goenawan Mohammad.

Goenawan, yang menilai emosi tak harus dituangkan dengan menyanyi, setuju. Namun, kata Tony, sayangnya opera esai tak segera terwujud lantaran dirinya dan Goenawan memiliki kesibukan masing masing.

Kini, opera ini pun menjadi karya penutup Festival Salihara Ketiga bertajuk "Bianglala Senin Urban", 23 September hingga 20 Oktober 2010.

Tony menciptakan komposisi musik tersebut selama 6 bulan. "Saya berangkat dari libreto, yang ditulis Goenawan. Saya pelajari cukup lama," kata Tony.

Selama proses penciptaan itu, Tony selalu berdiskusi dengan Goenawan, --yang juga bertindak sebagai sutradara-- soal motif musik yang akan digunakan.

Tony pada akhirnya memilih idiom musik yang sangat kontemporer, tak lagi patuh pada konsep opera konvensional.

"Susahnya adalah tidak ada dialog di sana. Setiap partitur tidak mudah dibentuk," ujar Tony.

Tidak ada dialog, karena Goenawan memang menyusun naskah tanpa alur cerita. Tak ada penokohan di sana. Semua aktor hanya bertutur.

Dengan alur semacam ini, kata Tony, membangun karakter musik dan ekspresi dramaturgi tidaklah mudah. "Butuh strategi dan kreativitas untuk membangun dramaturgi itu," katanya.

Karena itu, ia mau tidak mau harus menghidupkan emosi musik, mengikuti tafsir makna dan suasana puisi.

Komposisi dalam opera Tan Malaka diakui Tony lebih ritmis dan sederhana ketimbang dua lakon sebelumnya yang pernah mereka garap, yakni Kali dan King`s Witch.

Komposisi Opera Tan Malaka masih dikatakan umum, yaitu terdapat tema dan pengembangannya. Musik digarap dengan harmoni yang sangat kaya.

Menurut Tony, pola yang dipilihnya adalah bagian bermotif ritmis, berbentuk kanon, bagian harmoni, aria bergaya klangfarben, dan bagian kwintet.

Semula Tony ingin mendekatinya dengan musik gaya Rusia untuk mendapatkan karakter Tan. Namun, ia ingin karyanya lebih sederhana dan komunikatif.

Setelah dipertunjukkan di Jakarta, menurut rencana "Opera Tan Malaka" akan dibawa Robert Van Den Bosch, seorang promotor dari Belanda, untuk dipentaskan di negeri Kincir Angin itu.

"Tapi apapun itu, opera Tan Malaka berhasil membuktikan jika antara musik dan sastra menunjukkan kekhususannya. Karena bisa juga disebut sebagai opera-esai. Sebab yang dipentaskan bukan sebuah cerita, melainkan sebuah wacana tentang salah satu tokoh terpenting revolusi Indonesia," kata Tony.
(ANT-267/B010)