Jerusalem (ANTARA News) - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Senin, mengajukan usul mengenai pembekuan pembangunan permukiman baru dengan imbalan pengakuan Palestina atas Israel sebagai rumah Yahudi, sebuah langkah yang segera diabaikan oleh Palestina.

Dalam pidato dalam pembukaan parlemen sesi musim dingin, Netanyahu menyatakan imbalan yang diinginkannya jika Israel membekukan pembangunan permukiman Israel di kawasan Tepi Barat

Palestina mengancam mundur dari perundingan perdamaian apabila Israel tidak memperbarui pembekuan pembangunan permukiman.

"Jika para pemimpin Palestina dengan tegas mengatakan kepada rakyatnya bahwa mereka mengakui Isreal sebagai negara bagi orang Yahudi, saya akan siap untuk mengajak kami saya bersidang dan meminta perpanjangan moratorium pembangunan," katanya.

"Saya telah menyampaikan pesan ini melalui jalur-jalur tertutup dan sekarang saya mengatakannya di depan publik," katanya dalam sebuah tayangan televisi.

Namun tawarannya segera ditolak oleh pimpinan juru runding Palestina Saeb Erakat, yang mengatakan kepada AFP bahwa hal itu tidak terkait dengan krisis yang menimpa perundingan perdamaian yang diperantarai Amerika Serikat.

"Hal ini tidak ada hubungannya dengan proses perdamaian atau dengan kewajiban yang tidak dipenuhi Israel," kata Erakat kepada AFP melalui telefon dari Amman, Jordania. "Ini sepenuhnya ditolak."

Perundingan perdamaian langsung antara Palestina dan Israel mulai pada 2 September namun dihentikan dua pekan lalu, setelah berakhirnya moratorium 10 bulan pembangunan permukiman Yahudi.

Pengakuan atas Israel sebagai negara Yahudi tidak pernah menjadi salah satu masalah bagi penyelesaian konflik, namun sejak Netanyahu berkuasa pada 2009, hal itu menjadi salah satu permintaan kunci dalam setiap perundingan perdamaian dengan Palestina.

"Saya tidak menjadikan ini sebagai syarat bagi perundingan," katanya Senin. "Namun tidak ada keraguan bahwa langkah (pengakuan) itu dari pihak berwenang Palestina akan menunjukkan sebuah upaya pembangunan kepercayaan yang akan membuka wawasan baru mengenai harapan dan juga kepercayaan."

Palestian secara resmi mengakui Israel sebagai negara pada awal 1993 dalam Kesepakatan Oslo, namun telah menolak untuk mengakui karakter Yahudinya karena hal itu akan merujuk kepada penolakan efektif atas hak mereka untuk kembali sebagai pengungsi dari perang Arab-Israel 1948.

"Apa yang dapat meyakinkan pemerintah, dan lebih lagi warga Israel, bahwa Palestina akan siap untuk hidup berdampingan dalam damai bersama?" tanya Netanyahu secara retoris.

"Sesuatu yang dapat menunjukkan tanda perubahan nyata di pihak Palestina?"
(G003/C003)