New York (ANTARA) - Wall Street melemah pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq mundur dari rekor penutupan tertinggi terseret aksi jual luas yang didorong oleh ketidakpastian seputar laju pemulihan ekonomi Amerika Serikat.
Indeks Dow Jones Industrial Average terpangkas 259,86 poin atau 0,75 persen, menjadi menetap di 34.421,93.
Indeks S&P 500 berkurang 37,31 poin atau 0,86 persen, menjadi berakhir di 4.320,82. Indeks Komposit Nasdaq tergerus 105,28 poin atau 0,72 persen, menjadi ditutup pada 14.559,78.
Baca juga: Wall Street turun akibat kekhawatiran kenaikan suku bunga
Semua 11 sektor utama S&P 500 berakhir di wilayah negatif, dengan sektor keuangan dan industri masing-masing merosot 1,96 persen dan 1,43 persen, memimpin penurunan.
Namun, para analis mencatat bahwa pasar tetap dekat dengan posisi tertinggi historis. “Kami masih efektif di level tertinggi sepanjang masa, jadi saya tidak akan membaca banyak tentang aksi pasar hari ini,” kata Oliver Pursche, wakil presiden senior di Wealthspire Advisors, di New York.
"Pasar obligasi mencerminkan bahwa kemungkinan ada inflasi yang material dalam jangka waktu yang lama sangat tidak mungkin, dan itulah ketakutan yang telah mendorong imbal hasil lebih tinggi" sebelum reli baru-baru ini, Pursche menambahkan.
Baca juga: Wall Street terpukul data konsumen lemah
"Kami berada dalam skenario goldilocks (keadaan perekonomian yang tidak 'kepanasan' dan juga 'tidak dingin'), dengan pertumbuhan yang cukup untuk mendukung ekonomi tetapi tidak terlalu banyak sehingga Fed mengubah kebijakan di luar apa yang telah mereka umumkan," kata Pursche.
Pada Rabu (7/7/2021), Federal Reserve AS merilis risalah dari pertemuan kebijakan moneter terbarunya, yang menunjukkan bank sentral belum yakin bahwa ekonomi telah sepenuhnya pulih, namun perdebatan tentang kebijakan pengetatan telah dimulai dengan sungguh-sungguh.
Merasakan retakan dalam pemulihan ekonomi AS, para pedagang menutup posisi jual di pasar obligasi. Imbak hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang dijadikan acuan turun untuk sesi kedelapan berturut-turut.
Baca juga: Wal-Mart dan peritel dorong Wall Street lebih rendah
Jumlah pekerja AS yang mengajukan aplikasi pertama kali untuk tunjangan pengangguran secara tak terduga meningkat hingga 373.000 minggu lalu, sebuah tanda bahwa pemulihan pasar tenaga kerja AS tetap berombak.
Tindakan keras Beijing yang sedang berlangsung terhadap perusahaan-perusahaan China yang tercatat di AS dimasukkan ke dalam sikap menghindari risiko.
Sejak tindakan keras China dibuka selama akhir pekan terhadap aplikasi ride-hailing Didi Global Inc, Beijing telah memperluas pengawasannya terhadap perusahaan-perusahaan China yang tercatat di AS di luar sektor teknologi.
Saham Didi anjlok 5,9 persen, sementara Alibaba Group dan Bidu Inc masing-masing merosot 3,9 persen dan 3,7 persen.
Baca juga: Wall Street melonjak pasca-Yellen lanjutkan kebijakan Fed
Bank-bank besar akan memulai pelaporan keuangan kuartal kedua minggu depan. Analis memperkirakan agregat pertumbuhan laba tahun-ke-tahun 65,4 persen untuk perusahaan dalam indeks S&P 500, naik dari perkiraan pertumbuhan 54 persen yang dibuat pada awal kuartal, menurut Refinitiv.
“Sama seperti data inflasi, saya ingin melihat pertumbuhan laba selama dua tahun daripada satu tahun,” kata Pursche. “Itu akan menjadi panduan yang jauh lebih baik tentang seberapa kuat laba nantinya.”
“Keluar dari pandemi, titik data satu tahun sangat terdistorsi sehingga hampir tidak relevan,” jelasnya.
Baca juga: Minyak dan Wall Street Kurangi Tekanan Pasar Asia
Wall Street melemah, kekhawatiran momentum pemulihan picu aksi jual
9 Juli 2021 06:04 WIB
Ilustrasi: Pialang sedang bekerja di lantai Bursa Efek New York, Wall Street, Amerika Serikat (Reuters)
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021
Tags: