Indonesia akan luncurkan tiga satelit hingga 2030
7 Juli 2021 21:59 WIB
Webinar peran Satelit Republik Indonesia (SATRIA) sebagai konektivitas di daerah 3T dan transformasi digital nasional. (FOTO ANTARA/HO-Bakti Kemkominfo)
Manado (ANTARA) - Direktur Utama Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Anang Latif mengatakan Indonesia akan meluncurkan sebanyak tiga satelit, Satelit Republik Indonesia (SATRIA) 1, SATRIA 2, dan SATRIA 3 dalam kurun waktu tahun 2023-2030.
“Saat ini SATRIA 1 masih dalam proses produksi di Prancis oleh perusahaan Tales Alemania Space dengan roket peluncur Space X Falcon 9-5500 produksi Amerika Serikat. Rencana peluncurannya pada November 2023 di Florida, “ katanya dalam rilis yang dibagikan di grup percakapan "Media Sila Bakti", yang diterima di Manado, Sulawesi Utara, Rabu.
Ia menjelaskan SATRIA 1 rencananya akan diluncurkan pertengahan tahun 2023 berkapasitas 150 Gbps dengan kecepatan internet 1 Mbps per titik lokasi, mengadopsi teknologi 'High Throuhput Satellite' (HTS), slot orbit 146E dan orbit raising electric.
DIsebutkan bahwa SATRIA 1 secara teknis dapat menyediakan kuota 1,14 GB/pengguna/bulan untuk melayani akses internet di 150 ribu titik layanan publik, yaitu fasilitas sekolah/ pesantren (93.900 titik), pemda/kecamatan/desa (47.900 titik), kantor polisi/TNI di wilayah 3T (3.900 titik), puskesmas/rumah sakit (3.700 titik), dan layanan publik lain (600 titik).
Tugas BAKTI Kominfo dalam membangun dan menyediakan infrastruktur telekomunikasi di wilayah nonkomersil, katanya, tidak terbatas hanya pada pembangunan BTS di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), namun juga menyediakan satelit multifungsi yang diberi nama SATRIA (Satelit Republik Indonesia).
Satelit ini akan melengkapi program BTS 4G di lokasi yang tidak terjangkau sinyal tower BTS dan Palapa Ring yang telah diluncurkan pada tahun 2019.
Hasil penelitian di tahun 2017, menurut Anang Latif, masih terdapat kurang lebih 150.000 titik layanan publik di Indonesia yang belum terkoneksi internet, padahal sudah 20 tahun operator telekomunikasi hadir di negara kita tapi masih menyisakan daerah-daerah yang tidak terjagkau sinyal.
Kondisi ini membuat Indonesia berada di urutan 111 ITU ICT Development Index tahun 2017.
Menurut anggota Dewan Profesi dan Asosiasi MASTEL, Kanaka Hidayat, satelit menjadi pilihan terakhir dan satu-satunya teknologi yang dapat menjangkau daerah pinggiran yang tidak terjangkau teknologi terrestrial.
“Satelit merupakan teknologi konservatif yang memiliki standar dan aturan main khusus yang diatur secara internasional tapi masih terus dibutuhkan hingga sekarang,” katanya.
SATRIA merupakan proyek strategis nasional berskema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan pola pembayaran ketersediaan layanan selama 15 tahun.
Skema tersebut memiliki keunggulan jaminan proyek melalui PT Penjamin Infrastruktur Indonesia.
Baca juga: Indonesia butuh satelit untuk pemerataan internet
Baca juga: Indonesia amankan slot orbit 146 BT untuk satelit SATRIA-1
Baca juga: Menkominfo sebut Indonesia akan tambah 3 satelit
Baca juga: Kominfo berhasil pertahankan slot orbit satelit Indonesia
“Saat ini SATRIA 1 masih dalam proses produksi di Prancis oleh perusahaan Tales Alemania Space dengan roket peluncur Space X Falcon 9-5500 produksi Amerika Serikat. Rencana peluncurannya pada November 2023 di Florida, “ katanya dalam rilis yang dibagikan di grup percakapan "Media Sila Bakti", yang diterima di Manado, Sulawesi Utara, Rabu.
Ia menjelaskan SATRIA 1 rencananya akan diluncurkan pertengahan tahun 2023 berkapasitas 150 Gbps dengan kecepatan internet 1 Mbps per titik lokasi, mengadopsi teknologi 'High Throuhput Satellite' (HTS), slot orbit 146E dan orbit raising electric.
DIsebutkan bahwa SATRIA 1 secara teknis dapat menyediakan kuota 1,14 GB/pengguna/bulan untuk melayani akses internet di 150 ribu titik layanan publik, yaitu fasilitas sekolah/ pesantren (93.900 titik), pemda/kecamatan/desa (47.900 titik), kantor polisi/TNI di wilayah 3T (3.900 titik), puskesmas/rumah sakit (3.700 titik), dan layanan publik lain (600 titik).
Tugas BAKTI Kominfo dalam membangun dan menyediakan infrastruktur telekomunikasi di wilayah nonkomersil, katanya, tidak terbatas hanya pada pembangunan BTS di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), namun juga menyediakan satelit multifungsi yang diberi nama SATRIA (Satelit Republik Indonesia).
Satelit ini akan melengkapi program BTS 4G di lokasi yang tidak terjangkau sinyal tower BTS dan Palapa Ring yang telah diluncurkan pada tahun 2019.
Hasil penelitian di tahun 2017, menurut Anang Latif, masih terdapat kurang lebih 150.000 titik layanan publik di Indonesia yang belum terkoneksi internet, padahal sudah 20 tahun operator telekomunikasi hadir di negara kita tapi masih menyisakan daerah-daerah yang tidak terjagkau sinyal.
Kondisi ini membuat Indonesia berada di urutan 111 ITU ICT Development Index tahun 2017.
Menurut anggota Dewan Profesi dan Asosiasi MASTEL, Kanaka Hidayat, satelit menjadi pilihan terakhir dan satu-satunya teknologi yang dapat menjangkau daerah pinggiran yang tidak terjangkau teknologi terrestrial.
“Satelit merupakan teknologi konservatif yang memiliki standar dan aturan main khusus yang diatur secara internasional tapi masih terus dibutuhkan hingga sekarang,” katanya.
SATRIA merupakan proyek strategis nasional berskema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan pola pembayaran ketersediaan layanan selama 15 tahun.
Skema tersebut memiliki keunggulan jaminan proyek melalui PT Penjamin Infrastruktur Indonesia.
Baca juga: Indonesia butuh satelit untuk pemerataan internet
Baca juga: Indonesia amankan slot orbit 146 BT untuk satelit SATRIA-1
Baca juga: Menkominfo sebut Indonesia akan tambah 3 satelit
Baca juga: Kominfo berhasil pertahankan slot orbit satelit Indonesia
Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021
Tags: