Guru Besar IPB: "Political will" perlu iringi penegakan hukum karhutla
19 Juli 2021 15:22 WIB
Petugas dari BPBD Ogan Ilir (OI) berjalan ke lokasi kebakaran lahan di Desa Palem Raya, Indralaya Utara, Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan, Minggu (18/7/2021). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/21)
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Bambang Hero Saharjo mengatakan penegakan hukum terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) memerlukan “political will” atau kemauan politik dari semua pihak agar dapat diselesaikan secara tuntas.
“Karhutla butuh ‘political will’ semua pihak dalam implementasinya dan tidak cukup hanya dengan pernyataan yang kurang jelas ujung rimbanya, tetapi harus benar-benar dilakukan hingga berujung pada putusan akhirnya,” kata Bambang saat dihubungi dari Jakarta, Senin.
Sebelumnya, sekitar 15 hektare lahan terbakar pada Minggu (18/7) di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Selatan sendiri menjadi salah satu wilayah rawan karhutla pada tahun ini sebagaimana yang disebutkan oleh Bambang.
Baca juga: Belasan hektare lahan di Ogan Ilir terbakar
Pihak kepolisian mengatakan belum dapat memastikan penyebab kebakaran. Namun penyelidikan lebih lanjut tengah dilakukan dan apabila ditemukan unsur kesengajaan ulah manusia maka akan dikenakan hukuman sebagaimana aturan yang berlaku.
Bambang berharap agar upaya penegakan hukum dapat berjalan lebih baik mengingat telah adanya kerja sama antara pihak kepolisian, Kejaksaan dan Kementerian Lingkungan Hidup dalam penanganan perkara pidana kebakaran hutan dan lahan.
Kendati demikian, lanjut Bambang, masih terjadi ketimpangan dalam penegakan hukum tersebut antara wilayah satu dengan wilayah lainnya.
“Ada wilayah yang benar-benar sangat serius dalam penegakan hukumnya hingga terdapat putusan hukum yang jelas, tetapi ada juga yang hiruk pikuknya terjadi saat proses investigasi dan setelah itu tidak jelas lagi putusannya,” ujar Bambang.
Baca juga: Industri sawit libatkan pendidik antisipasi karhutla
Selain itu pihak yang menangani perkara baik itu pidana, perdata, tata usaha negara, dan administrasi harus mengerti bahwa penanganan perkara karhutla penuh dengan proses pembuktian ilmiah yang sulit dan rigid, kata Bambang.
Oleh karena itu, Bambang mengatakan penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU), serta hakim perlu diberikan pemahaman yang mendalam dan terintegrasi mengenai bagaimana kejadian kebakaran itu, hingga seperti apa pencemaran dan atau perusakan yang terjadi setelah hutan maupun lahan tersebut terbakar.
Guru Besar dalam bidang perlindungan hutan IPB itu juga mengatakan bahwa luas karhutla di tahun 2020 sendiri angkanya menurun. Hal itu dikarenakan kesiapan beberapa daerah dalam mengantisipasi kebakaran, lahan gambut yang direstorasi, hingga upaya penegakan hukum.
Menurut Bambang, semua pihak diharapkan memiliki komitmen untuk melakukan pengendalian karhutla sesuai tugas pokok dan fungsinya serta menjalankan penegakan hukum yang diiringi dengan membangun hubungan baik dengan masyarakat.
Baca juga: 901 hektare lahan di Riau terbakar selama paruh pertama tahun 2021
“Karhutla butuh ‘political will’ semua pihak dalam implementasinya dan tidak cukup hanya dengan pernyataan yang kurang jelas ujung rimbanya, tetapi harus benar-benar dilakukan hingga berujung pada putusan akhirnya,” kata Bambang saat dihubungi dari Jakarta, Senin.
Sebelumnya, sekitar 15 hektare lahan terbakar pada Minggu (18/7) di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Selatan sendiri menjadi salah satu wilayah rawan karhutla pada tahun ini sebagaimana yang disebutkan oleh Bambang.
Baca juga: Belasan hektare lahan di Ogan Ilir terbakar
Pihak kepolisian mengatakan belum dapat memastikan penyebab kebakaran. Namun penyelidikan lebih lanjut tengah dilakukan dan apabila ditemukan unsur kesengajaan ulah manusia maka akan dikenakan hukuman sebagaimana aturan yang berlaku.
Bambang berharap agar upaya penegakan hukum dapat berjalan lebih baik mengingat telah adanya kerja sama antara pihak kepolisian, Kejaksaan dan Kementerian Lingkungan Hidup dalam penanganan perkara pidana kebakaran hutan dan lahan.
Kendati demikian, lanjut Bambang, masih terjadi ketimpangan dalam penegakan hukum tersebut antara wilayah satu dengan wilayah lainnya.
“Ada wilayah yang benar-benar sangat serius dalam penegakan hukumnya hingga terdapat putusan hukum yang jelas, tetapi ada juga yang hiruk pikuknya terjadi saat proses investigasi dan setelah itu tidak jelas lagi putusannya,” ujar Bambang.
Baca juga: Industri sawit libatkan pendidik antisipasi karhutla
Selain itu pihak yang menangani perkara baik itu pidana, perdata, tata usaha negara, dan administrasi harus mengerti bahwa penanganan perkara karhutla penuh dengan proses pembuktian ilmiah yang sulit dan rigid, kata Bambang.
Oleh karena itu, Bambang mengatakan penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU), serta hakim perlu diberikan pemahaman yang mendalam dan terintegrasi mengenai bagaimana kejadian kebakaran itu, hingga seperti apa pencemaran dan atau perusakan yang terjadi setelah hutan maupun lahan tersebut terbakar.
Guru Besar dalam bidang perlindungan hutan IPB itu juga mengatakan bahwa luas karhutla di tahun 2020 sendiri angkanya menurun. Hal itu dikarenakan kesiapan beberapa daerah dalam mengantisipasi kebakaran, lahan gambut yang direstorasi, hingga upaya penegakan hukum.
Menurut Bambang, semua pihak diharapkan memiliki komitmen untuk melakukan pengendalian karhutla sesuai tugas pokok dan fungsinya serta menjalankan penegakan hukum yang diiringi dengan membangun hubungan baik dengan masyarakat.
Baca juga: 901 hektare lahan di Riau terbakar selama paruh pertama tahun 2021
Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: