Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan Indonesia berkesempatan mendapatkan alokasi hak pemajakan atas penghasilan global yang diterima perusahaan digital global atau multinasional terbesar.
Hal ini seiring dengan adanya penerapan solusi berbasis konsensus yang telah disepakati oleh 132 dari 139 negara atau yurisdiksi anggota OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
“Kesepakatan ini merupakan hal bersejarah yang akan mengubah platform atau arsitektur perpajakan internasional,” katanya di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani menyatakan potensi Indonesia untuk mendapatkan alokasi hak pemajakan tersebut masuk dalam pilar pertama yang ada pada kesepakatan perpajakan internasional ini.
Selain itu, Sri Mulyani menuturkan kesepakatan ini juga mempunyai pilar kedua yang berfokus pada pajak minimum global untuk pemerataan sistem perpajakan internasional yakni telah disepakati tarif pajak minimum global sebesar 15 persen.
Ia menjelaskan kesepakatan ini memperlihatkan kemampuan pendekatan multilateralisme dalam mengatasi tantangan global khususnya terkait BEPS serta persaingan tarif pajak yang tidak sehat.
Ia menambahkan, bagi Indonesia kesepakatan yang dihasilkan dari upaya yang besar ini sangat penting karena selaras dengan reformasi perpajakan sebagaimana diusulkan dalam RUU KUP.
“Diharapkan ini menghadirkan sistem perpajakan internasional yang lebih adil dan inklusif,” ujarnya.
Baca juga: Indef: Kondisi ekonomi baik jadi syarat transformasi perpajakan
Baca juga: Sri Mulyani: Laporan WP Badan alami rugi meningkat
Baca juga: Sri Mulyani sebut reformasi perpajakan bertujuan turunkan "tax gap"
RI berpotensi dapat hak pemajakan atas penghasilan global
12 Juli 2021 21:43 WIB
Arsip foto - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. ANTARA/HO-Kemenkeu-Bayu/pri.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: