Ia menyatakan bahwa 2,25 persen dana Otsus Papua merupakan hak, kewenangan, dan tanggung jawab air mata darah orang asli papua yang dikelola langsung oleh dua pemerintah daerah di Tanah Papua ini.
"Pemerintah pusat harus mampu menjawab salah satu poin krusial tentang anggaran yang tidak seutuhnya diberikan kepada daerah di masa otsus saat ini," kata dia.
Dominggus Urbon menyatakan, Pasal 34 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang penambahan 0,25 persen dari total DAU nasional menjadi 2,25 persen diberikan kepada Papua, namun dipecahkan lagi menjadi dua bagian, yakni 1 persen bersitaf block grant dikelola Pemerintah Papua dan Papua Barat, sedangkan 1,25 persen dalam bentuk spesifik grant dikelola oleh pemerintah pusat
Hak ini, menurut Urbon, merupakan satu kekeliruan dalam pendidikan politik dan pembangunan, karena 1,25 persen yang dikelola pemerintah pusat dasar hukumnya mengacu pada undang-undang sektoral. Sedangkan UU Otsus merupakan lex spesialis menyelenggarakan dalam perdasus dan perdasi.
"Sehingga dana 1,25 persen bukan dana otsus tapi APBN, karena dasar hukum penyelenggaraannya undang-undang sektoral,” kata Dominggus Urbon pula.
Urbon lalu mengatakan bahwa kalau pun anggaran 1,25 persen DAU nasional menjadi dana otsus, maka dipastikan pemerintah pusat telah melakukan pelanggaran terhadap kewenangan, hak dan kewajiban orang asli Papua.
Baca juga: Senator: Tindak lanjuti secara hukum laporan PPATK terkait Dana Otsus
Baca juga: Anggota DPR: Dana otsus Papua belum maksimal tingkatkan kesejahteraan