Jakarta (ANTARA) - Pemerintah membagi level pandemi dalam suatu daerah berdasarkan lima tingkat yang menggambarkan kecukupan kapasitas respons sistem kesehatan, kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Siti Nadia Tarmizi.

"Situasi pandemi terbagi dalam lima tingkat, mulai dari nol sampai empat yang menggambarkan kapasitas testing, tracing dan treatment relatif terhadap transmisi penularan virus di wilayah tersebut," katanya dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Rabu.

Level situasi tingkat nol, adalah situasi di mana wilayah itu memiliki kapasitas respons yang memadai dan tidak memiliki kasus sama sekali. Dalam hal ini, wilayah itu tidak perlu memperketat protokol kesehatan masyarakat atau membatasi aktivitas sosial mereka.

Sebaliknya, lanjut Nadia, level situasi tertinggi, yaitu level situasi empat, adalah saat transmisi virus sangat tinggi, sedangkan kapasitas respons terbatas.

Dalam situasi ini, protokol kesehatan masyarakat dan pembatasan sosial harus diperketat, agar jumlah kasus turun, sampai ke level yang dapat ditangani fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

Dia menambahkan, penilaian untuk menentukan level situasi suatu wilayah, ada dua hal yang dibandingkan, yakni level transmisi penularan dengan kapasitas respons sistem kesehatan di wilayah tersebut.

“Untuk pengukuran tingkat transmisi, kami membagi transmisi COVID-19 ke dalam tujuh tingkat, dari tidak ada transmisi, kasus impor atau sporadic, kasus terklaster, dan transmisi komunitas yang kami bagi lebih jauh ke dalam empat tingkat, transmisi komunitas tingkat satu sampai dengan tingkat empat,” ujar Nadia.

Dalam penentuan tingkat transmisi komunitas ini, pihaknya menggunakan tiga indikator utama, yaitu: jumlah kasus, jumlah kasus rawat dan jumlah kematian COVID-19 yang dihitung per 100.000 penduduk per pekan.

Pemerintah telah menetapkan nilai-nilai ambang untuk masing-masing indikator untuk dapat mengategorikan indikator-indikator tersebut ke dalam tingkat transmisi tertentu.

Dia mencontohkan, kasus konfirmasi di bawah 20/100.000 penduduk/minggu dikategorikan sebagai transmisi komunitas tingkat 1.

Untuk kematian di atas 5/100.000 penduduk/minggu dikategorikan sebagai transmisi komunitas tingkat 4.

Kesimpulan tentang tingkat transmisi komunitas diambil berdasarkan indikator dengan tingkat transmisi tertinggi.

Lebih lanjut, Nadia mengatakan, untuk kapasitas respons kesehatan, dikategorikan memadai, sedang, atau terbatas berdasarkan tiga indikator.

Indikator-indikator ini adalah positivity rate dari testing dengan mempertimbangkan rasio testing, rasio kontak erat yang dilacak untuk setiap kasus dan keterisian tempat tidur perawatan. Pihaknya telah menetapkan nilai-nilai ambang untuk setiap indikator dan kesimpulan tentang kapasitas respons di suatu wilayah diambil berdasarkan kapasitas respons terendah.

“Sebagai contoh, jika suatu wilayah memiliki positivity rate testing 10 persen dan dapat melacak 10 kontak erat untuk setiap kasus, dengan kata lain memiliki kapasitas respons sedang di kedua indikator itu, tapi memiliki keterisian tempat tidur di atas 80 persen, daerah tersebut dikategorikan memiliki kapasitas respons yang terbatas,” ujarnya.

Dia menyebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah merekomendasikan agar daerah dengan positivity rate di atas 25 persen testing dilakukan 15 kali lipat dari standar WHO, dan daerah dengan positivity rate 15-25 persen testing dilakukan 10 kali lipat, dan untuk positivity rate 5-15 persen testing dilakukan lima kali lipat.

Setelah mendapatkan hasil perhitungan tingkat transmisi dan kapasitas respons di suatu wilayah, maka bisa menentukan level situasi pandemi di wilayah tersebut.

"Kabupaten tadi, misalnya, dengan transmisi komunitas tingkat 4 dan kapasitas respons terbatas memiliki situasi pandemi level 4," katanya.

Menurut Nadia, asesmen level situasi pandemi ini dilakukan setiap satu pekan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Dan berdasarkan hasil asesmen terakhir, level situasi pandemi di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa dan Bali berada di level 3 atau 4.

“Artinya bahwa tingkat penularan di lingkungan masyarakat terjadi dengan sangat cepat dan mengakibatkan kapasitas respons sistem kesehatan yang ada dengan cepat terpakai, bahkan sampai terlampaui,” ujarnya.