Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR Nevi Zuairina mendorong kebijakan dan alokasi anggaran yang memadai dalam rangka mewujudkan penguatan digitalisasi UMKM berbasis data tunggal secara nasional.

“Anggaran untuk digitalisasi UMKM sangat penting untuk meningkatkan penjualan produk UMKM dalam masa pandemi ini," kata Nevi Zuairina dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.

Saat ini, lanjut Nevi, pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan perilaku masyarakat dalam berbelanja, yang lebih menyukai belanja secara daring.

Ia mengingatkan pula bahwa jumlah UMKM yang sudah menggunakan teknologi digital baru mencapai 12 juta pelaku usaha berdasarkan data Kementerian Koperasi UKM per Februari 2021.

“Ini artinya baru 13 persen dari total 64 juta pelaku UMKM, masih sangat kecil," jelas Nevi.

Nevi merujuk pada Undang Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja, dimana ada pengaturan kebijakan 40 persen belanja barang dan jasa pemerintah diperuntukkan bagi UMKM.

Untuk itu, ujar dia, amanah UU Cipta kerja tersebut harus dioptimalkan khususnya pada masa pandemi, misalnya dengan belanja barang dan jasa BUMN bisa melibatkan UMKM, sehingga UMKM masuk dalam rantai pasok bagi industri di BUMN dan perusahaan swasta.

“Ketika digitalisasi UMKM dan perbaikan data ini sudah terbentuk dengan kokoh, ke depannya diharapkan akan terjadi banyak efisiensi dan efektifitas dalam menjalankan usaha di kalangan UMKM. UMKM secara bertahap pada setiap levelnya secara berkala dapat merubah levelnya yang mikro jadi kecil, yang kecil jadi menengah dan yang menengah sudah keluar dari lingkaran UMKM," kata Nevi.

Sebelumnya, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Noor Halimah Anjani menyatakan program digitalisasi kepada UMKM saat ini semakin mendesak dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

"Program digitalisasi yang bersifat jangka panjang dan berkesinambungan harus menjadi fokus dari pemerintah. Penting bagi pemerintah untuk memastikan UMKM dapat bertahan selama masa PPKM Darurat dan setelahnya," kata Noor Halimah Anjani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Noor menyatakan, PPKM darurat berpeluang besar meningkatkan tren transaksi ekonomi digital sehingga peluang ini perlu dimanfaatkan oleh UMKM, yang belum semua sudah beroperasi secara digital.

Ia mengingatkan bahwa data Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan, baru 16 persen dari 64 juta UMKM di Indonesia yang sudah terhubung dalam ekosistem ekonomi digital.

"Penelitian yang dilakukan Danareksa Research Institute juga memperlihatkan adanya kesenjangan digital antara UMKN yang mulai mengadopsi digitalisasi di masa pandemi. Sebanyak 41 persen dari mereka yang mulai menggunakan platform digital berada di wilayah DKI Jakarta. Sementara di luar Pulau Jawa pengguna platform digital baru mencapai 16 persen," katanya.

Halimah menambahkan, rendahnya adopsi teknologi digital pada UMKM dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kurangnya pengetahuan dan keahlian dalam menggunakan layanan digital, merasa lebih nyaman berjualan secara luring dan tidak merasa aman dengan daring.

Oleh karena itu, ujar dia, diperlukan pendampingan secara berkelanjutan agar pengusaha UMKM dapat memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan penjualannya.

Baca juga: Peneliti: Digitalisasi UMKM semakin mendesak saat PPKM Darurat

Baca juga: BSSN: Pertumbuhan UMKM digital perlu dibarengi ilmu keamanan siber

Baca juga: Menkominfo tegaskan literasi digital bisa akselerasi digitalisasi UMKM