Epidemiolog: Perpanjangan PPKM di Jawa-Bali tepat
21 Juli 2021 00:12 WIB
Ahli epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) dr Riris Andono Ahmad (kiri) bersama Wakil Ketua Sekretariat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 DIY Biwara Yuswantana. ANTARA/HO-Humas Pemda DIY
Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad menilai keputusan pemerintah memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali hingga Minggu, 25 Juli dinilai sudah tepat.
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa malam, Riris Andono Ahmad meminta semua kalangan masyarakat harus mendukung keputusan tersebut, agar kasus harian COVID-19 bisa turun sesuai target.
Ia menambahkan PPKM jilid pertama pada 3-20 Juli, belum berhasil menurunkan kasus harian. Pemerintah sendiri menargetkan PPKM bisa menurunkan kasus COVID-19 hingga menjadi 10 ribu per hari.
"Kalau belum turun, kan harus diperpanjang. Kalau memang mau turun sampai targetnya 10 ribu kasus COVID-19 harian," katanya.
Riris mengatakan, PPKM jilid pertama belum berdampak siginifikan karena masih banyak masyarakat belum membatasi aktivitas.
Karena itu, dia menyarankan agar sebagian besar atau 70 persen masyarakat tetap di rumah masing-masing selama PPKM. "Itu baru kemudian akan ada penurunan signifikan," katanya.
Baca juga: PPKM diperpanjang, Kemenkes perkuat layanan rumah sakit
Baca juga: Presiden: Pemerintah selalu dengar suara masyarakat terdampak PPKM
Menurut dia, sebagian masyarakat resisten dengan PPKM dengan menganggap kebijakan itu tidak efektif. Pandangan seperti itu harus diubah agar PPKM berhasil menurunkan kasus harian COVID-19. "Padahal bukan PPKM-nya yang tidak efektif," tuturnya.
Ia berpendapat PPKM tidak berjalan sesuai rencana karena pemerintah daerah belum berani memaksa warga tinggal di rumah masing-masing.
Ke depan, lanjut dia, pemerintah perlu menegakkan aturan secara konsisten. Menurut Riris, aturan PPKM yang pemerintah pusat buat sudah sangat jelas, sehingga seharusnya pemerintah daerah tidak bingung lagi menegakkannya.
"Harus dipastikan orang-orang tinggal di rumah, tidak kemudian pergi ke tempat lain. Di luar negeri lockdown, orang tinggal di rumah, mereka benar-benar tinggal di rumah. Masalah penegakan aturan, bagaimana itu bisa benar-benar ditegakkan," ujarnya.
Riris mengatakan sanksi denda layak bagi pelanggar PPKM. Negara lain pun menerapkan sanksi denda agar kebijakan pembatasan masyarakat efektif. Namun, jangan sampai petugas di lapangan bermain-main dengan sanksi denda karena itu bisa jadi masalah baru.
Baca juga: Presiden: Pemerintah akan bagikan 2 juta paket obat COVID-19 gratis
Baca juga: Presiden: Pemerintah selalu dengar suara masyarakat terdampak PPKM
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan untuk melanjutkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) hingga 25 Juli dan akan melakukan pembukaan secara bertahap mulai 26 Juli 2021.
"Karena itu jika tren kasus terus mengalami penurunan maka 26 Juli 2021 pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap," kata Presiden Jokowi dalam pernyataan yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Selasa malam.
Baca juga: Satgas: Penanganan kesehatan dan ekonomi di bawah komando Presiden
Baca juga: Pemerintah tambah anggaran Rp55,21 triliun untuk perlindungan sosial
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa malam, Riris Andono Ahmad meminta semua kalangan masyarakat harus mendukung keputusan tersebut, agar kasus harian COVID-19 bisa turun sesuai target.
Ia menambahkan PPKM jilid pertama pada 3-20 Juli, belum berhasil menurunkan kasus harian. Pemerintah sendiri menargetkan PPKM bisa menurunkan kasus COVID-19 hingga menjadi 10 ribu per hari.
"Kalau belum turun, kan harus diperpanjang. Kalau memang mau turun sampai targetnya 10 ribu kasus COVID-19 harian," katanya.
Riris mengatakan, PPKM jilid pertama belum berdampak siginifikan karena masih banyak masyarakat belum membatasi aktivitas.
Karena itu, dia menyarankan agar sebagian besar atau 70 persen masyarakat tetap di rumah masing-masing selama PPKM. "Itu baru kemudian akan ada penurunan signifikan," katanya.
Baca juga: PPKM diperpanjang, Kemenkes perkuat layanan rumah sakit
Baca juga: Presiden: Pemerintah selalu dengar suara masyarakat terdampak PPKM
Menurut dia, sebagian masyarakat resisten dengan PPKM dengan menganggap kebijakan itu tidak efektif. Pandangan seperti itu harus diubah agar PPKM berhasil menurunkan kasus harian COVID-19. "Padahal bukan PPKM-nya yang tidak efektif," tuturnya.
Ia berpendapat PPKM tidak berjalan sesuai rencana karena pemerintah daerah belum berani memaksa warga tinggal di rumah masing-masing.
Ke depan, lanjut dia, pemerintah perlu menegakkan aturan secara konsisten. Menurut Riris, aturan PPKM yang pemerintah pusat buat sudah sangat jelas, sehingga seharusnya pemerintah daerah tidak bingung lagi menegakkannya.
"Harus dipastikan orang-orang tinggal di rumah, tidak kemudian pergi ke tempat lain. Di luar negeri lockdown, orang tinggal di rumah, mereka benar-benar tinggal di rumah. Masalah penegakan aturan, bagaimana itu bisa benar-benar ditegakkan," ujarnya.
Riris mengatakan sanksi denda layak bagi pelanggar PPKM. Negara lain pun menerapkan sanksi denda agar kebijakan pembatasan masyarakat efektif. Namun, jangan sampai petugas di lapangan bermain-main dengan sanksi denda karena itu bisa jadi masalah baru.
Baca juga: Presiden: Pemerintah akan bagikan 2 juta paket obat COVID-19 gratis
Baca juga: Presiden: Pemerintah selalu dengar suara masyarakat terdampak PPKM
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan untuk melanjutkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) hingga 25 Juli dan akan melakukan pembukaan secara bertahap mulai 26 Juli 2021.
"Karena itu jika tren kasus terus mengalami penurunan maka 26 Juli 2021 pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap," kata Presiden Jokowi dalam pernyataan yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Selasa malam.
Baca juga: Satgas: Penanganan kesehatan dan ekonomi di bawah komando Presiden
Baca juga: Pemerintah tambah anggaran Rp55,21 triliun untuk perlindungan sosial
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021
Tags: