Permintaan peti mati di Tulungagung meningkat
13 Juli 2021 20:27 WIB
Supono, warga Kedungwaru mengerjakan pembuatan peti mati untuk kebutuhan rumah sakit di tengah tingginya angka kematian akibat wabah COVID-19 di Tulungagung, Jawa Timur. ANTARA/Handout/aa.
Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Permintaan peti mati di tingkat perajin di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengalami peningkatan dalam beberapa pekan terakhir seiring terjadinya lonjakan kasus COVID-19 yang diiringi angka kematian tinggi di daerah tersebut.
Salah satu pasangan perajin peti mati, Supono (70) dan Suhajar (60), Selasa mengungkapkan, saat ini tempat usaha mereka rata-rata bisa menjual 5-6 unit peti mati berbagai ukuran.
"Awalnya kami membuat peti mati untuk memenuhi kebutuhan perkumpulan (Tionghoa), namun sekarang sudah banyak permintaan dari masyarakat umum maupun rumah sakit," kata Suhajar.
Baca juga: Bantu penanganan pandemi, pengusaha furnitur alih produksi peti mati
Dia sendiri hanya membantu Supono membuat peti mati. Keduanya saling membantu. Suhajar yang menyediakan modal dan akses pemasaran, Supono sebagai tenaga pertukangan yang memproduksi peti mati pesanan pelanggan.
Namun produk peti mati yang mereka buat memang tidak sebanyak pelaku usaha peti mati di tempat lain. Pasalnya, Supono hanya mengandalkan peralatan tradisional. Gergaji, palu, meteran pengukur serta pensil.
Satu peti mati yang dibuat dengan bahan partikel setebal 1,5 centimeter, bisa diselesaikan dalam dua jam. Dalam sehari, Supono yang diberi jasa pembuatan senilai Rp70 ribu per unit, bisa mengerjakan hingga 5-6 peti mati.
Satu peti mati dijual dengan harga Rp360 ribu. Harga peti naik sekitar sebulan terakhir, lantaran harga bahan baku partikel naik sekitar Rp30 ribu per lembarnya.
Baca juga: Pemkot Surabaya siapkan ratusan peti mati jenazah pasien COVID-19
Meski demikian, peti buatannya tak melulu dihargai sebesar itu. Jika pembeli peti mati dari keluarga kurang mampu, dirinya hanya menarik seikhlasnya saja.
"Kalau RT-nya ngomong keluarga enggak mampu, saya berikan saja," kata Suhajar.
Permintaan peti juga mengalami kenaikan dalam sebulan terakhir. Jika kondisi normal, sehari hanya membuat 2-3 unit peti mati.
Namun dalam sebulan terakhir, permintaan peti mati naik 5-6 peti mati tiap harinya.
Beberapa waktu lalu, lanjut Suhajar, pihaknya sempat menerima pesanan dari RSUD dr. Iskak sebanyak 40 peti mati dalam sehari, namun akhirnya tidak disanggupi karena tidak mampu melayani pesanan tersebut. (*)
Baca juga: Pemprov DKI sediakan peti jenazah COVID-19 gratis di TPU Petamburan
Baca juga: Polda Sumbar latih personel buat peti mati hadapi pandemi COVID-19
Salah satu pasangan perajin peti mati, Supono (70) dan Suhajar (60), Selasa mengungkapkan, saat ini tempat usaha mereka rata-rata bisa menjual 5-6 unit peti mati berbagai ukuran.
"Awalnya kami membuat peti mati untuk memenuhi kebutuhan perkumpulan (Tionghoa), namun sekarang sudah banyak permintaan dari masyarakat umum maupun rumah sakit," kata Suhajar.
Baca juga: Bantu penanganan pandemi, pengusaha furnitur alih produksi peti mati
Dia sendiri hanya membantu Supono membuat peti mati. Keduanya saling membantu. Suhajar yang menyediakan modal dan akses pemasaran, Supono sebagai tenaga pertukangan yang memproduksi peti mati pesanan pelanggan.
Namun produk peti mati yang mereka buat memang tidak sebanyak pelaku usaha peti mati di tempat lain. Pasalnya, Supono hanya mengandalkan peralatan tradisional. Gergaji, palu, meteran pengukur serta pensil.
Satu peti mati yang dibuat dengan bahan partikel setebal 1,5 centimeter, bisa diselesaikan dalam dua jam. Dalam sehari, Supono yang diberi jasa pembuatan senilai Rp70 ribu per unit, bisa mengerjakan hingga 5-6 peti mati.
Satu peti mati dijual dengan harga Rp360 ribu. Harga peti naik sekitar sebulan terakhir, lantaran harga bahan baku partikel naik sekitar Rp30 ribu per lembarnya.
Baca juga: Pemkot Surabaya siapkan ratusan peti mati jenazah pasien COVID-19
Meski demikian, peti buatannya tak melulu dihargai sebesar itu. Jika pembeli peti mati dari keluarga kurang mampu, dirinya hanya menarik seikhlasnya saja.
"Kalau RT-nya ngomong keluarga enggak mampu, saya berikan saja," kata Suhajar.
Permintaan peti juga mengalami kenaikan dalam sebulan terakhir. Jika kondisi normal, sehari hanya membuat 2-3 unit peti mati.
Namun dalam sebulan terakhir, permintaan peti mati naik 5-6 peti mati tiap harinya.
Beberapa waktu lalu, lanjut Suhajar, pihaknya sempat menerima pesanan dari RSUD dr. Iskak sebanyak 40 peti mati dalam sehari, namun akhirnya tidak disanggupi karena tidak mampu melayani pesanan tersebut. (*)
Baca juga: Pemprov DKI sediakan peti jenazah COVID-19 gratis di TPU Petamburan
Baca juga: Polda Sumbar latih personel buat peti mati hadapi pandemi COVID-19
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: