Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menegaskan Vaksinasi Gotong Royong individu tidak menghilngkan hak rakyat untuk mendapatkan vaksin COVID-19 gratis.

"Vaksinasi Gotong Royong ini, tentunya sifatnya tidak wajib dan tidak menghilangkan hak masyarakat untuk memperoleh vaksin gratis melalui program vaksinasi pemerintah," ujar Nadia dalam konferensi pers daring yang dipantau dari Jakarta, Selasa.

Nadia kembali menegaskan Vaksinasi Gotong Royong individu sifatnya sebagai salah satu opsi, dalam rangka memperluas, mempercepat dan mendapatkan akses untuk pelayanan vaksinasi.

Dengan harapan, semakin banyak orang yang mendapatkan vaksinasi dan semakin cepat vaksinasi itu, maka laju penularan akan juga bisa dikendalikan, termasuk situasi yang saat ini di mana seiring terjadinya lonjakan kasus.

"Dari sisi pelaksanaannya Vaksinasi Gotong Royong ini tidak akan mengganggu program vaksinasi pemerintah, karena kita ketahui mulai dari jenis vaksin, fasilitas kesehatan serta tenaga kesehatannya akan berbeda," ujar dia.

Yang membedakannya, menurut Nadia, Vaksinasi Gotong Royong individu hanyalah menggunakan vaksin merk Sinopharm.

Sementara vaksin yang digunakan pemerintah merek Sinovac AstraZeneca, Pfizer, Moderna, termasuk vaksin Sinopharm dan Moderna, yang merupakan hibah dari COVAX facility yang akan digunakan dalam program vaksinasi pemerintah.

Baca juga: Menkes: vaksinasi berbayar individu untuk percepat Gotong Royong

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan latar belakang kebijakan vaksinasi berbayar bagi individu adalah demi mempercepat laju penyuntikan program Gotong Royong.

Baca juga: Menkes: Vaksin berbayar untuk individu dibeli industri dan BUMN

Budi menegaskan bahwa Vaksinasi Gotong Royong berbayar untuk individu merupakan pilihan yang bisa diambil masyarakat sebab masih ada akses ke program vaksinasi gratis yang dilaksanakan pemerintah.

Baca juga: Hipmi dukung vaksin gotong royong berbayar

Vaksinasi Gotong Royong tidak menggunakan APBN, tetapi menggunakan anggaran dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta, sehingga tidak ada keterlibatan Kemenkes dan negara dari sisi anggaran.