Jakarta (ANTARA) - Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta menegaskan mayoritas pengendalian penyedia jasa pembayaran (PJP) asing yang beroperasi di Indonesia tetap berasal dari domestik.

"Pengendalian domestik terhadap PJP asing sebesar 51 persen, sisanya sebanyak 49 persen boleh dikendalikan oleh asing," ujar Filianingsih dalam taklimat media di Jakarta, Rabu.

Kendati demikian, investor asing, kata dia, diperbolehkan memiliki saham perusahaan PJP hingga 85 persen dengan syarat sisanya, yakni 15 persen harus dimiliki oleh domestik.

Filianingsih menjelaskan, hal tersebut lantaran digitalisasi PJP memerlukan inovasi yang membutuhkan pendanaan besar, tak hanya dari penanam modal dalam negeri.

Baca juga: BI terbitkan dua aturan perkuat penyelenggaraan sistem pembayaran

"Seperti kita ketahui, pendanaan dalam negeri masih terbatas," katanya.

Meski begitu, ia menyebutkan, seluruh PJP asing yang akan beroperasi di Indonesia wajib mengurus izin di bank sentral terlebih dahulu dan memiliki izin dari negara asalnya untuk membuka usaha di Indonesia.

"Jadi tidak bisa kalau pengusaha itu tidak punya keahlian dan ke sini datang berbisnis," ujar Filianingsih.

Seluruh ketentuan tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran yang diundangkan pada Desember 2020 dan berlaku 1 Juli 2021.

Baca juga: BI perpanjang batas waktu pengajuan pembebasan SPE

Baca juga: BI naikkan batas maksimal tarik tunai via ATM jadi Rp20 juta