Jakarta (ANTARA) - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-PBNU) menyatakan pelaksanaan regulasi terkait industri tembakau memerlukan pertimbangan berbagai aspek secara menyeluruh.

"Tidak hanya paradigma kesehatan yang digunakan, tetapi juga penting menggunakan paradigma kebudayaan dan paradigma perekonomian," kata Peneliti LAKPESDAM PBNU Hifdzil Alim dalam pernyataan di Jakarta, Selasa.

Hifdzil mengungkapkan hal tersebut terkait hasil riset LAKPESDAM PBNU yang memamparkan bahwa kebijakan pertembakauan dalam PP 109 Tahun 2012 telah membatasi ruang gerak petani di daerah penghasil tembakau seperti Madura, Rembang dan Lombok.

Baca juga: Asosiasi: Pemerintah agar berimbang soal regulasi industri tembakau

Riset tersebut juga menunjukkan bahwa belum ada komodotas lain yang bisa memberikan kontribusi dan menggerakkan perekonomian serta pembangunan di tiga daerah tersebut, selain dari tembakau.

Untuk itu, selain mempertimbangkan paradigma lain, ia mengharapkan pelaksanaan regulasi bisa mempertimbangkan perlindungan dan kesejahteraan petani yang penghasilannya bergantung kepada tembakau.

"Pemerintah pusat dan daerah bisa melaksanakan kebijakan PP Nomor 109 Tahun 2012 secara konsisten, serta menyiapkan mitigasi dampak bagi petani tembakau dan buruh pabrik rokok, salah satunya melalui program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau," katanya.

Baca juga: Asosiasi: Regulasi industri tembakau olahan agar berbasis penelitian

Selain itu, ia mengingatkan pentingnya pola kemitraan antara produsen dengan petani yang dapat menimbulkan kepercayaan serta memperbaiki pola tata kelola niaga dan stabilitas harga jual panen.

Dalam regulasi itu, lanjut dia, juga seharusnya diatur adanya jaminan bagi petani untuk memperoleh asuransi pertanian agar petani dapat bekerja dengan tenang, nyaman, dan optimis.

"Dari kalangan industri, yang perlu dilibatkan secara aktif dan menjadi komponen penting tidak hanya industri hasil tembakau (IHT) yang berskala raksasa, tetapi justru yang paling penting adalah IHT berskala UMKM," ujar Hifdzil.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Namun, implementasi PP tersebut menimbulkan ketidakpastian usaha bagi petani tembakau karena banyaknya pembatasan dalam produksi, pengolahan, pemasaran, dan konsumsi produk tembakau.