Ahli: Gejala COVID-19 muncul usai vaksinasi karena masa inkubasi virus
26 Juli 2021 18:50 WIB
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof. Amin Soebandrio. ANTARA/Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional/pri.
Jakarta (ANTARA) - Ahli dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio mengatakan gejala COVID-19 muncul beberapa hari setelah menjalani vaksinasi diakibatkan karena seseorang sedang berada dalam masa inkubasi virus penyebab COVID-19 menginfeksi tubuh dan sudah terpapar virus sebelum mengikuti vaksinasi.
"Proses inkubasi virusnya tetap berjalan, sehingga dua tiga hari setelah suntikan (vaksin COVID-19) baru muncul gejala COVID-19 dan itu cukup banyak sih, artinya mereka sedang dalam masa inkubasi, sehingga otomatis beberapa hari setelah vaksinasi muncul gejalanya," kata Amin Soebandrio yang juga Kepala Lembaga Eijkman itu saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
Baca juga: Eijkman: Vaksin COVID-19 tidak mengandung chip
Amin menuturkan proses inkubasi bisa membutuhkan waktu beberapa hari hingga satu mingguan, bahkan pada kasus tertentu ada yang lebih lama waktunya.
"Kita sering kali tidak bisa membedakan seseorang itu dari tampilannya, gejala klinisnya apakah dia orang yang sehat atau sedang dalam masa inkubasi. Masa inkubasi bisa beberapa hari sampai sekitar sepekan, ada yang lebih panjang sih. Mungkin orang itu sudah merasa, tapi karena masih ringan menganggap tidak ada gejala apa-apa, sehingga vaksinasi tetap dijalankan tapi proses inkubasi virusnya tetap berjalan," tuturnya.
Amin mengatakan infeksi COVID-19 yang muncul beberapa hari setelah menjalani vaksinasi COVID-19 tersebut, bukan disebabkan oleh vaksin COVID-19 yang telah disuntikkan ke dalam tubuh.
"Apalagi, vaksin yang diberikan itu adalah vaksin yang sudah diinaktivasi sudah mati, jadi sama sekali tidak menimbulkan infeksi," ujarnya.
Vaksin yang sudah diinaktivasi mengandung bagian virus yang sudah dimatikan, sehingga tidak memiliki risiko untuk melakukan replikasi di dalam tubuh penerima vaksin. Dengan demikian, vaksin tidak menimbulkan infeksi COVID-19.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak perlu khawatir menjalani vaksinasi COVID-19.
Amin menuturkan idealnya seseorang yang akan disuntikkan vaksin COVID-19 memang harus dipastikan dalam keadaan sehat. Bagi mereka yang memiliki komorbid, tapi dalam keadaan terkontrol, vaksin COVID-19 bisa diberikan.
Tim medis dan paramedis di tempat penyuntikan vaksin atau sentra vaksinasi akan melakukan skrining atau pemeriksaan kesehatan. Pada saat itu, masyarakat harus jujur jika sedang mengalami sesuatu.
Baca juga: Faktor inkubasi bisa sebabkan peserta vaksinasi terpapar COVID-19
Baca juga: Pakar: Vaksin tak serta merta hentikan pandemi COVID-19
"Misalnya dia sedang demam karena sebab lain ditunda dulu vaksinasinya. Kalau tidak ada apa-apa ya jangan diada-adain," tuturnya.
Selain itu, vaksin COVID-19 yang digunakan tersebut telah dipastikan aman, karena sudah diuji sebelum disuntikkan kepada masyarakat melalui berbagai proses pengujian dan uji klinik. Dalam pembuatan vaksin, keamanan menjadi prioritas utama.
Vaksin juga dipastikan memiliki efikasi yang dibutuhkan untuk melawan infeksi virus corona penyebab COVID-19.
"Proses inkubasi virusnya tetap berjalan, sehingga dua tiga hari setelah suntikan (vaksin COVID-19) baru muncul gejala COVID-19 dan itu cukup banyak sih, artinya mereka sedang dalam masa inkubasi, sehingga otomatis beberapa hari setelah vaksinasi muncul gejalanya," kata Amin Soebandrio yang juga Kepala Lembaga Eijkman itu saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
Baca juga: Eijkman: Vaksin COVID-19 tidak mengandung chip
Amin menuturkan proses inkubasi bisa membutuhkan waktu beberapa hari hingga satu mingguan, bahkan pada kasus tertentu ada yang lebih lama waktunya.
"Kita sering kali tidak bisa membedakan seseorang itu dari tampilannya, gejala klinisnya apakah dia orang yang sehat atau sedang dalam masa inkubasi. Masa inkubasi bisa beberapa hari sampai sekitar sepekan, ada yang lebih panjang sih. Mungkin orang itu sudah merasa, tapi karena masih ringan menganggap tidak ada gejala apa-apa, sehingga vaksinasi tetap dijalankan tapi proses inkubasi virusnya tetap berjalan," tuturnya.
Amin mengatakan infeksi COVID-19 yang muncul beberapa hari setelah menjalani vaksinasi COVID-19 tersebut, bukan disebabkan oleh vaksin COVID-19 yang telah disuntikkan ke dalam tubuh.
"Apalagi, vaksin yang diberikan itu adalah vaksin yang sudah diinaktivasi sudah mati, jadi sama sekali tidak menimbulkan infeksi," ujarnya.
Vaksin yang sudah diinaktivasi mengandung bagian virus yang sudah dimatikan, sehingga tidak memiliki risiko untuk melakukan replikasi di dalam tubuh penerima vaksin. Dengan demikian, vaksin tidak menimbulkan infeksi COVID-19.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak perlu khawatir menjalani vaksinasi COVID-19.
Amin menuturkan idealnya seseorang yang akan disuntikkan vaksin COVID-19 memang harus dipastikan dalam keadaan sehat. Bagi mereka yang memiliki komorbid, tapi dalam keadaan terkontrol, vaksin COVID-19 bisa diberikan.
Tim medis dan paramedis di tempat penyuntikan vaksin atau sentra vaksinasi akan melakukan skrining atau pemeriksaan kesehatan. Pada saat itu, masyarakat harus jujur jika sedang mengalami sesuatu.
Baca juga: Faktor inkubasi bisa sebabkan peserta vaksinasi terpapar COVID-19
Baca juga: Pakar: Vaksin tak serta merta hentikan pandemi COVID-19
"Misalnya dia sedang demam karena sebab lain ditunda dulu vaksinasinya. Kalau tidak ada apa-apa ya jangan diada-adain," tuturnya.
Selain itu, vaksin COVID-19 yang digunakan tersebut telah dipastikan aman, karena sudah diuji sebelum disuntikkan kepada masyarakat melalui berbagai proses pengujian dan uji klinik. Dalam pembuatan vaksin, keamanan menjadi prioritas utama.
Vaksin juga dipastikan memiliki efikasi yang dibutuhkan untuk melawan infeksi virus corona penyebab COVID-19.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021
Tags: