Indef nilai "Tax Amnesty" belum perlu di tengah pemberian insentif
19 Juli 2021 16:39 WIB
Ilustrasi - Petugas pajak melayani warga yang mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Direktorat Jendral Pajak, Jakarta. ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah/pd.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Pajak Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai rencana tax amnesty (TA) atau pengampunan pajak jilid II belum perlu dilakukan mengingat bertaburnya pemberian insentif pemerintah saat ini.
"Masa sudah diberikan insentif, tetap saja yang tidak patuh pajak mau diampuni," kata Nailul kepada Antara di Jakarta, Senin.
Menurut dia, insentif yang diberikan pemerintah kepada para pengusaha sudah sangat banyak, pada saat pandemi melanda, sehingga rencana pemberian amnesti pajak yang masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tidak diperlukan.
Baca juga: CORE: Tax Amnesty jilid II berpotensi tingkatkan penerimaan negara
Saat ini, pemberian insentif untuk dunia usaha terdampak COVID-19 yang masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai Rp53,86 triliun, yang mencakup Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) Rp5,78 triliun, pembebasan PPh 22 Impor Rp13,08 triliun, pengurangan angsuran PPh 25 Rp19,71 triliun, pajak penjualan barang mewah (PPnBM) DTP kendaraan bermotor Rp2,99 triliun, serta insentif lainnya Rp12,3 triliun.
Terlebih lagi, sambung Nailul, pelaksanaan TA jilid I pun baru dilakukan beberapa tahun yang lalu dan masih sangat terlalu dekat jaraknya dengan rencana TA jilid II, sehingga akan menimbulkan persepsi WP untuk tidak usah membayar pajak karena nanti akan ada pengampunan kembali.
"Ini yang repot sebenarnya," ujar dia.
Ia pun menduga masuknya pasal tax amnesty jilid II dalam RUU KUP merupakan saran dari beberapa pengusaha nakal yang sudah diberikan pengampunan pajak oleh pemerintah, namun masih melanggar.
Baca juga: Anggota DPR imbau pemerintah kaji ulang rencana tax amnesty jilid II
Terkait dengan penerimaan perpajakan, Nailul berpendapat TA jilid II tak akan terlalu berpengaruh besar, maka dari itu, salah satu jenis penerimaan yang bisa dikejar saat pandemi seperti ini yakni cukai rokok.
Di sisi lain, peningkatan penerimaan perpajakan akan sangat tergantung dengan penanganan COVID-19 agar sektor-sektor terdampak bisa segera pulih dan memperluas usahanya.
"Semakin penanganan pandemi berlarut-larut, maka semakin lama pula penerimaan pajak kembali ke jalur normal," tegas Nailul.
Baca juga: DPR: Reformasi pajak perlu lebih diprioritaskan daripada amnesti pajak
Baca juga: DPR tekankan target rencana tax amnesty jilid II harus tepat
"Masa sudah diberikan insentif, tetap saja yang tidak patuh pajak mau diampuni," kata Nailul kepada Antara di Jakarta, Senin.
Menurut dia, insentif yang diberikan pemerintah kepada para pengusaha sudah sangat banyak, pada saat pandemi melanda, sehingga rencana pemberian amnesti pajak yang masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tidak diperlukan.
Baca juga: CORE: Tax Amnesty jilid II berpotensi tingkatkan penerimaan negara
Saat ini, pemberian insentif untuk dunia usaha terdampak COVID-19 yang masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai Rp53,86 triliun, yang mencakup Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) Rp5,78 triliun, pembebasan PPh 22 Impor Rp13,08 triliun, pengurangan angsuran PPh 25 Rp19,71 triliun, pajak penjualan barang mewah (PPnBM) DTP kendaraan bermotor Rp2,99 triliun, serta insentif lainnya Rp12,3 triliun.
Terlebih lagi, sambung Nailul, pelaksanaan TA jilid I pun baru dilakukan beberapa tahun yang lalu dan masih sangat terlalu dekat jaraknya dengan rencana TA jilid II, sehingga akan menimbulkan persepsi WP untuk tidak usah membayar pajak karena nanti akan ada pengampunan kembali.
"Ini yang repot sebenarnya," ujar dia.
Ia pun menduga masuknya pasal tax amnesty jilid II dalam RUU KUP merupakan saran dari beberapa pengusaha nakal yang sudah diberikan pengampunan pajak oleh pemerintah, namun masih melanggar.
Baca juga: Anggota DPR imbau pemerintah kaji ulang rencana tax amnesty jilid II
Terkait dengan penerimaan perpajakan, Nailul berpendapat TA jilid II tak akan terlalu berpengaruh besar, maka dari itu, salah satu jenis penerimaan yang bisa dikejar saat pandemi seperti ini yakni cukai rokok.
Di sisi lain, peningkatan penerimaan perpajakan akan sangat tergantung dengan penanganan COVID-19 agar sektor-sektor terdampak bisa segera pulih dan memperluas usahanya.
"Semakin penanganan pandemi berlarut-larut, maka semakin lama pula penerimaan pajak kembali ke jalur normal," tegas Nailul.
Baca juga: DPR: Reformasi pajak perlu lebih diprioritaskan daripada amnesti pajak
Baca juga: DPR tekankan target rencana tax amnesty jilid II harus tepat
Pewarta: Agatha Olivia Victoria/Satyagraha
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2021
Tags: