Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan perubahan iklim atau climate change dan pandemi COVID-19 merupakan tantangan global yang diperkirakan memiliki dampak dan tekanan yang sama.

“Climate change adalah global disaster yang magnitude-nya diperkirakan akan sama dengan pandemi,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.

Perubahan iklim yang merupakan ancaman nyata bagi global telah dipelajari oleh para ilmuwan yakni semakin banyak negara melakukan pembangunan maka semakin besar juga potensi terhadap kenaikan suhu dunia.

Baca juga: ACB: Hutan mangrove ASEAN lindungi masyarakat hadapi perubahan iklim

Hal itu dapat terjadi karena pembangunan yang dilakukan akan mendorong mobilitas masyarakat maupun meningkatkan penggunaan energi sehingga tekanan terhadap sumber daya alam (SDA) menjadi semakin nyata.

“Seluruh kegiatan manusia juga semakin menghasilkan CO2 emission atau emisi karbon yang mengancam dunia dalam bentuk kenaikan suhu,” ujarnya.

Sri Mulyani menuturkan dunia sedang berlomba-lomba menekan potensi kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat agar terhindar dari dampak katastropik yang akan mempengaruhi seluruh makhluk hidup jika tidak segera ditangani.

Menurutnya, hal ini akan sama dengan pandemi COVID-19 yaitu tidak akan ada satu negara pun yang mampu terbebas dari ancaman dampak dari perubahan iklim.

Baca juga: ADB dukung RI capai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan

Jika dari sisi pandemi, negara yang paling tidak siap sistem kesehatan, kemampuan fiskal, kedisiplinan dan kemampuan untuk mendapatkan vaksin maupun melakukan vaksinasi akan terkena dampak paling berat.

Sama halnya jika dilihat dari sisi perubahan iklim, negara-negara miskin pun akan mendapat dampak yang jauh lebih berat sehingga seluruh dunia saat ini berikhtiar untuk menekan potensi dampak katastropik dari climate change ini.

“Momentum ini sekarang meningkat dalam beberapa pertemuan para pemimpin-pemimpin dunia,” katanya.

Oleh sebab itu, Sri Mulyani menegaskan penanganan perubahan iklim membutuhkan komitmen dari semua pihak karena sama dengan pandemi COVID-19 yang tidak bisa hanya bergantung pada satu aktor.

“Tidak hanya bergantung pada satu aktor apakah pemerintah, satu negara meskipun dia powerfull sekalipun tidak akan bisa. Satu perusahaan tidak akan bisa, satu sektor tidak akan bisa. Jadi ekosistem seluruh dunia harus berubah,” tegasnya.