Kupang (ANTARA News) - Populasi indukan sapi produktif yang makin menurun akibat tingginya tingkat pemotongan menjadi pemicu dalam pengembangan ternak sapi di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pelaksanan Tugas Kepala Dinas Peternakan Nusa Tenggara Timur Ansgerius Takalapeta, di Kupang, Senin, mengatakan, rata-rata setahun ternak yang dipotong mencapai 70 persen dari total populasi.

"Petani menjual ternaknya akibat tekanan ekonomi dan kebutuhan konsumsi rumah tangga," ujarnya.

Untuk mengatasi ancaman ini, pihaknya memperketat pengawasan di lapangan terutama di pelabuhan ternak dan tempat potong hewan (TPH) yang ada.

Ia mengatakan di setiap pelabuhan pengiriman ternak terlebih dahulu diperiksa di pintu gerbang untuk mengetahui, apakah pemilik atau pengusaha sapi memiliki dokumen resmi atau tidak.

"Apabila tidak memiliki dokumen, maka sapi-sapi tersebut merupakan sapi bibit (betina) yang dilarang untuk diantarpulaukan, sehingga harus segera diamankan petugas," katanya.

Demikian pula di TPH yang ada di kota/kabupaten, Dinas Peternakan selalu menempatkan petugas khusus untuk melakukan pengecekan, apakah sapi yang hendak di potong memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu bukan sapi bibit yang masih berkembangbiak.

Selain itu, pihak Dinas peternakan juga secara periodik melakukan kampanye dan penyuluhan kepada para peternak atau pihak lain yang terkait dengan pengembangan ternak, sebagai bentuk penyadaran kepada mereka untuk mewujudkan pengembangan ternak," katanya.

Dekan Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Agustinus Konda Malik, mengatakan seluruh peternak, pengusaha dan satuan kerja perangkat daerah terkait, agar meningkatkan populasi dengan selamatkan untuk ternak produktif.

Khusus untuk pemilik ternak di Nusa Tenggara Timur diimbau tidak memotong atau menjual ternak produktif, baik betina maupun jantan, karena akan mengganggu upaya peningkatan populasi ternak di wilayah ini.

Tindakan penyelamatan itu juga untuk mewujudkan program pemerintahan Gubernur Frans Lebu Raya dan Esthon L Foenay yang ingin menjadikan wilayah ini sebagai provinsi ternak pada waktu yang akan datang.

Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur menargetkan untuk meningkatkan populasi ternak sapi dari 577.552 ekor pada tahun 2009 menjadi 722.823 ekor atau bertambah lima persen tiap tahun pada 2013.

Untuk merealisasikan target tersebut, pemerintah akan berupaya menekan angka kematian dan mendukung kelahiran ternak sapi, menghentikan pemotongan ternak sapi betina produktif dan mengurangi antarpulau ternak ke luar NTT.

Dia mengatakan pemotongan ternak sapi hingga akhir 2009 mencapai 54.042 ekor atau meningkat satu persen lebih dari tahun 2008 sebanyak 53.004 sehingga tidak seimbang dan sangat mengganggu populasi ternak di provinsi kepulauan itu.

Menurut Malik, cara penyelamatan lain yang paling tepat adalah, menebus sapi yang telah dijual ke tempat pemotongan hewan dalam keadaan bunting dengan memberikan uang jaminan kepada peternak dan uang tersebut akan dikembalikan peternak pada tenggat waktu tertentu.

"Tekanan ekonomi dan tuntutan kebutuhan peternak, terkadang membuat peternak panik sehingga tidak ada pilihan lain kecuali menjual ternak sapi produktif apalagi yang dijual adalah ternak betina yang sedang bunting," katanya. (ANT-084/K004)