Anggota DPR: Percepat produksi vaksin Merah Putih, jangan impor lagi
12 Juli 2021 21:26 WIB
Arsip foto - Peneliti beraktivitas di ruang riset vaksin Merah Putih di Kantor PT Bio Farma (Persero), Bandung, Jawa Barat, Rabu (12/8/2020). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah mempercepat produksi vaksin Merah Putih yang tengah dikembangkan Konsorsium Riset COVID di bawah koordinasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"(Percepatan produksi vaksin Merah Putih) sebagai instrumen mencapai herd immunity masyarakat. Pemerintah jangan terlalu mengandalkan vaksin impor," kata Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Senin.
Menurut dia, saat ini riset vaksin inovasi domestik ini terkesan berjalan seperti biasa dan berbeda dengan sikap pemerintah terhadap vaksin impor.
Baca juga: Konsorsium Riset COVID-19: Vaksin Merah Putih bisa menjadi "booster"
Padahal, lanjutnya, penggunaan vaksin Merah Putih sangat penting sebagai upaya untuk membangun keunggulan SDM dan kemampuan inovasi domestik.
Dengan demikian, menurut Mulyanto, maka Indonesia tidak tergantung pada vaksin impor dan sekadar menjadi pasar bisnis vaksin semata.
"Sayang anggaran yang terbatas ini terkuras habis untuk membeli puluhan juta vaksin impor," katanya.
Mulyanto berpendapat saat ini dana untuk riset vaksin di LBM Eijkman dinilai jauh dari memadai sehingga seharusnya pemerintah mengalokasikan dana riset yang cukup, sehingga vaksin Merah Putih dapat diproduksi lebih awal.
Ia juga menolak dengan tegas rencana layanan vaksin berbayar, karena dalam kondisi darurat seperti sekarang pemerintah harusnya memberikan layanan gratis kepada semua masyarakat.
Sementara itu, pemerintah meminta BUMN PT Bio Farma (Persero) meningkatkan produksi vaksin COVID-19 guna mengejar target dua juta penyuntikan per hari pada Agustus 2021.
"Pemerintah menargetkan penyuntikan dua juta dosis vaksin per hari pada Agustus nanti. Menteri BUMN sudah meminta Bio Farma meningkatkan produksi vaksin dari bahan baku menjadi vaksin jadi di tengah PPKM darurat ini," kata Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dedy Permadi dalam keterangan pers harian PPKM Darurat di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, produksi vaksin Bio Farma mencapai 12 juta dosis per bulan, namun kini holding BUMN farmasi itu mampu memproduksi sampai 20 juta dosis vaksin per bulan.
"Ke depan, Bio Farma didorong untuk terus menaikkan produksi hingga dua kali lipat," kata Dedy.
Baca juga: 36,36 juta orang telah mendapat suntikan vaksin COVID-19
Baca juga: Kejar dua juta suntikan vaksin, Bio Farma diminta tingkatkan produksi
"(Percepatan produksi vaksin Merah Putih) sebagai instrumen mencapai herd immunity masyarakat. Pemerintah jangan terlalu mengandalkan vaksin impor," kata Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Senin.
Menurut dia, saat ini riset vaksin inovasi domestik ini terkesan berjalan seperti biasa dan berbeda dengan sikap pemerintah terhadap vaksin impor.
Baca juga: Konsorsium Riset COVID-19: Vaksin Merah Putih bisa menjadi "booster"
Padahal, lanjutnya, penggunaan vaksin Merah Putih sangat penting sebagai upaya untuk membangun keunggulan SDM dan kemampuan inovasi domestik.
Dengan demikian, menurut Mulyanto, maka Indonesia tidak tergantung pada vaksin impor dan sekadar menjadi pasar bisnis vaksin semata.
"Sayang anggaran yang terbatas ini terkuras habis untuk membeli puluhan juta vaksin impor," katanya.
Mulyanto berpendapat saat ini dana untuk riset vaksin di LBM Eijkman dinilai jauh dari memadai sehingga seharusnya pemerintah mengalokasikan dana riset yang cukup, sehingga vaksin Merah Putih dapat diproduksi lebih awal.
Ia juga menolak dengan tegas rencana layanan vaksin berbayar, karena dalam kondisi darurat seperti sekarang pemerintah harusnya memberikan layanan gratis kepada semua masyarakat.
Sementara itu, pemerintah meminta BUMN PT Bio Farma (Persero) meningkatkan produksi vaksin COVID-19 guna mengejar target dua juta penyuntikan per hari pada Agustus 2021.
"Pemerintah menargetkan penyuntikan dua juta dosis vaksin per hari pada Agustus nanti. Menteri BUMN sudah meminta Bio Farma meningkatkan produksi vaksin dari bahan baku menjadi vaksin jadi di tengah PPKM darurat ini," kata Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dedy Permadi dalam keterangan pers harian PPKM Darurat di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, produksi vaksin Bio Farma mencapai 12 juta dosis per bulan, namun kini holding BUMN farmasi itu mampu memproduksi sampai 20 juta dosis vaksin per bulan.
"Ke depan, Bio Farma didorong untuk terus menaikkan produksi hingga dua kali lipat," kata Dedy.
Baca juga: 36,36 juta orang telah mendapat suntikan vaksin COVID-19
Baca juga: Kejar dua juta suntikan vaksin, Bio Farma diminta tingkatkan produksi
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: