Ekonom sarankan adanya perpanjangan aturan pelebaran defisit APBN
23 Juli 2021 19:45 WIB
Tangkapan Layar Ekonom Senior Aviliani dalam Diskusi Daring di Jakarta, Jumat (23/07/2021). (ANTARA/Agatha Olivia)
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Senior Aviliani menyarankan adanya perpanjangan aturan pelebaran defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di atas tiga persen terhadap PDB setelah berakhir pada 2023.
"Undang-Undang pelebaran defisit dibuat dengan kemungkinan pandemi pulih dalam tiga tahun. Saat itu kita belum tahu apa akan ada gelombang kedua atau ketiga seperti saat ini, sehingga wajar saja kalau kita kembali membutuhkan pelebaran defisit ini," ujar Aviliani dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.
Ia berpendapat, pelebaran defisit merupakan hal yang wajar di tengah pandemi, asalkan ditujukan untuk kebutuhan yang bisa memulihkan ekonomi terutama jangka menengah panjang.
Baca juga: Sri Mulyani perkirakan defisit APBN 2021 hanya Rp939,6 triliun
Kendati demikian, Aviliani menyoroti rendahnya serapan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), di tengah tingginya pembiayaan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Maka dari itu, ia menyarankan agar pemerintah bisa melakukan perbaikan penyerapan agar lebih cepat dan tepat sasaran serta realokasi anggaran ke depannya, tidak hanya selama pandemi berlangsung.
"Perbaikan bisa dilakukan salah satunya melalui digitalisasi anggaran dan kebijakan pemerintah," katanya.
Selain itu, Aviliani berharap APBN bisa semakin fleksibel ke depannya, khususnya saat krisis melanda, agar pemerintah bisa lebih sigap dalam mengeluarkan kebijakan.
Baca juga: Sri Mulyani: Defisit APBN semester I-2021 sebesar 1,72 persen PDB
"Sehingga kalau terdapat perubahan kebijakan mendadak seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB), keuangan negara bisa otomatis mengikuti dan tidak perlu menunggu persetujuan yang bisa memakan waktu sekitar tiga bulan," ujar Aviliani.
Pelebaran defisit anggaran hingga melebihi batas aman tiga persen terhadap PDB hingga 2022, merupakan amanah dari UU No 2 Tahun 2020 untuk menangani COVID-19 yang bisa mengganggu stabilitas perekonomian dan sistem keuangan.
Dalam APBN 2021, defisit anggaran ditetapkan sebesar 5,7 persen terhadap PDB atau setara Rp1.006,4 triliun. Jumlah ini menurun pada RAPBN 2022 yang direncanakan pada kisaran 4,51 persen-4,85 persen terhadap PDB.
Baca juga: Anggota DPR ingatkan jangan terlena defisit APBN lewati 3 persen
Baca juga: Pengamat: Reformasi pajak bisa atasi pelebaran defisit APBN
"Undang-Undang pelebaran defisit dibuat dengan kemungkinan pandemi pulih dalam tiga tahun. Saat itu kita belum tahu apa akan ada gelombang kedua atau ketiga seperti saat ini, sehingga wajar saja kalau kita kembali membutuhkan pelebaran defisit ini," ujar Aviliani dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.
Ia berpendapat, pelebaran defisit merupakan hal yang wajar di tengah pandemi, asalkan ditujukan untuk kebutuhan yang bisa memulihkan ekonomi terutama jangka menengah panjang.
Baca juga: Sri Mulyani perkirakan defisit APBN 2021 hanya Rp939,6 triliun
Kendati demikian, Aviliani menyoroti rendahnya serapan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), di tengah tingginya pembiayaan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Maka dari itu, ia menyarankan agar pemerintah bisa melakukan perbaikan penyerapan agar lebih cepat dan tepat sasaran serta realokasi anggaran ke depannya, tidak hanya selama pandemi berlangsung.
"Perbaikan bisa dilakukan salah satunya melalui digitalisasi anggaran dan kebijakan pemerintah," katanya.
Selain itu, Aviliani berharap APBN bisa semakin fleksibel ke depannya, khususnya saat krisis melanda, agar pemerintah bisa lebih sigap dalam mengeluarkan kebijakan.
Baca juga: Sri Mulyani: Defisit APBN semester I-2021 sebesar 1,72 persen PDB
"Sehingga kalau terdapat perubahan kebijakan mendadak seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB), keuangan negara bisa otomatis mengikuti dan tidak perlu menunggu persetujuan yang bisa memakan waktu sekitar tiga bulan," ujar Aviliani.
Pelebaran defisit anggaran hingga melebihi batas aman tiga persen terhadap PDB hingga 2022, merupakan amanah dari UU No 2 Tahun 2020 untuk menangani COVID-19 yang bisa mengganggu stabilitas perekonomian dan sistem keuangan.
Dalam APBN 2021, defisit anggaran ditetapkan sebesar 5,7 persen terhadap PDB atau setara Rp1.006,4 triliun. Jumlah ini menurun pada RAPBN 2022 yang direncanakan pada kisaran 4,51 persen-4,85 persen terhadap PDB.
Baca juga: Anggota DPR ingatkan jangan terlena defisit APBN lewati 3 persen
Baca juga: Pengamat: Reformasi pajak bisa atasi pelebaran defisit APBN
Pewarta: Agatha Olivia Victoria/Satyagraha
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2021
Tags: