Artikel
Hari Koperasi Nasional, "Untung Bareng Koperasi"
Oleh *) Kamaruddin Batubara, SE, ME
12 Juli 2021 08:53 WIB
Dokumentasi - Pengunjung mengamati produk yang dipamerkan saat pameran Kerajinan Mebel dan Batik di kantor Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sleman, Yogyakarta, Rabu (29/7/2020). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Momentum Hari Koperasi Nasional (harkopnas) tahun 2021 sangat istimewa, di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung, bahkan sedang mencapai angka tertinggi, koperasi dituntut untuk memberikan manfaat dan profit bagi anggotanya.
Menarik tagline Harkopnas yang di gelar Kemenkop & UKM, istilah Untung Bareng Koperasi diusung untuk menciptakan nuansa bahwa koperasi merupakan gerakan dan lembaga yang bisa memberikan keuntungan bersama dan bagi semua pihak.
Istilah bareng dalam terminologi ini bukan hanya mengacu kepada internal koperasinya tetapi lebih dalam lagi bermanfaat bagi pihak internal dan eksternal koperasi.
Untung bagi koperasinya, anggotanya, masyarakat, pemerintah, pihak ketiga seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya, dan bagi perekonomian dalam arti luas.
Untuk mempertajam telaah artikel ini, penulis menyitir Pidato Bung Hatta (1960), yang berjudul Memperbaiki Nasib Bersama Dengan Koperasi yang diambilkan dari buku seri ke -6 berjudul Gerakan Koperasi dan Perekonomian Rakyat, terbitan LP3ES yang ditulis kembali dari buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).
Ada pernyataan Bung Hatta yang menarik, “Sejarah di negeri – negeri lain menunjukkan, bahwa gerakan koperasi sanggup mengubah nasib bersama, dari buruk menjadi baik.
Malahan karena koperasilah, yang didukung oleh semangat usaha bersama untuk orang banyak, lahir negara-negara kemakmuran (welfare state).
Sekalipun di Inggris dan Swedia misalnya masih berlaku kapitalisme, tetapi saingnya yang tajam dan kukunya yang bisa, sudah patah. Ternyata di Swedia, koperasi sanggup bersaing dengan kapitalisme dan sanggup mengalahkannya berangsur-angsur. Negeri-negeri yang maju koperasinya makmur rakyatnya, sudah merupakan suatu “republik kaum konsumen”.
Kini 61 tahun sejak pidato Bung Hatta di atas ternyata kondisinya masih relevan apalagi di tengah pandemi yang masih berlangsung saat ini.
Kesejahteraan rata-rata masyarakat menurun akibat pandemi. Kegiatan ekonomi masyarakat tidak mampu dilaksanakan secara terbuka. Tempat-tempat keramaian dan business area ditutup atau setidaknya dibatasi. Pendapatan masyarakat menurun. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi juga menurun.
Koperasi di tengah-tengah pandemi saat ini perlu lebih lagi memperkuat ekosistem koperasi yang benar.
Koperasi harus kembali pada fungsi memberikan kesejahteraan anggotanya dan juga masyarakat luas. Pegiat koperasi harus lebih mampu menggali kebutuhan dan harapan anggotanya.
Tentu kebutuhan anggota koperasi bukan hanya soal ekonomi belaka.
Dalam konteks berkoperasi yang umum, kebutuhan anggota dipahami selain faktor ekonomi juga faktor sosial. Maka kedua, kebutuhan ini harus menjadi perhatian pegiat koperasi (pengurus, pengawas dan pengelola koperasi).
Bagi penulis selaku praktisi koperasi, koperasi harus membangun 5 pilar penting dalam kesejahteraan masyarakat luas yakni : ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan spiritual.
Untung bareng koperasi adalah jargon baik. Mudah dikatakan tapi perlu kerja keras untuk mewujudkannya.
Dari Hasil webinar dalam rangka Harkopnas yang digelar Kemenkop & UKM dan Koperasi BMI Sabtu (10/7) dengan tema Menciptakan Ekosistem Koperasi Berbasis Anggota Menuju Koperasi Modern. diperoleh rekomendasi bahwa koperasi harus mengedepankan kesejahteraan anggota.
Koperasi juga harus kembali fokus pada kesejahteraan anggota dan koperasi harus adaptif terhadap perubahan jaman sehingga selalu berdimensi kekinian (modern).
Hanya koperasi yang menjalankan filosofi inilah yang akan mampu mewujudkan jargon untung bareng koperasi.
Pesan pentingnya adalah bahwa anggota koperasi harus berjuang untuk mewujudkan kesejahteraan bersama dengan lebih terlembaga. Koperasi tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Koperasi tidak boleh lagi berjalan tak sesuai arah.
Untuk mewujudkan untung bareng koperasi maka dari sisi intra koperasi, pengurus, pengawas, pengelola dan anggota koperasi hendaknya satu visi menuju kesejahteraan bersama atau kesejahteraan anggota.
Ini saja tidak cukup. Koperasi agar lebih kuat harus berupaya bekerjasama dengan koperasi lain (antar koperasi) baik dalam rangka kerjasama pasar maupun kerjasama dalam bentuk kelembagaan jika dimungkinkan.
Koperasi juga harus menjadi bagian dari pelaku ekonomi lain sehingga interaksinya dengan dunia perbankan atau perusahaan non-koperasi juga perlu untuk dipupuk dengan terminologi win win solution.
Koperasi juga tidak boleh kuper, bahkan dengan lembaga di luar negeri harus dijalin kerja sama untuk membentuk kemakmuran anggota.
Menarik materi yang disampaikan Lukman Mohamad Baga, pembicara dari IPB University. Dalam pengembangan koperasi Indonesia saat ini, perguruan tinggi masih idle, perguruan tinggi harusnya lebih mampu memberikan dorongan pengembangan koperasi baik itu dari hasil penelitiannya maupun dari sumber daya baru lulusan perguruan tingginya.
Dengan kontribusi perguruan tinggi maka koperasi yang semakin baik akan terwujud.
Atmosfir Berkoperasi
Regulasi pemerintah memang menjadi infrastruktur penting dalam pengembangan koperasi.
Pemerintah yang tidak terlalu campur tangan ke dalam koperasi dan tidak selalu dalam kebijakan top down tentu akan memicu tumbuhnya koperasi yang sesuai dengan keinginan anggota.
Koperasi dalam kerangka bisnis akan berhadapan di lapangan dengan lembaga non koperasi.
Pada koperasi yang bergerak di jasa keuangan baik KSP/KSPPS misalnya koperasi akan berhadapan dengan bank dan jasa keuangan lain.
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa di setiap desa saat ini terdapat 7-9 lembaga keuangan yang melayani masyarakat. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang good corporate governance agar koperasi mampu bersaing.
Sejujurnya instrumen regulasi pada bisnis koperasi non simpan pinjam, setidaknya sudah cukup memberikan angin segar bagi pertumbuhan koperasi.
Namun untuk koperasi yang bergerak di sektor keuangan (simpan pinjam/simpan pinjam pembiayaan syariah), aturan terkait risiko menyimpan di koperasi dan menyimpan di lembaga non-koperasi masih lebih baik pada regulasi non koperasi.
Ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi secara internal oleh praktisi koperasi selama regulasi yang lebih baik belum ada. Praktisi koperasi harus kembali ke jatidiri, prinsip dan nilai koperasi.
Jika ekosistem koperasi berbasis anggota menjadi landasan dasar pengembangan koperasi maka persaingan di lapangan menjadi tidak relevan, pesaing koperasi akan tidak punya pintu masuk untuk merebut hati anggota koperasi.
Kebutuhan regulasi yang memihak kepada koperasi diperlukan untuk perluasan anggota baru.
Pemerintah melalui regulasi yang dibuat bisa memberikan kepastian tentang koperasi-koperasi bermasalah dan bagaimana penyelesaiannya.
Walaupun nature-nya koperasi adalah milik bersama, di tengah turbulensi sektor keuangan dan ketidakpahaman masyarakat terhadap koperasi, pemerintah perlu membuat regulasi yang lebih menjamin kepastian anggota koperasi dan siapa yang paling bertanggung jawab jika terjadi permasalahan di koperasi.
Hadirnya Holding BUMN Ultra Mikro beberapa hari lalu yang sudah diteken presiden yang membawa BRI membawahi pegadaian dan PNM (Permodalan Nasional Madani) tentu harus menjadi lecutan bagi pengurus, pengawas dan pengelola koperasi di Indonesia untuk berbenah diri.
Koperasi harus kembali ke khitahnya, kembali kepada prinsip nilai dan jatidiri. Pengalaman Kopdit Pintu Air di NTT yang tetap mampu bersaing lembaga keuangan lainnya perlu dicontoh.
Penerapan pendidikan anggota, solidaritas, dan swadaya, menjadi faktor kunci memenangkan hati anggota dan menarik anggota baru (masyarakat).
Demikian juga pengalaman Koperasi BMI dalam rangka membentuk partisipasi anggota dengan membawa pesan bahwa anggota adalah pemilik, pengguna dan pengendali koperasi.
Pada hari koperasi yang ke -74, Senin 12 Juli 2021 ini penulis yang juga praktisi koperasi mengajak mewujudkan untung bareng koperasi, menjadikan koperasi yang bisa memberikan dampak bukan hanya ekonomi, tetapi juga pendidikan, kesehatan, sosial dan spiritual.
Secara ekonomi koperasi juga bukan hanya berdampak pada anggota tetapi juga masyarakat dan perekonomian secara luas.
Dari sisi sosial dan budaya, koperasi mampu memperbaiki pendidikan, kesehatan, sosial dan spiritual anggota dan masyarakat luas.
Baca juga: MPR ajak masyarakat aktualisasikan tujuan koperasi
Baca juga: Teten ingin jadikan koperasi kekuatan pemulihan ekonomi saat ini
*) Kamaruddin Batubara, SE, ME adalah Presiden Direktur Koperasi BMI dan Penerima Anugerah Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya Dari Presiden 2018
Menarik tagline Harkopnas yang di gelar Kemenkop & UKM, istilah Untung Bareng Koperasi diusung untuk menciptakan nuansa bahwa koperasi merupakan gerakan dan lembaga yang bisa memberikan keuntungan bersama dan bagi semua pihak.
Istilah bareng dalam terminologi ini bukan hanya mengacu kepada internal koperasinya tetapi lebih dalam lagi bermanfaat bagi pihak internal dan eksternal koperasi.
Untung bagi koperasinya, anggotanya, masyarakat, pemerintah, pihak ketiga seperti perbankan dan lembaga keuangan lainnya, dan bagi perekonomian dalam arti luas.
Untuk mempertajam telaah artikel ini, penulis menyitir Pidato Bung Hatta (1960), yang berjudul Memperbaiki Nasib Bersama Dengan Koperasi yang diambilkan dari buku seri ke -6 berjudul Gerakan Koperasi dan Perekonomian Rakyat, terbitan LP3ES yang ditulis kembali dari buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).
Ada pernyataan Bung Hatta yang menarik, “Sejarah di negeri – negeri lain menunjukkan, bahwa gerakan koperasi sanggup mengubah nasib bersama, dari buruk menjadi baik.
Malahan karena koperasilah, yang didukung oleh semangat usaha bersama untuk orang banyak, lahir negara-negara kemakmuran (welfare state).
Sekalipun di Inggris dan Swedia misalnya masih berlaku kapitalisme, tetapi saingnya yang tajam dan kukunya yang bisa, sudah patah. Ternyata di Swedia, koperasi sanggup bersaing dengan kapitalisme dan sanggup mengalahkannya berangsur-angsur. Negeri-negeri yang maju koperasinya makmur rakyatnya, sudah merupakan suatu “republik kaum konsumen”.
Kini 61 tahun sejak pidato Bung Hatta di atas ternyata kondisinya masih relevan apalagi di tengah pandemi yang masih berlangsung saat ini.
Kesejahteraan rata-rata masyarakat menurun akibat pandemi. Kegiatan ekonomi masyarakat tidak mampu dilaksanakan secara terbuka. Tempat-tempat keramaian dan business area ditutup atau setidaknya dibatasi. Pendapatan masyarakat menurun. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi juga menurun.
Koperasi di tengah-tengah pandemi saat ini perlu lebih lagi memperkuat ekosistem koperasi yang benar.
Koperasi harus kembali pada fungsi memberikan kesejahteraan anggotanya dan juga masyarakat luas. Pegiat koperasi harus lebih mampu menggali kebutuhan dan harapan anggotanya.
Tentu kebutuhan anggota koperasi bukan hanya soal ekonomi belaka.
Dalam konteks berkoperasi yang umum, kebutuhan anggota dipahami selain faktor ekonomi juga faktor sosial. Maka kedua, kebutuhan ini harus menjadi perhatian pegiat koperasi (pengurus, pengawas dan pengelola koperasi).
Bagi penulis selaku praktisi koperasi, koperasi harus membangun 5 pilar penting dalam kesejahteraan masyarakat luas yakni : ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan spiritual.
Untung bareng koperasi adalah jargon baik. Mudah dikatakan tapi perlu kerja keras untuk mewujudkannya.
Dari Hasil webinar dalam rangka Harkopnas yang digelar Kemenkop & UKM dan Koperasi BMI Sabtu (10/7) dengan tema Menciptakan Ekosistem Koperasi Berbasis Anggota Menuju Koperasi Modern. diperoleh rekomendasi bahwa koperasi harus mengedepankan kesejahteraan anggota.
Koperasi juga harus kembali fokus pada kesejahteraan anggota dan koperasi harus adaptif terhadap perubahan jaman sehingga selalu berdimensi kekinian (modern).
Hanya koperasi yang menjalankan filosofi inilah yang akan mampu mewujudkan jargon untung bareng koperasi.
Pesan pentingnya adalah bahwa anggota koperasi harus berjuang untuk mewujudkan kesejahteraan bersama dengan lebih terlembaga. Koperasi tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Koperasi tidak boleh lagi berjalan tak sesuai arah.
Untuk mewujudkan untung bareng koperasi maka dari sisi intra koperasi, pengurus, pengawas, pengelola dan anggota koperasi hendaknya satu visi menuju kesejahteraan bersama atau kesejahteraan anggota.
Ini saja tidak cukup. Koperasi agar lebih kuat harus berupaya bekerjasama dengan koperasi lain (antar koperasi) baik dalam rangka kerjasama pasar maupun kerjasama dalam bentuk kelembagaan jika dimungkinkan.
Koperasi juga harus menjadi bagian dari pelaku ekonomi lain sehingga interaksinya dengan dunia perbankan atau perusahaan non-koperasi juga perlu untuk dipupuk dengan terminologi win win solution.
Koperasi juga tidak boleh kuper, bahkan dengan lembaga di luar negeri harus dijalin kerja sama untuk membentuk kemakmuran anggota.
Menarik materi yang disampaikan Lukman Mohamad Baga, pembicara dari IPB University. Dalam pengembangan koperasi Indonesia saat ini, perguruan tinggi masih idle, perguruan tinggi harusnya lebih mampu memberikan dorongan pengembangan koperasi baik itu dari hasil penelitiannya maupun dari sumber daya baru lulusan perguruan tingginya.
Dengan kontribusi perguruan tinggi maka koperasi yang semakin baik akan terwujud.
Atmosfir Berkoperasi
Regulasi pemerintah memang menjadi infrastruktur penting dalam pengembangan koperasi.
Pemerintah yang tidak terlalu campur tangan ke dalam koperasi dan tidak selalu dalam kebijakan top down tentu akan memicu tumbuhnya koperasi yang sesuai dengan keinginan anggota.
Koperasi dalam kerangka bisnis akan berhadapan di lapangan dengan lembaga non koperasi.
Pada koperasi yang bergerak di jasa keuangan baik KSP/KSPPS misalnya koperasi akan berhadapan dengan bank dan jasa keuangan lain.
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa di setiap desa saat ini terdapat 7-9 lembaga keuangan yang melayani masyarakat. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang good corporate governance agar koperasi mampu bersaing.
Sejujurnya instrumen regulasi pada bisnis koperasi non simpan pinjam, setidaknya sudah cukup memberikan angin segar bagi pertumbuhan koperasi.
Namun untuk koperasi yang bergerak di sektor keuangan (simpan pinjam/simpan pinjam pembiayaan syariah), aturan terkait risiko menyimpan di koperasi dan menyimpan di lembaga non-koperasi masih lebih baik pada regulasi non koperasi.
Ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi secara internal oleh praktisi koperasi selama regulasi yang lebih baik belum ada. Praktisi koperasi harus kembali ke jatidiri, prinsip dan nilai koperasi.
Jika ekosistem koperasi berbasis anggota menjadi landasan dasar pengembangan koperasi maka persaingan di lapangan menjadi tidak relevan, pesaing koperasi akan tidak punya pintu masuk untuk merebut hati anggota koperasi.
Kebutuhan regulasi yang memihak kepada koperasi diperlukan untuk perluasan anggota baru.
Pemerintah melalui regulasi yang dibuat bisa memberikan kepastian tentang koperasi-koperasi bermasalah dan bagaimana penyelesaiannya.
Walaupun nature-nya koperasi adalah milik bersama, di tengah turbulensi sektor keuangan dan ketidakpahaman masyarakat terhadap koperasi, pemerintah perlu membuat regulasi yang lebih menjamin kepastian anggota koperasi dan siapa yang paling bertanggung jawab jika terjadi permasalahan di koperasi.
Hadirnya Holding BUMN Ultra Mikro beberapa hari lalu yang sudah diteken presiden yang membawa BRI membawahi pegadaian dan PNM (Permodalan Nasional Madani) tentu harus menjadi lecutan bagi pengurus, pengawas dan pengelola koperasi di Indonesia untuk berbenah diri.
Koperasi harus kembali ke khitahnya, kembali kepada prinsip nilai dan jatidiri. Pengalaman Kopdit Pintu Air di NTT yang tetap mampu bersaing lembaga keuangan lainnya perlu dicontoh.
Penerapan pendidikan anggota, solidaritas, dan swadaya, menjadi faktor kunci memenangkan hati anggota dan menarik anggota baru (masyarakat).
Demikian juga pengalaman Koperasi BMI dalam rangka membentuk partisipasi anggota dengan membawa pesan bahwa anggota adalah pemilik, pengguna dan pengendali koperasi.
Pada hari koperasi yang ke -74, Senin 12 Juli 2021 ini penulis yang juga praktisi koperasi mengajak mewujudkan untung bareng koperasi, menjadikan koperasi yang bisa memberikan dampak bukan hanya ekonomi, tetapi juga pendidikan, kesehatan, sosial dan spiritual.
Secara ekonomi koperasi juga bukan hanya berdampak pada anggota tetapi juga masyarakat dan perekonomian secara luas.
Dari sisi sosial dan budaya, koperasi mampu memperbaiki pendidikan, kesehatan, sosial dan spiritual anggota dan masyarakat luas.
Baca juga: MPR ajak masyarakat aktualisasikan tujuan koperasi
Baca juga: Teten ingin jadikan koperasi kekuatan pemulihan ekonomi saat ini
*) Kamaruddin Batubara, SE, ME adalah Presiden Direktur Koperasi BMI dan Penerima Anugerah Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya Dari Presiden 2018
Copyright © ANTARA 2021
Tags: