Jakarta (ANTARA) - "Negara-negara G20 juga harus ambil bagian untuk membangun arsitektur ketahanan kesehatan global yang kokoh untuk dapat menghadapi ancaman serupa di masa mendatang dengan lebih baik. Oleh karenanya, kerja sama global menjadi sebuah keniscayaan,".

Penegasan itu disampaikan Presiden Joko Widodo saat berpidato secara virtual dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kesehatan Global yang dilakukan secara virtual pada Jumat (21/05) 2021, yang dilansir oleh Sekretariat Kabinet (Setkab).

KTT Kesehatan Global itu, yang berlangsung di tengah pandemi COVID-19, merupakan salah satu pertemuan G20 di bawah Presidensi Italia untuk Tahun 2021, yang dihadiri oleh pemimpin negara G20, negara undangan, serta pimpinan organisasi internasional.

Dalam KTT tersebut dihasilkan kesepakatan "Deklarasi Roma", yang berisikan prinsip kerja sama multilateral dan tindakan bersama untuk mencegah krisis kesehatan global di masa depan dengan komitmen untuk membangun dunia yang lebih sehat, aman, adil dan berkelanjutan.

Menurut kepala negara, prinsip-prinsip dalam "Deklarasi Roma" sangat penting untuk ketahanan kesehatan global.

Prinsip-prinsip tersebut, kata Jokowi, tidak akan berarti jika tidak diterapkan secara konkret. Implementasi adalah kunci dan dunia hanya bisa pulih serta menjadi lebih kuat jika kita melakukannya bersama, yakni recover together dan recover stronger.

Pandemi COVID-19 menunjukkan bagaimana wabah penyakit menular memiliki dampak kesehatan, ekonomi, politik dan sosial yang sangat signifikan. COVID-19 menyebar di hampir seluruh negara di dunia dan tidak ada negara yang sepenuhnya siap menghadapi pandemi berikutnya.

Berbagai ancaman pandemi berkaitan dengan penyakit zoonosis, yaitu penyakit hewan yang menjangkit pada manusia. Untuk itu, perhatian terhadap penyakit pada hewan dan ancaman munculnya penyakit zoonosis menjadi prioritas pemerintah di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Seiring dengan KTT tersebut, pada akhir Juni lalu Indonesia, bersama 70 negara lainnya, bekerja untuk mempercepat dukungan politik dan multisektoral untuk kesiapan ketahanan kesehatan melalui gagasan global, yang disebut Global Health Security Agenda (GHSA) untuk menjaga dunia aman dari ancaman penyakit menular.


Pelopor

Dalam upaya untuk mendukung GHSA ini, Kementerian Pertanian (Kementan) bersama dengan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melalui Emergency Center for Transboundary Animal Diseases (FAO ECTAD) dan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) resmi meluncurkan Program Ketahanan Kesehatan Global (Global Health Security Programme/GHSP) secara daring.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan Nasrullah menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara pelopor GHSA, dan telah aktif berkontribusi sebagai anggota tetap tim pengarah sejak tahun 2016-2024.

Sumbangsih besar Indonesia dalam gagasan global ini juga mendapat perhatian besar dari Presiden Jokowi.

Kerja sama tersebut diharapkan bisa melakukan pencegahan, deteksi dini dan pengendalian penyakit-penyakit menular baru, terutama yang berpotensi mengancam kesehatan dan ekonomi Indonesia.

Selain itu, diharapkan bisa berkontribusi pada peningkatan kesehatan manusia, ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat.

Program tersebut juga selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah, terutama terkait keamanan pangan dan kesehatan.

Diharapkan program ini bisa menjadi kesempatan untuk meningkatkan komitmen bersama dalam melangkah ke depan.

GHSP adalah program baru dari kolaborasi panjang Kementan dan FAO ECTAD-USAID dalam mencegah pandemi.

Kerja sama ini berawal saat pandemi Avian Influenza (AI) pada Tahun 2006, di mana Indonesia merupakan negara dengan kasus flu burung H5N1 dengan kematian manusia terbanyak hingga Tahun 2014.

Sementara jumlah kasus flu burung pada manusia telah menurun secara signifikan, namun situasi endemik virus H5N1 masih menjadi ancaman bagi industri perunggasan dan kesehatan manusia.

Selain flu burung, banyak daerah di Indonesia yang masih endemik penyakit zoonosis, seperti rabies dan antraks.

Program GHSP yang akan berjalan selama empat tahun ke depan berfokus pada dukungan teknis di empat area, yakni kolaborasi multisektor dan pengembangan kebijakan; surveilans, laboratorium dan identifikasi risiko; kesiapsiagaan dan respons penyakit dengan one health; dan kesehatan unggas nasional dan pengendalian resistansi antimikroba.

Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono berharap agar sinergi dan harmonisasi pelaksanaan program GHSP dengan proyek lainnya di Kementerian Pertanian dapat berjalan dengan baik.

Dalam kaitan itu, pihaknya tetap memastikan aspek administrasi yang baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan sesuai peraturan yang berlaku, dengan mengambil best practices dan lesson learned dari pengalaman implementasi proyek-proyek sebelumnya.

Penghargaan disampaikan kepada semua mitra kerja Kementan, baik dari kementerian/lembaga, asosiasi serta mitra pembangunan internasional, khususnya FAO Indonesia dan USAID, yang selama ini telah mendukung dan secara bersama-sama bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam upaya penguatan layanan kesehatan hewan nasional yang berkelanjutan.

Harapannya upaya yang dilakukan itu juga dapat menyumbang pada pencapaian Tujuan Pembangunan BerkelanjutanSustainable Development Goals (SDGs).


Dukungan global

Perwakilan ad interim FAO untuk Indonesia Richard Trenchard menyatakan pihaknya dan USAID bekerja sama dengan pemerintah membangun kapasitas untuk mencegah ancaman pandemi yang berasal dari zoonosis di Indonesia.

Sehingga, kata dia, negara dapat dengan cepat merespons dan mengendalikan wabah zoonosis.

Bersama dengan Pemerintah Indonesia, FAO memperkuat kapasitas kesehatan hewan di berbagai daerah dan memberikan pelatihan dan dukungan teknis pada surveilans penyakit, diagnostik laboratorium, pelaporan dan investigasi wabah serta kesiapsiagaan dan respons melalui pendekatan one health.

Selain dampak kesehatan yang luar biasa, ia menyebut COVID-19 telah mengganggu ketahanan pangan dan ekonomi dunia.

Secara global, setidaknya lebih dari 132 juta orang diprediksi menderita sebagai akibat dari COVID-19.

FAO, kata Richard Trenchard, tidak ingin keadaan darurat kesehatan global seperti ini terjadi lagi. Dia menilai perlu mendeteksi potensi wabah sedini mungkin dan FAO selalu siap bekerja sama dengan Indonesia untuk merespons lebih awal dan secara efektif.

Karena itu, bagi Pelaksana Tugas Wakil Direktur Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) Indonesia Laura Gonzales merupakan suatu kehormatan bagi pihaknya untuk terus bekerja sama dengan Indonesia dalam menangani penyakit menular yang muncul.

Melalui pendekatan one health, Program Ketahanan Kesehatan Global USAID akan menurunkan risiko zoonosis dan penyakit infeksi, resistansi antimikroba serta ancaman biologis lainnya dengan memperkuat sistem kesehatan hewan Indonesia.

GHSP akan melanjutkan keberhasilan sebelumnya dan pembelajaran yang didapatkan dari respons COVID-19 untuk lebih mengasah kemampuan deteksi, kesiapsiagaan serta respons zoonosis dan penyakit infeksi di Indonesia.

Komitmen Indonesia dengan dukungan global tersebut menunjukkan bukti bahwa ancaman wabah dan pandemi memang tidak bisa diselesaikan dengan parsial. Butuh kerja sama bagi dunia sehingga beban berat ini mampu dipikul dengan cara bergotong royong.