Semarang (ANTARA News) - Universitas Diponegoro Semarang, Jumat, menggelar festival kesenian yang mempertunjukkan pergelaran kesenian tiga wayang, yakni wayang potehi, wayang obrol, dan wayang dongeng.

Ketiga kesenian wayang yang diselenggarakan untuk menyambut Lustrum IX Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip tersebut dipentaskan secara bergantian disaksikan oleh kalangan mahasiswa dan masyarakat umum.

Lewat sentuhan tangan Thio Tiong Hie, sang dalang wayang potehi, lakon pewayangan yang mengangkat cerita "Sie Jin Kwie" dari negeri Tiongkok dengan tokoh sentral So Hun itu dimainkan dengan sangat apik.

Menurut Thio yang ditemui usai pergelaran, banyak nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam lakon yang menceritakan tentang kerajaan kecil yang berlaku sombong itu, yakni penanaman kebajikan dan budi pekerti.

"Dalam lakon-lakon wayang potehi sebenarnya banyak terselip ajaran baik melalui kata-kata mutiara yang bisa dijadikan panutan bagi para generasi muda," kata pria kelahiran Demak, 9 Januari 1933 tersebut.

Ketua panitia pergelaran, Agus Maladi Irianto membenarkan bahwa dalam kesenian tradisional, khususnya wayang banyak terkandung nilai-nilai kebaikan yang bisa dijadikan panutan bagi para generasi muda.

"Selama ini, pergelaran wayang yang banyak dikenal masyarakat adalah wayang purwa, padahal sebenarnya banyak seni pewayangan yang dimiliki masyarakat, seperti wayang potehi, wayang obrol, atau wayang dongeng," katanya.

Agus yang juga Dekan FIB Undip terpilih mengatakan pemerintah selama ini kurang mengakomodasi kesenian-kesenian wayang tersebut, karena itu muncul anggapan adanya kesenian "kecil" dan kesenian "besar".

"Kesenian `besar` lalu banyak diakomodasi, sementara kesenian `kecil` seperti wayang potehi dari Semarang, wayang obrol dari Wonosobo yang muncul dari kalangan masyarakat kecil semakin terpinggirkan," katanya.

Ia mengatakan kesenian wayang purwa tertolong karena berasal dari kebudayaan besar, yakni keraton, sementara kesenian wayang yang muncul dari kalangan bawah tidak memiliki kesempatan untuk berkembang.

"Mereka selama ini hanya menggantungkan hidupnya dari pementasan, kalau tidak ada yang `nanggap` mereka mau makan dari mana? Apalagi, saat ini hanya sedikit masyarakat yang peduli kebudayaan tradisional," katanya.

Karena itu, kata dia, pihaknya berinisiatif menggelar pertunjukan tiga wayang tersebut untuk membangkitkan semangat dan mengapresiasi para seniman wayang untuk tampil sehingga diharapkan masyarakat lebih mengenal.

"Sebenarnya masih banyak kesenian-kesenian `kecil` yang ingin kami angkat, seperti wayang gethuk yang dikembangkan masyarakat di daerah Magelang, namun sayangnya mereka tidak bisa tampil di acara ini," kata Agus.(*)
(ANT/R009)