Bekasi (ANTARA News) - Pemerintah mesti mengelola dan membenahi isu Republik Maluku Selatan (RMS). "Organisasi itu sudah dibubarkan sejak 1953 oleh pengadilan dan sudah mati sejak 60 tahun lalu. Kenapa sekarang isu RMS itu jadi terkenal di seluruh dunia. Itu yang perlu dikelola pemerintah," kata mantan wakil Presiden RI periode 2004-2009 itu di Bekasi, Jabar, Kamis.

Kalla yang juga Ketua Umum PMI saat menghadiri peresmian galeri unit donor darah di sebuah mal Kota Bekasi, menegaskan, RMS itu seharusnya sudah tidak ada lagi.

Ia menyatakan pembatalan kunjungan presiden telah menjadi berita besar yang justru menguntungkan RMS. "Dengan berita besar itu nama RMS kembali seperti jadi besar," ujarnya.

Menurut Kalla pembatalan itu menimbulkan akibat positif dan negatif, namun yang perlu adalah bahwa Presiden sebagai simbol negara jangan sampai berurusan dengan pengadilan.

"Pemerintah perlu melakukan berbagai langkah hingga orang bisa melupakan RMS," tegasnya.

Presiden Republik Maluku Selatan di pengasingan, John Wattilete, mengatakan keputusan Presiden SBY batal berangkat ke Belanda adalah kemenangan bagi RMS.

"Sebenarnya kami sudah menunggu dia, sehingga bisa berhadapan langsung dan mempertanyakan kekerasan HAM yang dilakukan," katanya kepada sebuah kantor berita asing. "Tapi yang terpenting dari peristiwa ini adalah kemenangan kami."

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan untuk membatalkan kunjungannya ke Belanda beberapa waktu lalu. Dalam konferensi pers di Halim Perdana Kusuma, Yudhoyono mengumumkan pembatalan ini.

"Ada perkembangan situasi di Belanda yang mengharuskan saya ambil sikap dan keputusan demi kepentingan kita," ujarnya di Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Selasa (5/10).

Dia mengatakan pembatalan dilakukan pada jam-jam terakhir. Menurutnya, ada pergerakan yang menuntut permasalahan Hak Asasi Manusia di Indonesia ke Pengadilan di Den Haag.

"Yang menuntut organisasi yang didalamnya ada RMS (Republik Maluku Selatan)," kata Yudhoyono.

Presiden mengatakan ancaman keamanan kunjungan kepala negara adalah hal biasa. Namun dia tidak dapat menerima adanya tuntutan pengadilan internasional yang mencakup penangkapan Presiden RI.

"Kalau sampai digelar pengadilan, (ini) menyangkut harga diri sebagai bangsa," kata Yudhoyono.(*)

(T.M027/A027/R009)