Jakarta (ANTARA) - Pakar oseanografi atau ilmu kelautan IPB, Alan F Koropitan mengingatkan bahwa ke depan hasil perikanan tangkap bakal stagnan dan sukar berkembang, sehingga masa depan perikanan ada di bidang budi daya.

"Masa depan perikanan Indonesia ada di budi daya, karena perikanan tangkap sudah stagnan," katanya dalam rilis di Jakarta, Rabu.

Untuk itu, ujar dia, perlu disiapkan berbagai aspek yang diperlukan untuk menunjang budi daya, seperti kolam, pakan, termasuk pembiayaan.

Alan yang Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) itu mengingatkan bahwa Indonesia adalah nomor dua dalam produsen ikan di dunia, tetapi tidak termasuk dalam 10 besar negara pengekspor perikanan global.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa pakan ikan adalah faktor yang sangat dominan dalam keberhasilan budi daya perikanan di berbagai daerah, untuk itu pembuatan pakan mandiri berbahan baku lokal adalah fokus penting saat ini.

"Kontribusi biaya pakan dapat mencapai 40-80 persen, tergantung jenis komoditas budi daya dan tingkat teknologinya," kata peneliti Balai Riset Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan Maros Usman.

Ia mengemukakan upaya esensial untuk menekan harga pakan adalah memanfaatkan bahan baku lokal yang tersebar di Indonesia yang berpotensi dimanfaatkan untuk pengembangan pakan mandiri.

Pemerintah telah menetapkan sasaran strategis yang akan dicapai dalam produksi perikanan budi daya adalah meningkatkan produksi perikanan budi daya dari 18,44 juta ton pada 2020 menjadi 22,65 juta ton pada 2024.

Pengamat perikanan Universitas Padjajaran Yudi Nurul Ihsan menyatakan arah kebijakan digitalisasi sektor perikanan perlu diperkuat dengan pendampingan kepada petani budi daya ikan dan pelaku usaha yang ada di berbagai daerah.

"Solusi digitalisasi perikanan menjadi penting saat ini karena sebenarnya kita dapat memanfaatkan instrumen teknologi 4.0 dan penguatan multiplatform stakeholder diperlukan untuk memastikan bahwa mekanisme pengelolaan perikanan berbasis wilayah pengelolaan perikanan (WPP) dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak baik vertikal maupun horizontal," katanya.

CEO eFishery (perusahaan rintisan teknologi akuakultur) Gibran Huzaifah menyatakan pihaknya juga tengah fokus mengembangkan inovasi di bidang teknologi akuakultur demi mendorong produktivitas pembudi daya ikan dan udang di seluruh Indonesia.

"Lebih dari 6.000 kelompok pembudi daya di lebih dari 250 kota/kabupaten di seluruh Indonesia telah bergabung dalam ekosistem digital eFishery dan merasakan berbagai dampak nyata," ucapnya.

Perusahaan yang berdiri pada tahun 2013 ini memulai inovasi dengan menciptakan eFisheryFeeder dengan menggunakan teknologi berbasis Internet of Things (IoT) yang dapat memberikan pakan ikan dan udang secara otomatis.

Alat tersebut diketahui berhasil membantu pembudi daya menghemat penggunaan pakan dan meningkatkan kapasitas produksi sehingga siklus budidaya pun diketahui dapat menjadi lebih singkat sehingga petani mampu panen lebih cepat dan pendapatannya meningkat.

Data-data yang terekam dari teknologi eFisheryFeeder kemudian menciptakan ruang bagi eFishery untuk menghasilkan inovasi lainnya berupa credit scoring dan skema pembiayaan yang kemudian dikenal dengan nama eFisheryFund, layanan yang menghubungkan para pembudi daya secara langsung dengan institusi keuangan.

Hingga Mei 2021, eFisheryFund telah menyalurkan lebih dari Rp70 miliar pembiayaan kepada lebih dari 1.700 pembudi daya ikan di Indonesia.

Baca juga: KKP imbau pembudi daya kreatif ikuti perubahan pola konsumsi perikanan
Baca juga: Regulasi lobster dinilai beri kepastian hukum bagi pembudidaya
Baca juga: Pakar usul ada kawasan khusus untuk kelestarian lobster