Dia menyebut laporan itu "memalukan" dan mengatakan pemerintahannya tidak memata-matai siapa pun.
Surat kabar Guardian melaporkan pada Senin (19/7) bahwa sedikitnya 50 orang dekat Lopez Obrador menjadi target pemerintahan sebelumnya, setelah presiden saat itu, Enrique Pea Nieto, membeli piranti lunak pemata-mataan Pegasus dari NSO Group, yang berbasis di Israel.
Kejaksaan Agung Meksiko pada Selasa mengatakan mereka berencana menggunakan sejumlah informasi baru dalam penyelidikan aksi mata-mata yang menggunakan Pegasus itu.
"Informasi (baru) sedang dimasukkan ke dalam penyelidikan yang sudah dimulai," kata Kejaksaan Agung dalam pernyataan.
Laporan Guardian didasarkan pada apa yang disebut surat kabar itu dan sejumlah media lain sebagai kebocoran 50.000 nomor telepon yang terpilih sebagai target pengintaian oleh para klien NSO Group.
Daftar nomor telepon itu, yang pertama kali diakses oleh kelompok jurnalis nirlaba Prancis Forbidden Stories dan kelompok advokasi Amnesti Internasional, dibagikan kepada Guardian dan belasan media lainnya.
Reuters belum bisa mengonfirmasi secara independen keberadaan data yang bocor atau apakah kontrak Pegasus masih berlaku.
NSO Group membantah laporan soal kebocoran data itu.
Pegasus secara eksklusif dijual kepada klien-klien pemerintah di seluruh dunia oleh perusahaan Israel itu. Pada 2017, Citizen Lab, sekelompok peneliti dari Munk School of Global Affairs di Universitas Toronto, mengatakan target mereka mencakup nomor-nomor telepon jurnalis, aktivis hak asasi manusia, dan penyelidik kasus hilangnya 43 mahasiswa Meksiko pada 2014.
Lopez Obrador telah menuduh pemerintah sebelumnya penuh dengan korupsi dan penyelewengan. Dia mengatakan pada Selasa jika kontrak Pegasus masih aktif, kontrak itu harus dibatalkan.
Kementerian Pertahanan dan Kejaksaan Agung Meksiko tercatat sebagai klien NSO Group.
Sumber: Reuters
Baca juga: India akan audit WhatsApp setelah kasus Pegasus
Baca juga: WhatsApp siapkan tuntutan hukum soal peretasan perusahaan Israel