Bappenas: Strategi nasional perlu cegah penurunan luasan mangrove
7 Juli 2021 17:49 WIB
Tangkapan layar Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas Nur Hygiawati Rahayu dalam diskusi Pojok Iklim KLHK, Jakarta, Rabu (7/7/2021) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas Nur Hygiawati Rahayu mengatakan kajian menunjukkan potensi luas kawasan mangrove nasional akan berkurang sebesar 21,8 persen pada 2024, karena itu perlu ada strategi nasional pengelolaan lahan basah untuk mencegahnya.
"Kita melihat memang ada perlunya untuk strategi nasional pengelolaan lahan basah," ujar Nur, dalam diskusi virtual tentang strategi kebijakan pengelolaan karbon biru yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Rabu.
Dalam permodelan tersebut, kata dia, diperkirakan penurunan luasan mangrove pada 2000-2024 di Indonesia terjadi sebesar 21,8 persen. Penurunan paling besar terjadi di Sumatera dan Sulawesi sebesar 53 persen dan 43 persen.
Secara rinci, diperkirakan mangrove di Sumatera akan menjadi 312.226 hektare (ha) pada 2024 dibandingkan 669.601 ha pada 2000 dan 335.401 ha pada 2020. Sementara di Sulawesi lahan mangrove diperkirakan menjadi 74.610 ha pada 2024 dibandingkan 131.235 ha pada 2000 dan 79.310 pada 2020.
Penyebab utama deforestasi mangrove sebagian besar karena kegiatan tambak dan dikonversi menjadi perkebunan kepala sawit.
Karena itu pemerintah mencanangkan rehabilitasi mangrove atau bakau yang dilakukan beberapa kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), KLHK dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
Bappenas sendiri tengah menyusun strategi dan peta jalan pengelolaan ekosistem lahan basah dalam rangka mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Developement Goals/SDGs) dan pembangunan rendah karbon.
Mangrove juga memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim, menurut Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja.
Hal itu karena ekosistem perairan, seperti mangrove dan padang lamun, memiliki kemampuan luar biasa untuk menyimpan karbon, dengan potensi itu disebut dengan istilah blue carbon atau karbon biru.
Karena itu Sarwono mendorong adanya strategi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
"Ada taruhan besar di balik semua ini yang akan kita mulai alamatkan," ujarnya.
"Kita melihat memang ada perlunya untuk strategi nasional pengelolaan lahan basah," ujar Nur, dalam diskusi virtual tentang strategi kebijakan pengelolaan karbon biru yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Rabu.
Dalam permodelan tersebut, kata dia, diperkirakan penurunan luasan mangrove pada 2000-2024 di Indonesia terjadi sebesar 21,8 persen. Penurunan paling besar terjadi di Sumatera dan Sulawesi sebesar 53 persen dan 43 persen.
Secara rinci, diperkirakan mangrove di Sumatera akan menjadi 312.226 hektare (ha) pada 2024 dibandingkan 669.601 ha pada 2000 dan 335.401 ha pada 2020. Sementara di Sulawesi lahan mangrove diperkirakan menjadi 74.610 ha pada 2024 dibandingkan 131.235 ha pada 2000 dan 79.310 pada 2020.
Penyebab utama deforestasi mangrove sebagian besar karena kegiatan tambak dan dikonversi menjadi perkebunan kepala sawit.
Karena itu pemerintah mencanangkan rehabilitasi mangrove atau bakau yang dilakukan beberapa kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), KLHK dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
Bappenas sendiri tengah menyusun strategi dan peta jalan pengelolaan ekosistem lahan basah dalam rangka mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Developement Goals/SDGs) dan pembangunan rendah karbon.
Mangrove juga memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim, menurut Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja.
Hal itu karena ekosistem perairan, seperti mangrove dan padang lamun, memiliki kemampuan luar biasa untuk menyimpan karbon, dengan potensi itu disebut dengan istilah blue carbon atau karbon biru.
Karena itu Sarwono mendorong adanya strategi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
"Ada taruhan besar di balik semua ini yang akan kita mulai alamatkan," ujarnya.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021
Tags: