Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Trafficking dan Eksploitasi Ai Maryati Solihah mengungkapkan kekerasan yang terjadi pada anak selama masa pandemi COVID-19 dominan dilakukan oleh ibu.

“Anak-anak 23 persen secara fisik mengakui pernah dicubit orang tua, dengan total 63 persen dicubit ibu, 36 persen oleh kakak, diikuti dengan ayah sebesar 27 persen. Di sini kami memberikan 'highlight' ibu menjadi pelaku karena ada efek domino dari beban ganda bahkan multi ya,” kata Ai dalam webinar Membangun Relasi Ibu dan Anak di Masa Pandemi yang diselenggarakan oleh Jaman Perempuan Indonesia secara daring di Jakarta, Sabtu.

Berdasarkan data survei terhadap 25.164 responden anak dan 14.169 orang tua yang dilakukan di 34 provinsi di 2020, ia mengatakan kekerasan fisik pertama yang dilakukan seorang ibu adalah mencubit anak, diikuti dengan memukul dan menjewer telinga anak. Sedangkan secara psikis, sebesar 79 persen anak mengakui pernah dimarahi dan dibentak oleh ibu.

Menurut dia, kekerasan tersebut terjadi karena adanya beban dari peran ganda yang harus dilakukan oleh seorang ibu, baik saat menjadi ibu rumah tangga, pekerja kantor, atau guru bagi anak saat berada di rumah selama pandemi.

Baca juga: Kak Seto sebut kekerasan pada anak meningkat saat pandemi
Baca juga: Stres saat pandemi, bukan alasan untuk lakukan kekerasan pada anak


“Dampak domino itu menjadi 'related' dengan penelitian Komnas Perempuan juga, bahwa situasi emosi yang dirasakan ibu saat pandemi ini harus menemukan kanal untuk menyampaikan atau mengekspresikan atau mengkonsultasikan. Tapi inilah yang belum dilakukan,” katanya.

Berbicara soal bagaimana pengasuhan terhadap anak, sebesar 66 persen orang tua mengaku tidak pernah mengikuti pelatihan atau mendapat informasi tentang pengasuhan anak. Sisanya, mengaku pernah mendapatkan informasi pengasuhan anak melalui media sosial.

Sementara itu, psikolog klinis sekaligus pejabat eksekutif tertinggi (CEO) dan pendiri Personal Growth Ratih Ibrahim mengatakan orang tua perlu menerapkan konsep kasih, konsekuen, konsisten, kompak, kompromi (5K) dalam pengasuhan anak.

“Jadi waktu melakukan pengasuhan pada anak kita konsepnya 5K saja deh. Nomor satu kasih, kita sayangi anak kita. Dengan kasih, seberat-beratnya, semenantang-menantangnya kita, tetap punya kasih sayang di situ,” kata Ratih.

Selanjutnya, menurut dia, orang tua perlu konsekuen dengan apa yang telah diajarkan kepada anak. Seperti saat mengajarkan anak untuk memakan sayuran, hal ini perlu diimbangi dengan konsistensi yang dapat membantu sistem tersebut berjalan.

Ratih mengatakan, bila sistem yang telah dibuat oleh orang tua dapat berjalan secara konsekuen dan konsisten, maka keluarga akan menjadi kompak.

“Ini adalah tahun untuk kolaborasi, semua kita lakukan bareng-bareng bapak, ibu, anak. Anak masih kecil memang bisa diajarkan tanggung jawab, bu? Bisa kok,” katanya menjelaskan konsep terakhir dalam pengasuhan terhadap anak.

Baca juga: KPAI: Kondisi psikologi ortu berdampak pada kekerasan terhadap anak
Baca juga: MPR dukung penguatan Kemen-PPPA tekan kekerasan pada perempuan-anak