Pakar: Distribusi oksigen di India melalui jalur kereta api
8 Juli 2021 16:00 WIB
Tangkapan layar Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama saat menjadi pembicara dalam agenda Diskusi Penanganan COVID-19 di Indonesia yang diselenggarakan LKBN ANTARA secara virtual di Jakarta, Kamis (8/7/2021). ANTARA/Andi Firdaus
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan distribusi oksigen di India memanfaatkan jalur kereta api yang bebas hambatan.
"(Jalan raya) sering berhenti dan macet. India bikin satu jalur cuma buat bawa oksigen saja. Express. Itu untuk menunjukkan bahwa ini prioritas," katanya saat menjadi pembicara dalam agenda Diskusi Penanganan COVID-19 di Indonesia yang diselenggarakan LKBN ANTARA secara virtual di Jakarta, Kamis.
Menurut Tjandra, jumlah jaringan kereta api di India merupakan salah satu yang paling banyak di dunia, sehingga diyakini bisa lebih efektif menjangkau berbagai lokasi tujuan.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara 2018-2020 itu mengatakan cara lainnya yang dilakukan India selama menghadapi krisis oksigen adalah mendorong produsen maupun kalangan industri untuk memprioritaskan pasokan oksigen mereka pada masalah kesehatan.
"Sama seperti yang sudah dilakukan di Indonesia, semua oksigen industri hanya boleh untuk keperluan medis saja," katanya.
Upaya lainnya adalah melibatkan kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di India untuk berperan aktif membantu pemerintah setempat dalam pengadaan oksigen bagi kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Bantu distribusi oksigen, Erick instruksikan konversi truk tangki BUMN
Baca juga: Luhut minta penambahan oksigen untuk pasien COVID-19 dipercepat
Tjandra menambahkan permintaan oksigen untuk kebutuhan pasien COVID-19 di Indonesia sedang meningkat. "Beberapa rumah sakit yang saya tahu juga berhubungan dengan kebutuhan oksigen. Salah satunya rumah sakit di Jakarta dan dia cerita kebutuhan dia tadinya 170 tabung sehari, sekarang dia butuh 300-400 tabung sehari. Jadi kebutuhan bisa naik 3-4 kali lipat," katanya.
Masalah kelangkaan oksigen, kata Tjandra, merupakan dampak dari perilaku masyarakat yang abai pada protokol kesehatan sehingga memicu lonjakan kasus COVID-19.
"Kelangkaan oksigen kan ujungnya. Kalau penularan di masyarakat tidak distop, maka mau ditambah berapa banyak oksigen tidak akan cukup juga. Perlu upaya PPKM Darurat sehingga jumlah kasus turun dan penggunaan oksigen bisa diturunkan," katanya.
Baca juga: Batam pasok 7 isotank oksigen untuk kebutuhan pasien COVID-19 di Jawa
Baca juga: Anggota DPR: Maksimalkan kapasitas produksi pabrik oksigen
Baca juga: Anies minta produksi oksigen Pulogadung dialihkan untuk medis
"(Jalan raya) sering berhenti dan macet. India bikin satu jalur cuma buat bawa oksigen saja. Express. Itu untuk menunjukkan bahwa ini prioritas," katanya saat menjadi pembicara dalam agenda Diskusi Penanganan COVID-19 di Indonesia yang diselenggarakan LKBN ANTARA secara virtual di Jakarta, Kamis.
Menurut Tjandra, jumlah jaringan kereta api di India merupakan salah satu yang paling banyak di dunia, sehingga diyakini bisa lebih efektif menjangkau berbagai lokasi tujuan.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara 2018-2020 itu mengatakan cara lainnya yang dilakukan India selama menghadapi krisis oksigen adalah mendorong produsen maupun kalangan industri untuk memprioritaskan pasokan oksigen mereka pada masalah kesehatan.
"Sama seperti yang sudah dilakukan di Indonesia, semua oksigen industri hanya boleh untuk keperluan medis saja," katanya.
Upaya lainnya adalah melibatkan kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di India untuk berperan aktif membantu pemerintah setempat dalam pengadaan oksigen bagi kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Bantu distribusi oksigen, Erick instruksikan konversi truk tangki BUMN
Baca juga: Luhut minta penambahan oksigen untuk pasien COVID-19 dipercepat
Tjandra menambahkan permintaan oksigen untuk kebutuhan pasien COVID-19 di Indonesia sedang meningkat. "Beberapa rumah sakit yang saya tahu juga berhubungan dengan kebutuhan oksigen. Salah satunya rumah sakit di Jakarta dan dia cerita kebutuhan dia tadinya 170 tabung sehari, sekarang dia butuh 300-400 tabung sehari. Jadi kebutuhan bisa naik 3-4 kali lipat," katanya.
Masalah kelangkaan oksigen, kata Tjandra, merupakan dampak dari perilaku masyarakat yang abai pada protokol kesehatan sehingga memicu lonjakan kasus COVID-19.
"Kelangkaan oksigen kan ujungnya. Kalau penularan di masyarakat tidak distop, maka mau ditambah berapa banyak oksigen tidak akan cukup juga. Perlu upaya PPKM Darurat sehingga jumlah kasus turun dan penggunaan oksigen bisa diturunkan," katanya.
Baca juga: Batam pasok 7 isotank oksigen untuk kebutuhan pasien COVID-19 di Jawa
Baca juga: Anggota DPR: Maksimalkan kapasitas produksi pabrik oksigen
Baca juga: Anies minta produksi oksigen Pulogadung dialihkan untuk medis
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021
Tags: