Menteri LHK sebut Indonesia libatkan masyarakat kelola gambut
6 Juli 2021 20:42 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya (kedua kiri) saat menjadi pembicara kunci dalam Webinar High Level Peatland Event secara virtual dengan tema “Peatland, a Super Nature-Based Solution” pada Senin malam (5/7/2021). ANTARA/HO-KLHK.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyebut pemerintah terus mengupayakan cara terbaik mulai dari aspek kelembagaan hingga melibatkan masyarakat beserta kearifan lokal dalam pengelolaan gambut.
“Sebenarnya upaya restorasi saja tidak cukup. Ketika lahan gambut diabaikan dan tidak ada yang mengelolanya, mereka tetap rentan terhadap kebakaran selama musim kemarau. Untuk kawasan tersebut, maka diambil kebijakan dan langkah-langkah terpadu," kata Siti dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Selasa.
Pemerintah terus mengupayakan cara terbaik untuk mengelola lahan gambut, dalam banyak aspek antara lain kelembagaan, pengetahuan teknis, basis masyarakat, pendekatan ilmiah, dan memperhatikan pengelolaan air yang berkelanjutan dan mengandalkan sumber daya masyarakat lokal serta kearifan lokal.
Diakui menangani tata kelola gambut bukanlah hal yang mudah, butuh banyak aspek, teknis, ekonomi, sosial dan juga hingga harus ke ranah hukum. Upaya kuat untuk memulihkan lahan gambut dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan hadirnya Badan Restorasi Gambut (BRG).
Pemerintah terus mencari cara efektif untuk mencegah lahan gambut agar tidak terbakar. Usaha itu melalui melalui pembasahan, revegetasi dan revitalisasi mata pencaharian.
Dijelaskan pada tahun 2020 Indonesia berupaya meningkatkan program Masyarakat Peduli Api (MPA) dengan memperkuat masyarakat sekitar hutan dan lahan yang terbakar, melalui Kesadaran Hukum Bina Lingkungan (Paralegal), yang selanjutnya disebut MPA Paralegal. Program itu bertujuan untuk memperkuat penegakan hukum di tingkat masyarakat dan memberdayakan masyarakat dengan melakukan diversifikasi usaha ekonomi, sesuai potensi wilayah desa masing-masing.
Baca juga: Pengelolaan gambut Indonesia jadi contoh dunia
Baca juga: Tanpa bakar, M Yasin olah lahan gambut jadi lebih ramah tanaman
Sebelumnya, dalam acara Webinar High Level Peatland Event secara virtual dengan tema “Peatland, a Super Nature-Based Solution” pada Senin malam (5/7), Siti menjelaskan berdasarkan pengalaman Indonesia yang dipelajarinya dari berbagai peristiwa di Tanah Air sejak 1996, terutama terkait gambut dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah, kepada sejumlah menteri lingkungan dari negara-negara pemilik lahan gambut di dunia.
Siti menyampaikan sembilan catatan penting pengelolaan gambut. Pertama, pada dasarnya gambut bisa dikelola dengan baik bagi kesejahteraan masyarakat, dan di antaranya ada gambut yang harus dilindungi. Kedua, kubah gambut mutlak harus dilindungi, sedangkan ketiga, gambut yang rusak pada dasarnya bisa dipulihkan dengan pengendalian tata air.
Keempat, diperlukan teknologi seperti citra Lidar atau metode Darcy untuk neraca air gambut. Kelima, perlu pengaturan tata kelola air di tingkat lapangan bersama petani atau masyarakat, sedankan keenam, perlu ada pengendalian kebakaran.
Ketujuh, perlu ada kesadaran masyarakat, dan kedelapan, adanya penegakkan hukum. Terakhir, kesembilan, diperlukan berbagai kebijakan (majemuk tidak tunggal) dan regulasi yang kuat.
Menteri Lingkungan Hidup, Pembangunan Berkelanjutan the Congo Basin, Republik Kongo Arlette Soudan-Nonault pada kesempatan itu menyampaikan pesan yang kuat tentang pentingnya perlindungan lahan gambut di Congo Basin. Dirinya menyadari perlu bekerja sama melalui kolaborasi lintas batas dengan dukungan internasional dan meminta sumber dana yang lebih memadai untuk mendukung upaya negaranya melestarikan lahan gambut untuk kepentingan iklim, manusia dan dunia.
Sementara Menteri Lingkungan Hidup Republik Peru Gabriel Quijandra mengatakan lahan gambut dapat menjadi ekosistem di mana beberapa Perjanjian Lingkungan Multilateral dapat dikembangkan bersama-sama. Untuk itu Peru menyatakan bergabung secara resmi dalam International Tropical Peatlands Center (ITPC).
“Kolaborasi internasional sangat penting untuk melindungi lahan gambut dan mencapai target keanekaragaman hayati dan perubahan iklim global," ujar Gabriel Quijandra.
Baca juga: BRG: Indonesia harus jadi pusat pengelolaan gambut
Baca juga: KLHK: PIPPIB untuk perbaikan tata kelola hutan dan lahan gambut
“Sebenarnya upaya restorasi saja tidak cukup. Ketika lahan gambut diabaikan dan tidak ada yang mengelolanya, mereka tetap rentan terhadap kebakaran selama musim kemarau. Untuk kawasan tersebut, maka diambil kebijakan dan langkah-langkah terpadu," kata Siti dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Selasa.
Pemerintah terus mengupayakan cara terbaik untuk mengelola lahan gambut, dalam banyak aspek antara lain kelembagaan, pengetahuan teknis, basis masyarakat, pendekatan ilmiah, dan memperhatikan pengelolaan air yang berkelanjutan dan mengandalkan sumber daya masyarakat lokal serta kearifan lokal.
Diakui menangani tata kelola gambut bukanlah hal yang mudah, butuh banyak aspek, teknis, ekonomi, sosial dan juga hingga harus ke ranah hukum. Upaya kuat untuk memulihkan lahan gambut dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan hadirnya Badan Restorasi Gambut (BRG).
Pemerintah terus mencari cara efektif untuk mencegah lahan gambut agar tidak terbakar. Usaha itu melalui melalui pembasahan, revegetasi dan revitalisasi mata pencaharian.
Dijelaskan pada tahun 2020 Indonesia berupaya meningkatkan program Masyarakat Peduli Api (MPA) dengan memperkuat masyarakat sekitar hutan dan lahan yang terbakar, melalui Kesadaran Hukum Bina Lingkungan (Paralegal), yang selanjutnya disebut MPA Paralegal. Program itu bertujuan untuk memperkuat penegakan hukum di tingkat masyarakat dan memberdayakan masyarakat dengan melakukan diversifikasi usaha ekonomi, sesuai potensi wilayah desa masing-masing.
Baca juga: Pengelolaan gambut Indonesia jadi contoh dunia
Baca juga: Tanpa bakar, M Yasin olah lahan gambut jadi lebih ramah tanaman
Sebelumnya, dalam acara Webinar High Level Peatland Event secara virtual dengan tema “Peatland, a Super Nature-Based Solution” pada Senin malam (5/7), Siti menjelaskan berdasarkan pengalaman Indonesia yang dipelajarinya dari berbagai peristiwa di Tanah Air sejak 1996, terutama terkait gambut dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah, kepada sejumlah menteri lingkungan dari negara-negara pemilik lahan gambut di dunia.
Siti menyampaikan sembilan catatan penting pengelolaan gambut. Pertama, pada dasarnya gambut bisa dikelola dengan baik bagi kesejahteraan masyarakat, dan di antaranya ada gambut yang harus dilindungi. Kedua, kubah gambut mutlak harus dilindungi, sedangkan ketiga, gambut yang rusak pada dasarnya bisa dipulihkan dengan pengendalian tata air.
Keempat, diperlukan teknologi seperti citra Lidar atau metode Darcy untuk neraca air gambut. Kelima, perlu pengaturan tata kelola air di tingkat lapangan bersama petani atau masyarakat, sedankan keenam, perlu ada pengendalian kebakaran.
Ketujuh, perlu ada kesadaran masyarakat, dan kedelapan, adanya penegakkan hukum. Terakhir, kesembilan, diperlukan berbagai kebijakan (majemuk tidak tunggal) dan regulasi yang kuat.
Menteri Lingkungan Hidup, Pembangunan Berkelanjutan the Congo Basin, Republik Kongo Arlette Soudan-Nonault pada kesempatan itu menyampaikan pesan yang kuat tentang pentingnya perlindungan lahan gambut di Congo Basin. Dirinya menyadari perlu bekerja sama melalui kolaborasi lintas batas dengan dukungan internasional dan meminta sumber dana yang lebih memadai untuk mendukung upaya negaranya melestarikan lahan gambut untuk kepentingan iklim, manusia dan dunia.
Sementara Menteri Lingkungan Hidup Republik Peru Gabriel Quijandra mengatakan lahan gambut dapat menjadi ekosistem di mana beberapa Perjanjian Lingkungan Multilateral dapat dikembangkan bersama-sama. Untuk itu Peru menyatakan bergabung secara resmi dalam International Tropical Peatlands Center (ITPC).
“Kolaborasi internasional sangat penting untuk melindungi lahan gambut dan mencapai target keanekaragaman hayati dan perubahan iklim global," ujar Gabriel Quijandra.
Baca juga: BRG: Indonesia harus jadi pusat pengelolaan gambut
Baca juga: KLHK: PIPPIB untuk perbaikan tata kelola hutan dan lahan gambut
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021
Tags: