Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan mengupayakan cara terbaik itu mencapai target net zero emission atau karbon netral pada 2060.

Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Mulyana mengatakan pemerintah akan mengambil manfaat dari arah pengembangan energi yang semakin hijau.

"Kementerian ESDM sudah menyusun Grand Strategi Energi Nasional dengan tujuan mewujudkan bauran energi nasional dengan prinsip keadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan sehingga tercapai ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi," kata Dadan Kusdiana dalam diskusi Investor Daily Summit yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Dadan menjelaskan pemerintah akan menekan pemanfaatan energi fosil dan meningkatkan kapasitas penggunaan energi baru terbarukan di Indonesia.

Baca juga: Pengamat pajak sebut pemerintah mesti buat UU pajak karbon tersendiri

Dalam kebijakan transisi menuju energi bersih, pemerintah menetapkan target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan meningkatkan menjadi 31 persen pada 2050.

"Pemanfaatan energi baru terbarukan yang potensinya sangat besar di dalam negeri ini masih rendah," ujar Dadan.

Dalam catatan Kementerian ESDM, total potensi energi baru terbarukan di Indonesia mencapai 417,8 GW dengan rincian energi samudera sebesar 17,9 GW, panas bumi 23,9 GW, bioenergi 32,6 GW, angin 60,6 GW, air 75 GW, dan matahari 207,8 GW.

Meski jumlah potensi banyak tetapi pemanfaatannya baru mencapai 2,5 persen atau 10,4 GW berupa pemanfaatan panas bumi hanya 2,13 GW, bioenergi 1,9 GW, angin 154,3 megawatt (MW), air 6,12 GW, dan matahari sebesar 153,5 MWp.

Baca juga: Pemerintah pakai kecerdasan buatan awasi tambang mineral dan batu bara

Pemerintah akan menambah pembangkit energi baru terbarukan sebesar 38 gigawatt (GW) pada 2035, mengoptimalkan produksi bahan bakar nabati berupa biodiesel dan biohidrokarbon, serta membangun transmisi dan distribusi listrik mulai dari smart grid hingga off grid.

Dalam upaya mempercepat pengembangan energi baru terbarukan ada sejumlah langkah yang dilakukan Kementerian ESDM, yakni substitusi energi primer dengan memanfaatkan eksisting teknologi mulai dari biodiesel 30 persen ke 50 persen, co-firing PLTU, hingga pemanfaatan limbah sampah menjadi energi.

Kemudian, konservasi energi primer dari pembangkit fosil menjadi pembangkit energi baru terbarukan yang memanfaatkan potensi lokal.

Kementerian ESDM juga akan meningkatkan kapasitas energi baru terbarukan untuk memenuhi permintaan baru dengan berfokus kepada pengembangan PLTS.

Selanjutnya, penggunaan energi baru terbarukan non-listrik atau non-biofuel seperti briket dan pengeringan produk pertanian biogas, implementasi Peraturan Presiden terkait harga energi hijau, hingga revisi Peraturan Menteri ESDM terkait PLTS atap.

"Kami melihat energi baru terbarukan mempunyai potensi untuk diekspor ke negeri tetangga. Kami melakukan kajian-kajian bagaimana pemanfaatan PLTS skala besar, pemanfaatan PLTA yang nanti listriknya juga bisa menjadi salah satu penggerak ekonomi dan kita jual ke negeri tetangga," ucap Dadan.