Jakarta (ANTARA News) - Institusi intelejen harus proaktif turun hingga "ke bawah" guna mendeteksi tumbuhnya gerakan separatis di tanah air.

"Tidak hanya instansi di daerah yang harus memperkuat pemantauan terhadap tumbuhnya separatis. Institusi intelejen pun harus proaktif turun ke bawah," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan HAM, Hafid Abbas, kepada ANTARA usai diskusi "Dampak Gerakan RMS di Den Haag-Belanda" di Jakarta, Kamis.

Sebelumnya ia mengatakan benih-benih separatis muncul di lingkup masyarakat terkecil di tingkat bawah. Karena itu sensitivitas harus dibangun di tingkat bawah, tidak saja dengan memperkuat pemantauan instansi daerah tetapi juga institusi intelejen.

Selain itu, ia mengatakan bahwa sekecil apapun masalah yang timbul di lingkup masyarakat terkecil harus diketahui dan diselesaikan. Sehingga masalah kecil tidak menjadi besar di kemudian hari.

Akar masalah yang muncul yang dapat memicu timbulnya kelompok separatis terkadang tidak linier, tetapi kompleks dan multidimensi. Karena itu, ia mengatakan penyelesaiannya pun tidak bisa dilakukan secara linier.

Ia mengambil contoh dari kasus amuk massa di Buol yang terjadi belum lama ini yang menurutnya awalnya diselesaikan secara linier. Akibatnya, kasus meninggalnya seorang tahanan bernama Kasmir Timumun (19) dalam tahanan Polsek Biau Kabupaten Buol, berujung pada amuk massa.

Langkah dialogis di masa depan harus ada dan didahulukan. "Terbuka, transparan dengan kekuatan masyarakat yang ada," tegas Hafid.

Dengan cara itu diharapkan tidak tumbuh kelompok-kelompok separatis seperti Republik Maluku Selatan (RMS) atau pun Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dapat mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).(*)
(V002/A033/R009)