Jakarta (ANTARA) - Ekonom Senior Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengatakan, peningkatan utang luar negeri (ULN) Indonesia di tengah COVID-19 bukanlah hal yang krusial.

"ULN ke depannya masih akan naik dan saya tidak melihat ada yang krusial," ujar Faisal dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, peningkatan ULN tidak terlalu menjadi masalah karena bentuknya mayoritas mendekati hibah yang berasal dari kerja sama bilateral, seperti dengan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).

Selain itu, tingkat bunga yang harus dibayarkan saat mengembalikan pinjaman luar negeri cenderung lebih rendah, apalagi mengingat Indonesia kembali turun kelas ke kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah.

"Ini menjadi salah satu hikmah dari penurunan kelas tersebut," kata Faisal.

Maka dari itu, Faisal berpendapat bahwa menarik pinjaman justru lebih baik dilakukan pemerintah saat ini dibanding menerbitkan surat utang yang memiliki bunga lebih tinggi.

Di sisi lain, terdapat risiko kemungkinan penjualan kembali surat utang yang dimiliki asing ke pasar jika prospek pemulihan ekonomi Indonesia tidak menentu atau kemungkinan pulih lebih lama dari pandemi.

Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2021 sebesar 415 miliar dolar AS, turun 0,6 persen dibanding utang luar negeri periode April 2020 sebesar 417,6 miliar dolar AS, yang terutama didorong turunnya posisi ULN Pemerintah.

Secara tahunan, ULN Indonesia pada Mei 2021 meningkat sebesar 3,1 persen (year-on-year/yoy), lebih rendah dibanding bulan sebelumnya sebesar 4,9 persen.

Namun, struktur ULN Indonesia tetap sehat dan didukung penerapan prinsip kehati-hatian, ditunjukkan oleh dominasi ULN berjangka panjang dengan pangsa 88,5 persen.
Baca juga: BI: Utang luar negeri Indonesia Mei 2021 menurun
Baca juga: Sri Mulyani perkirakan pembiayaan utang 2021 turun 18,6 persen