Komite BPH Migas berakhir, Fanshurullah Asa luncurkan dua buku
25 Juli 2021 13:59 WIB
Fanshurullah Asa, Kepala BPH Migas periode 2017-2021 di penghujung masa bhakti mempertahankan tradisi dengan menerbitkan dua buku yang diberi judul "Energi untuk Kemandirian" dan "Talang Emas Hilir Migas". (HO-Istimewa)
Pontianak (ANTARA) - Kepala BPH Migas periode 2017-2021 Fanshurullah Asa mempertahankan tradisi dengan menerbitkan dua buku yang diberi judul "Energi untuk Kemandirian" dan "Talang Emas Hilir Migas" di penghujung masa bhaktinya.
"Sebagai sebuah periode, Komite BPH Migas 2017-2021 selain memiliki pencapaian, tentu juga memiliki catatan-catatan yang umumnya akan dituangkan dalam rekomendasi agar bisa menjadi perhatian Komite berikutnya," kata Fanshurullah Asa saat dihubungi di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu.
Ia menjelaskan isi buku yang berjudul Energi untuk Kemandirian berisi refleksi 10 tahun berkiprah sebagai Komite BPH Migas, juga sebagai Kepala BPH Migas dan pengalaman hampir 30 tahun di sektor migas. Sedangkan buku yang berjudul Talang Emas Hilir Migas berisi testimoni para tokoh nasional terhadap sosok Ifan, panggilan akrabnya.
"Dua buku ini adalah pertanggungjawaban secara intelektual dan leadership tentang visi dan capaian selama bertugas di BPH Migas dan di sektor hilir migas," ujar Fanshurullah Asa.
Baca juga: DPR gelar uji kelayakan calon komite BPH Migas usulan Presiden
Pada ilustrasi isi buku menggambarkan di antaranya Indonesia pernah menjadi primadona khususnya minyak. Produksi melimpah dan berhak menjadi anggota organisasi produsen minyak mentah dunia, OPEC. Namun catatan sejarah emas itu telah pupus ketika Indonesia menjadi importir minyak untuk memenuhi kebutuhan konsumen domestik.
Sementara itu produksi gas alam yang melimpah lebih banyak dinikmati negara lain ketimbang anak bangsanya sendiri. "Pada saat ini, muncul keinginan untuk mengembalikan kejayaan sektor migas di Tanah Air. Sejumlah regulasi terus dibenahi guna menarik investasi," kata dia.
Aspek kelembagaan terus ditata untuk memastikan semua lapisan masyarakat menikmati manfaat dari sektor migas, baik manfaat langsung maupun tidak langsung. "Manfaat langsung tentunya dapat berupa kemudahan mendapatkan BBM dan gas alam, harga yang terjangkau, pasokan yang terjamin, dan lain-lain," katanya.
Manfaat tidak langsung bisa dirasakan dengan bergeraknya roda perekonomian nasional maupun daerah, yang salah satunya didorong sumbangan sektor migas, yang menjadikan masyarakat lebih makmur dan sejahtera.
"Aspek kemanfaatan energi secara langsung kepada masyarakat itulah yang ditangani BPH Migas. Badan ini bertugas menata, mengatur, dan mengawasi hilir migas dengan baik agar penyediaan dan distribusi energi, terutama BBM dan gas alam, lancar hingga ke seluruh wilayah Indonesia," katanya.
Baca juga: Pemerintah setujui rencana pengembangan proyek gas di Tanjung Enim
UU Migas, kata dia, secara eksplisit menyebutkan bahwa BPH Migas adalah sebuah badan independen untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian BBM dan gas bumi pada kegiatan usaha hilir yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau niaga.
BPH Migas sudah berusia 18 tahun.
"Sejauh ini, BPH Migas masih berkutat pada persoalan distribusi BBM dan gas bumi. Itu pun hanya yang dilaksanakan melalui pipa. BPH Migas sama sekali belum hadir dalam aspek pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan migas," ungkap dia.
Banyak gagasan untuk mengantarkan BPH Migas memasuki ceruk bisnis tersebut. Misalnya, dengan menggunakan dana Iuran Badan Usaha (IBU) untuk membangun depo-depo penyimpanan BBM, pembangunan SPBU skala kecil di pedesaan dan daerah 3T, dan lain-lain.
"Sayangnya, langkah BPH Migas untuk merealisasikan gagasan ini masih terkendala berbagai soal, terutama aspek legalitas. Distribusi BBM ke seluruh pelosok negeri bukan hanya sekedar persoalan niaga," kata dia.
Ia melanjutkan komoditas ini tidak bisa dilepaskan begitu saja kepada mekanisme pasar karena akan menimbulkan disparitas harga yang lebar. "Harga BBM di Pulau Jawa pasti akan murah karena pasokannya lancar dan infrastrukturnya mumpuni. Tetapi, masyarakat di luar Pulau Jawa akan tercekik harga BBM yang mahal. Di sini, BPH Migas hadir untuk memberikan keadilan energi dengan mendukung kebijakan BBM Satu Harga," kata Fanshurullah Asa.
Ia berharap melalui buku tersebut dengan bahasa penyajian tulisan lugas dan efektif, menjadi lebih enak dibaca dan mudah dipahami terlebih bagi kalangan yang berkecimpung dan menaruh perhatian pada sektor migas.
Selain itu, memperluas cakrawala pemahaman khususnya hilir migas, urgensi maupun kompetensi diri sebab yang dituangkan adalah pemikiran terukur berdasarkan pengalaman yang lebih dari cukup, saling berkaitan dan komprehensif.
Peluncuran buku akan dilangsungkan secara hibrid, online dan offline, tentu dengan mengetatkan protokol kesehatan. Buku dicetak dan diterbitkan oleh Kompas Gramedia, dijual dalam bentuk cetakan dan e book. Di dalamnya tertuang kata pengantar dari Wantimpres RI, Dr. (HC) Habib Luthfi bin Ali bin Yahya.
"Sebagai sebuah periode, Komite BPH Migas 2017-2021 selain memiliki pencapaian, tentu juga memiliki catatan-catatan yang umumnya akan dituangkan dalam rekomendasi agar bisa menjadi perhatian Komite berikutnya," kata Fanshurullah Asa saat dihubungi di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu.
Ia menjelaskan isi buku yang berjudul Energi untuk Kemandirian berisi refleksi 10 tahun berkiprah sebagai Komite BPH Migas, juga sebagai Kepala BPH Migas dan pengalaman hampir 30 tahun di sektor migas. Sedangkan buku yang berjudul Talang Emas Hilir Migas berisi testimoni para tokoh nasional terhadap sosok Ifan, panggilan akrabnya.
"Dua buku ini adalah pertanggungjawaban secara intelektual dan leadership tentang visi dan capaian selama bertugas di BPH Migas dan di sektor hilir migas," ujar Fanshurullah Asa.
Baca juga: DPR gelar uji kelayakan calon komite BPH Migas usulan Presiden
Pada ilustrasi isi buku menggambarkan di antaranya Indonesia pernah menjadi primadona khususnya minyak. Produksi melimpah dan berhak menjadi anggota organisasi produsen minyak mentah dunia, OPEC. Namun catatan sejarah emas itu telah pupus ketika Indonesia menjadi importir minyak untuk memenuhi kebutuhan konsumen domestik.
Sementara itu produksi gas alam yang melimpah lebih banyak dinikmati negara lain ketimbang anak bangsanya sendiri. "Pada saat ini, muncul keinginan untuk mengembalikan kejayaan sektor migas di Tanah Air. Sejumlah regulasi terus dibenahi guna menarik investasi," kata dia.
Aspek kelembagaan terus ditata untuk memastikan semua lapisan masyarakat menikmati manfaat dari sektor migas, baik manfaat langsung maupun tidak langsung. "Manfaat langsung tentunya dapat berupa kemudahan mendapatkan BBM dan gas alam, harga yang terjangkau, pasokan yang terjamin, dan lain-lain," katanya.
Manfaat tidak langsung bisa dirasakan dengan bergeraknya roda perekonomian nasional maupun daerah, yang salah satunya didorong sumbangan sektor migas, yang menjadikan masyarakat lebih makmur dan sejahtera.
"Aspek kemanfaatan energi secara langsung kepada masyarakat itulah yang ditangani BPH Migas. Badan ini bertugas menata, mengatur, dan mengawasi hilir migas dengan baik agar penyediaan dan distribusi energi, terutama BBM dan gas alam, lancar hingga ke seluruh wilayah Indonesia," katanya.
Baca juga: Pemerintah setujui rencana pengembangan proyek gas di Tanjung Enim
UU Migas, kata dia, secara eksplisit menyebutkan bahwa BPH Migas adalah sebuah badan independen untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian BBM dan gas bumi pada kegiatan usaha hilir yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau niaga.
BPH Migas sudah berusia 18 tahun.
"Sejauh ini, BPH Migas masih berkutat pada persoalan distribusi BBM dan gas bumi. Itu pun hanya yang dilaksanakan melalui pipa. BPH Migas sama sekali belum hadir dalam aspek pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan migas," ungkap dia.
Banyak gagasan untuk mengantarkan BPH Migas memasuki ceruk bisnis tersebut. Misalnya, dengan menggunakan dana Iuran Badan Usaha (IBU) untuk membangun depo-depo penyimpanan BBM, pembangunan SPBU skala kecil di pedesaan dan daerah 3T, dan lain-lain.
"Sayangnya, langkah BPH Migas untuk merealisasikan gagasan ini masih terkendala berbagai soal, terutama aspek legalitas. Distribusi BBM ke seluruh pelosok negeri bukan hanya sekedar persoalan niaga," kata dia.
Ia melanjutkan komoditas ini tidak bisa dilepaskan begitu saja kepada mekanisme pasar karena akan menimbulkan disparitas harga yang lebar. "Harga BBM di Pulau Jawa pasti akan murah karena pasokannya lancar dan infrastrukturnya mumpuni. Tetapi, masyarakat di luar Pulau Jawa akan tercekik harga BBM yang mahal. Di sini, BPH Migas hadir untuk memberikan keadilan energi dengan mendukung kebijakan BBM Satu Harga," kata Fanshurullah Asa.
Ia berharap melalui buku tersebut dengan bahasa penyajian tulisan lugas dan efektif, menjadi lebih enak dibaca dan mudah dipahami terlebih bagi kalangan yang berkecimpung dan menaruh perhatian pada sektor migas.
Selain itu, memperluas cakrawala pemahaman khususnya hilir migas, urgensi maupun kompetensi diri sebab yang dituangkan adalah pemikiran terukur berdasarkan pengalaman yang lebih dari cukup, saling berkaitan dan komprehensif.
Peluncuran buku akan dilangsungkan secara hibrid, online dan offline, tentu dengan mengetatkan protokol kesehatan. Buku dicetak dan diterbitkan oleh Kompas Gramedia, dijual dalam bentuk cetakan dan e book. Di dalamnya tertuang kata pengantar dari Wantimpres RI, Dr. (HC) Habib Luthfi bin Ali bin Yahya.
Pewarta: Teguh Imam Wibowo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021
Tags: