Olimpiade
Hotel Tokyo minta maaf soal tanda lift "khusus orang Jepang"
12 Juli 2021 14:06 WIB
Maskot Olimpiade Tokyo 2020 dan aplikasi stiker PayPay dipamerkan di toko penjual beras Mikawaya, di Tokyo, Jepang, Senin (7/6/2021). Foto diambil tanggal 7 Juni 2021. /REUTERS/Sam Nussey/rwa/cfo (REUTERS/SAM NUSSEY)
Jakarta (ANTARA) - Sebuah hotel di Tokyo meminta maaf dan menghapus tanda di lift yang berbunyi "khusus orang Jepang" dan "khusus orang asing" setelah tindakan untuk pencegahan penyebaran virus corona itu memicu kemarahan di media sosial menjelang Olimpiade Musim Panas 2020.
Tokyo memasuki keadaan darurat COVID-19, Senin, di tengah kekhawatiran bahwa masuknya puluhan ribu atlet dan ofisial selama Olimpiade, yang akan berlangsung 23 Juli-8 Agutus, akan menyebarkan virus corona, yang jumlah kasusnya kembali meningkat di ibu kota Jepang itu.
Baca juga: Tokyo memasuki darurat COVID-19 ke-4, mencakup periode Olimpiade
Akasaka Excel Hotel Tokyo di pusat kota Tokyo memasang tanda tersebut, Jumat, sebagai tanggapan atas panduan dari penyelenggara Tokyo 2020 untuk memastikan pergerakan tamu yang terkait dengan Olimpiade dipisahkan dari orang lain yang menginap di hotel tersebut, menurut pejabat hotel.
Pejabat itu mengatakan tidak ada niatan untuk mendiskriminasi orang asing.
"Kami mencoba membuatnya mudah dimengerti tetapi akhirnya menyebabkan kesalahpahaman," kata pejabat tersebut, dikutip dari Reuters, Senin.
Dia mengatakan tanda tersebut telah dihapus, Minggu pagi, dan pihak hotel sedang mendiskusikan dengan kantor pusatnya terkait tulisan apa yang seharusnya digunakan.
Baca juga: Ikuti Tokyo, Fukushima juga melarang kehadiran penonton di Olimpiade
Tanda itu memicu kritik keras di media sosial. Salah seorang pengguna Twitter mencuit "Apartheid telah dihidupkan kembali di Jepang."
Warganet lainnya menyamakan tanda itu dengan hukum "Jim Crow" AS, yang membedakan orang kulit hitam dengan kulit putih.
"Virus itu tidak ada hubungannya dengan kebangsaan," cuit salah seorang pengguna Twitter.
Jepang telah mencatat lebih dari 815.440 kasus COVID-19 dan hampir 15.000 kematian. Tokyo sendiri mencatatkan 614 kasus baru, Minggu.
Vaksinasi di Jepang yang dimulai dengan lambat dan meskipun kemudian dipercepat, gangguan pasokan menyebabkan vaksinasi terhambat. Hanya sekitar 28 persen dari populasi telah menerima setidaknya satu suntikan vaksin.
Baca juga: Penyelenggara Olimpiade berencana larang penonton hadiri acara malam
Baca juga: Atlet Olimpiade ditendang dari Jepang jika langgar aturan COVID-19
Baca juga: Kaisar Jepang khawatir Olimpiade bisa sebarkan COVID
Tokyo memasuki keadaan darurat COVID-19, Senin, di tengah kekhawatiran bahwa masuknya puluhan ribu atlet dan ofisial selama Olimpiade, yang akan berlangsung 23 Juli-8 Agutus, akan menyebarkan virus corona, yang jumlah kasusnya kembali meningkat di ibu kota Jepang itu.
Baca juga: Tokyo memasuki darurat COVID-19 ke-4, mencakup periode Olimpiade
Akasaka Excel Hotel Tokyo di pusat kota Tokyo memasang tanda tersebut, Jumat, sebagai tanggapan atas panduan dari penyelenggara Tokyo 2020 untuk memastikan pergerakan tamu yang terkait dengan Olimpiade dipisahkan dari orang lain yang menginap di hotel tersebut, menurut pejabat hotel.
Pejabat itu mengatakan tidak ada niatan untuk mendiskriminasi orang asing.
"Kami mencoba membuatnya mudah dimengerti tetapi akhirnya menyebabkan kesalahpahaman," kata pejabat tersebut, dikutip dari Reuters, Senin.
Dia mengatakan tanda tersebut telah dihapus, Minggu pagi, dan pihak hotel sedang mendiskusikan dengan kantor pusatnya terkait tulisan apa yang seharusnya digunakan.
Baca juga: Ikuti Tokyo, Fukushima juga melarang kehadiran penonton di Olimpiade
Tanda itu memicu kritik keras di media sosial. Salah seorang pengguna Twitter mencuit "Apartheid telah dihidupkan kembali di Jepang."
Warganet lainnya menyamakan tanda itu dengan hukum "Jim Crow" AS, yang membedakan orang kulit hitam dengan kulit putih.
"Virus itu tidak ada hubungannya dengan kebangsaan," cuit salah seorang pengguna Twitter.
Jepang telah mencatat lebih dari 815.440 kasus COVID-19 dan hampir 15.000 kematian. Tokyo sendiri mencatatkan 614 kasus baru, Minggu.
Vaksinasi di Jepang yang dimulai dengan lambat dan meskipun kemudian dipercepat, gangguan pasokan menyebabkan vaksinasi terhambat. Hanya sekitar 28 persen dari populasi telah menerima setidaknya satu suntikan vaksin.
Baca juga: Penyelenggara Olimpiade berencana larang penonton hadiri acara malam
Baca juga: Atlet Olimpiade ditendang dari Jepang jika langgar aturan COVID-19
Baca juga: Kaisar Jepang khawatir Olimpiade bisa sebarkan COVID
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: